Bab 32. Yang berkuasa, bisa apa saja

2.2K 342 56
                                    

Wanita itu membanting gelas cukup keras. Mereka di kamar, sang anak sudah lelap dan tidak mungkin juga terbangun. Jarak kamar yang lumayan jauh membuat suara yang ditimbulkan kecil akan sampai.

"A_aku tidak bisa seperti ini terus!"

Si Lelaki memijat pangkal hidungnya. Dia baru saja pulang, ini juga sudah larut. Malas sekali mendengar celotehan sang istri yang menurutnya tidak berarti.

"Lebih baik kau tidur!"

Air mata wanita itu sudah terjun tidak terkendali. Ini menyangkut nyawa seseorang yang dia amat sayangi. Ingin dia peluk namun tidak bisa. Ingin dia katakan bahwa ibunya masih ada. Ibunya disini, di dekatnya selalu.

"Kau memang benar-benar bukan manusia!"

Yang di tuding malah tersenyum simpul lalu duduk santai di pinggir ranjang.

"Sudah berulang kali ku katakan! Jangan berulah! Atau anak mu itu mati! Di tanganku!"

"Keterlaluan kau!"

Selalu saja seperti ini. Ketika memberontak maka nyawa anak yang dia tunggu-tunggu kedatangannya akan terancam. Anaknya yang bahkan jauh disana, tidak tau apa-apa.

Pria itu tergelak "Oh kau ingin bertemu dengan putramu itu?"
Dia kemudian tergelak lebih keras, "aku punya kejutan untuk mu."

Sang wanita menggeleng. Dia ingin bertemu dengan anaknya. Namun bila dia bertemu berarti sebentar lagi, sekejap lagi pria itu akan membunuh anaknya.

Apa yang harus dia lakukan?

•••

"VANO!"

Vano berjingkat dari tempatnya berdiri, hampir saja dia terhuyung jatuh dari jembatan. Dengan degup terkejut Vano mengusap dadanya lalu menghembuskan napas beberapa kali.

Tatan datang dengan napas tersenggal. Dia membungkuk dengan telapak tangannya menumpu pada lutut.

"Hah...hah jangan gila lo!" Teriaknya pada Vano. Wajahnya memerah.

Sedangkan yang di tuding hanya menunjukan wajah kebingungan. Sembari menunjuk dirinya sendiri, Vano bertanya dengan nada pelan. "Gue? Kenapa?"

Tatan menegakan punggungnya, dia menggeleng dua kali. "Oh.. masalah lo memang setinggi pasak, tapi bukan begini ini cara menyelesaiinnya."

"Kenapa bicara lo berbelit - belit gitu?"

"Lo mau bunuh diri 'kan?" Tanya Tatan dengan salah satu alisnya yang terangkat.

Kening Vano mengernyit lantas dia tergelak keras di tepi jembatan bahkan Vano sampai memegang perut.

"Siapa yang mau bunuh diri sih? Gue cuma mau ngambil selembaran kertas promo rumah makan." Jelas Vano masih dengan di selingi tawa. Kebetulan kertas promo yang dia bawa tadi terbang hingga akhirnya mendarat di tepi jembatan.

"Hah??" Tanya Tatan dengan kedua matanya yang melotot.

Jari Vano menunjuk kertas yang berada pada tangan kanannya, "rencananya gue mau ajak lo kesini. Makan bareng." Ujar Vano penuh antusias. Kapan lagi mereka bisa menghabiskan waktu bersama?

Senyum Tatan memudar, "gue 'kan mau kerja, Van."

"Lo bisa ganti siftnya 'kan?"

"Enggak, bukan begitu. Maksudnya gue kerja di rumah makan itu."

"Wahh kebetulan dong? Bagus, gue bisa sekalian mantau lo kerja." Vano tergelak pelan.

Vano mengapit leher Tatan dengan lengannya. Membuat sang empu sedikit terhuyung saat berjalan di tepi jembatan.

Hiraeth ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang