Bab 35. Rencana gila

1.9K 326 48
                                    

"Kata ibu kita akan pergi dari sini, kak Vano."

Vano yang sedang sibuk memotong wortel mendadak meletakan pisaunya. Ibu akan pulang siang nanti dari keperluan menyelesaikan urusan penting. Jadi Vano mencoba memasak sesuatu. Semua itu atas permohonan Arga karena pikiran negatif Arga pada para pelayan belum juga usai.

"Kita? Kapan?"

Arga menelan roti keringnya sebelum menjawab, "tidak tau. Pas Arga tanya Ibu nggak jawab."

Vano melanjutkan kegiatannya, memasukan potongan wortel ke dalam panci kecil. Merebusnya bersama kubis dan sayuran hijau lain.

Tangan yang penuh rontokan roti kering. Arga membersihkan tangannya itu dengan cara menjilat jarinya satu persatu.

Lontaran sederhana yang Arga ucapkan membuat tangan Vano yang sedang menuangkan masakan bergetar. Jantungnya terasa akan keluar. Vano belum siap untuk mati, dia belum bertemu Rajen.

"Tadi malem Ayah nelpon Arga. Katanya hari ini mau pulang."

Vano menghembuskan napas, mencoba untuk tetap mengukir senyum saat saling tatap dengan Arga. "bagus. Arga kangen Ayah 'kan?" Tanya Vano.

Tidak langsung menjawab, Arga justru menggaruk tengkuk dan bergeser tempat duduk. Memberikan tempat untuk Vano di sampingnya. Vano paham apa yang Arga inginkan, jadi dia mulai mengikis jarak dan duduk di samping Arga.

"Nggak juga kok. Ayah itu galak, kak." Arga menjeda kalimat nya, membiarkan suara televisi menyala tanpa tuan, mengisi hening di antara keduanya.

"Ayah suka nyakitin Ibu. Ayah suka pukul Ibu, kak."

Sampai di titik ini Vano merasa bersalah pada Yumna. Vano kira hanya dia yang tersiksa atas perpisahannya dengan Yumna. Nyatanya Yumna pun melalui hari yang sulit disini.

Tangan Vano menggusak surai Arga. Vano juga sedang dilanda bimbang. Mau bicara tidak tahu apa, akhirnya hanya diam saja kemudian mengajak Arga sarapan bersama.

Membersihkan kebun belakang bersama lalu mandi di tengah hari.  Berjalan seperti semestinya. Hingga langkah Vano terhenti di depan pintu bergaya klasik. Dia lalu menoleh kanan kiri takut - takut ada yang memergoki. Vano lantas berlari ke kamar Arga dengan sejuta harap.

Vano merayu anak itu sembari membantu Arga menyisir rambut.

"Arga tau dimana kunci ruangan Ayah?"

Arga mendongak, menatap Vano yang menyisir rambutnya dari belakang. "Ruangan Ayah? Yang Ayah larang semua orang buat masuk?"

"He em."

Arga lalu memegang, tidak dia tidak boleh membiarkan semuanya terulang.

"Di bawa Ayah selalu. Jangan buka kak. Ibu pernah membukanya lalu berakhir kerumah sakit, Ibu berdarah. Dan juga kak Gavi, dia..."

"Kakak akan baik-baik aja. Kamu nggak usah khawatir."

•••

Semuanya terlambat. Pihak kepolisian menemukan rekaman CCTV dari sebrang jalan. Disana terlihat seseorang berpakaian serba hitam masuk ke dalam kediaman Aldeo lalu disusul Vano yang masih memakai seragam sekolah. Saat itu terungkap semua orang diam termasuk Rosa. Kedoknya terbongkar sudah semua usahanya untuk menyembunyikan kebenaran berakhir sia-sia.

Mengundang kekecewaan besar di relung anak-anaknya, Leo dan Grego.

Adakalanya hati Leo tergores mengingat saudara satu Ayahnya. Kakinya dia hentak-hentak karena jenuh. Pulang dengan tangan kosong setelah bertanya pada pihak panti asuhan yang pernah Vano sambangi.

Hiraeth ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang