Bab 37. Luka-luka yang berserakan

2.8K 366 45
                                    


Suara ledakan dahsyat lalu di susul dengan si jago merah yang melahap separuh mansion Adhipura. Mansion di liputi kabut asap dan nyala api yang tak terkendali.

Mansion Adhipura total hancur, adanya gas beracun di bawah tanah juga berperan mempermudah sambaran api.

Setelah beberapa hari berlalu semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Bunga yang sudah lama menunggu waktu untuk mekar, inilah saatnya. Lembaran baru yang lebih bersih dari sebelumnya. Tangan-tangan kecil yang berusaha mengais bahagia.

Adhipura serta para anak buahnya berhasil di lumpuhkan aparat dan kemarin adalah sidang perdananya. Dengan bukti kuat dari video CCTV atas pembunuhan Gavi maka sudah di pastikan Adhipura tidak bisa mengelak lagi.

Yang lebih mengejutkan dari pada semua itu adalah pengakuan Adhipura bahwa dialah orang yang menusuk Rosa. Semua itu berhasil membukam telak Leo dan Rego serta Aldeo.

Semesta Leo seolah terbalik dalam hitungan detik saja. Bila ditanya tentang rasa, sudah pasti Leo sangat menyayangi Vano, adiknya.

Tentu berita ini secara cepat masuk ke berita nasional bahkan hingga mancanegara. Perlu diingat bahwa Viktor dan Rajen adalah pemilik perusahaan berpengaruh di Jerman. Raga yang telah terbunuh oleh seorang pengusaha kaya di Indonesia. Berita itu sungguh mengguncang dunia.

Hari ketiga semenjak kejadian itu. Jika kalian melihat sore ini di taman dekat rumah sakit. Leo duduk di sana sembari menatap sayu pada dedaunan hijau yang di bentuk beraneka ragam.

Di bawah pohon besar, Leo bahkan masih mengingat dengan jelas betapa malunya dia dulu saat pergi menemui Vano untuk meminta maaf. Leo tidak siap bila Vano meninggalkan nya.

Di bawah pohon besar, Leo mengingat tawa Vano dan semua hal yang mereka lalui bersama. Mengapa semua terasa tidak adil untuk Vano? Jika saja dari awal Leo tau bila Vano tidak bersalah, bila saja dia percaya pada Vano saat itu. Maka mungkin kini mereka akan hidup bahagia dalam rumah yang sama.

Sungguh, Leo sama sekali tidak keberatan bila Vano adalah adik satu Ayahnya. Walau ada sudut di benak yang merasa di rugikan, tapi itu hanya sebagian kecil. Jujur, sebagian lainnya Leo sangat merasa bahagia.

Remaja yang di penuhi dengan gengsi. Tapi, sekarang tidak lagi. Leo bahkan mengharapkan jika moment saling minta maaf itu akan terulang lagi lalu mereka berbaikan dengan tawa canggung.

Apakah Vano masih memberinya kesempatan untuk sekedar mengucapkan kata maaf?  Leo gagal menolong Vano.

Sepertinya begitu, menolong dalam artian menjadi orang yang selalu berada di sampingnya ketika Vano jatuh dan tidak baik-baik saja. Leo gagal untuk itu.

Kelebatan memori ketika dia membawa Vano kerumah sakit, saat dimana Vano mengejang dan muntah darah di tengah perjalanan sukses membuat kaki Leo kembali melemas.

Leo mengulum senyum kecil setelah melihat dua anak lelaki berbeda umur bermain bersama. Salah satu di antaranya memakai baju rumah sakit.

Leo mengingat bahwa dulu dia pernah meminta pada Tuhan untuk memberikannya adik manis dan imut seperti Vano. Namun, setelah keinginannya di kabulkan. Leo justru mengingkari semuanya. Leo ingin mengulangnya.

"Vano..."

Gumamnya lirih yang teredam bersama berisik angin yang menelisik. Pikiran Leo di tarik paksa pada realita,  setelah ada seseorang yang menepuk bahunya dan mengatakan hal yang berhasil mengangkat sebagian rasa khawatir.

"Leo, Rajen sudah sadar." Jelas Rego dengan senyumnya walau hanya tipis-tipis. Setidaknya kabar ini bisa melegakan hati banyak jiwa.

•••

Hiraeth ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang