"Tadi siapa dek ?"
Tanya Rajen saat keduanya dalam perjalanan pulang. Rajen menjemput Vano ke taman dimana dia masih setia berbincang dengan teman barunya, Arga. Vano sempat tidak mau pulang, jadi sopir memutuskan untuk menghubungi Rajen agar bisa membujuk Vano pulang.
"Dia Arga. Temen baru."
"Temenan sama bocil?"
Alis Vano terangkat satu, "emang salah?"
"Ehe ya enggak juga sih."
Keheningan kembali datang. Dari taman sampai ke mansion hanya memakan waktu 15 menit saja.
Vano memainkan handphone nya. Dia teringat bahwa besok dia harus ikut tes masuk klub basket tapi hingga saat ini Vano belum berani meminta izin pada Rajen."Ekhem bang." Panggil Vano.
"Ya kenapa dek?"
"Mmm besok aku mau ikut seleksi buat ikut ekskul basket, doa in semoga aku bisa masuk ya."
Rajen diam, bahkan mobil yang dia kendarai sempat oleng sedikit karena terlalu syok. Rajen memilih menepikan mobil ke pinggir jalan terlebih dahulu. Mengusap kasar wajahnya lalu menatap Vano tajam dengan mata elangnya.
"Ke-ke-napa bang?" Tanya Vano dengan suara patah-patah.
Rajen menggeleng kemudian melajukan mobilnya kembali. Rajen tidak membuka mulut hingga sampai kerumah. Hatinya sedang berkelahi untuk menemukan siapa pemenangnya. 'Gimana ini? Gue harus gimana?'
•••
Sejak sampai di rumah, Rajen terus saja mondar - mandir di dapur. Dia berniat ingin memasak namun tertunda lantaran karena masih teringat akan ucapan Vano tadi sepulang dari taman. Tentang ekskul basket.
Rajen sangat bingung dia sudah berulang kali menghubungi Viktor, tapi hanya suara perempuan operator saja yang menjawab.
Sedangkan Vano, anak itu malah asik menonton TV. Sesekali Vano tertawa bak orang kesurupan. Entah apa yang dia tonton.
"Gue 'kan ada PR! Kok bisa lupa gini sih! Mati gue kalo sampai papa tau."
Vano bangkit dari duduk santai nya lalu berlari terbirit ke kamar. Dia membuka buku tugasnya dan berkutat dengan kumpulan bahasa asing. Konsentrasi nya pecah mengingat Rajen yang terlihat gusar dan tutup mulut semenjak dia meminta izin.
"Apa Abang marah?" Gumamnya sambil menulis setiap kalimat di buku.
"VANO TURUN! AYO MAKAN!" Seru Rajen dari lantai dasar. Vano tersenyum, mendengar teriakan dari Rajen yang menyuruhnya makan membuat rongga di hatinya menghangat. Dia lega, Rajen tidak marah.
"Woke bang!"
Siapa lagi orang yang bisa sehangat itu dengannya selain Rajen? Vano bisa menjamin bahwa dirinya bisa melalui apa saja selama Rajen setia berdiri di sisinya. Berperan sebagai sandaran yang akan selalu mendengar keluh dan kesah.
Vano menghampiri Rajen yang sudah siap di makan. "Woah abang masak sup."
Rajen mengangguk, "dimakan, keburu dingin."
Sebelum Rajen menyelesaikan ucapannya, Vano sudah terlebih dahulu memasukan sendok berisi kuah sup ke mulut nya.
"Huek ____uhuk uhh"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth ✓
Roman pour Adolescents[Follow dulu baru baca] TAMAT Hiraeth memiliki arti yang sangat indah, yaitu kata yang menggabungkan rasa kerinduan, nostalgia, dan rasa ingin pulang ke rumah. Ini semacam kerinduan akan seseorang, tempat, dan waktu, yang tidak bisa diputar kembali...