80

4.7K 642 18
                                    

Renjun beranjak dari punggung Jeno, kemudian mengambil posisi duduk. Ia tidak menyangka secepat ini Jeno mau melamarnya. "Silakan aja. Hak kamu mau lamar aku, hak aku mau nolak atau nerima."

Jeno pun langsung mengikuti gerak Renjun dan kini lelaki itu duduk berhadapan dengannya. Dengan menggenggam tangan Renjun, Jeno berkata dengan tegas "bawa aku ke orangtua kamu."

Renjun menampilkan raut wajah datar kemudian melepaskan pegangan tangan Jeno guna menyentuh kedua pipinya dan mendekatkan wajah mereka. "Yang mau kamu lamar itu aku, engga ada urusannya sama mereka."

Jeno pun ikut menyentuh kedua pipi Renjun sebelum mengecup singkat hidung mancung milik kekasihnya, "kamu sendiri yang selalu nyuruh aku untuk nemuin orangtua kamu dan minta izin langsung sama mereka. Sekarang aku siap."

"Kamu tau kan akhir-akhir ini aku sibuk Jen, seminggu ini aja aku ada di Johannesburg. Engga berani nginep di Harare karena situasi di sana lagi kacau balau, ngeri aja aku lagi tidur tiba-tiba ada yang ngebunuh. Banyak pekerja asia yang abis di tangan pribumi. Pertambangan yang aku punya terpaksa berhenti beroperasi. Ada tekanan dan kecaman luar biasa dari dunia internasional. Itu artinya engga ada hasil produksi sedangkan ada banyak banget kontrak yang harus dipenuhi."

🎨 🎨🎨 🎨 🎨🎨

Jeno mengangguk dan menggeleng pada setiap ucapan Renjun, sebagai tanda bahwa ia mendengarkan dan memahami cerita tersebut. Sebenarnya ia tidak mendengarkan ucapan panjang lebar yang Renjun lontarkan karena Jeno tahu itu hanyalah pengalihan pembicaraan semata.

Yang menjadi fokusnya adalah penampilan Renjun. Tubuhnya makin kurus, pipinya menjadi tirus, matanya lelah dan membengkak. Bukan bengkak khas bangun tidur melainkan bengkak seperti habis menangis. Hidungnya juga sedikit kemerahan, mungkin semalam Renjun menangis hingga tertidur.

"Oh begitu.." ucap Jeno di saat Renjun selesai bicara.

"Jam 2 nih. Makan yuk. Kita engga sarapan, makan siang juga udah lewat."

"Ayo. Makan di rumah aku aja yuk. Sekalian sore ini ada acara di rumah tante aku yang paling tua, entar kamu ikut mau engga?"

Jeno akan menunda membicarakan masalah bertemu keluarga Renjun nanti, ia tidak akan memaksanya dan akan tetap berpura-pura tidak mengetahui apapun. Ia akan menunggu sampai Renjun sendiri yang bercerita. Jeno hanya akan memastikan Renjun tahu bahwa ia dan keluarganya sudah menerima Renjun sebagai bagian keluarga mereka.

Renjun menggaruk tengkuknya, "hari ini? Aku cuma bebas jadwal hari ini. Rencananya nyari tempat tinggal baru, aku mau pindah dari sini."

"Emang di sini kenapa?"

"Horor" jawab Renjun singkat.

Apa ini waktu yang tepat untuk membicarakan perihal rumah? Takut akan reaksi Renjun, dengan gugup Jeno memberitahu rencananya. "Ngomong-ngomong rumah, aku udah liat-liat rumah untuk kita abis nikah nanti. Ya engga semahal atau semewah tempat ini sih.."

"Kenapa?" Tanya Renjun penasaran.

Kenapa? Apa maksud Renjun tanya 'kenapa'? Kenapa Jeno melihat-lihat rumah atau kenapa Jeno berencana membeli rumah murah dan sederhana?

Jeno menyusun jawaban terlebih dahulu untuk menjawab, ia tidak mau Renjun tahu kalau ia sudah tahu masalah keluarga Renjun. "Sekarang emang lagi tren di kalangan rakyat jelata, punya rumah dulu sebelum nikah. Nanti kalau aku udah nabung lagi, kita pindah ke rumah yang lebih bagus. Aku janji."

Jauh dari perkiraan Jeno, Renjun malah tertawa, benar-benar tertawa lepas. "Maksud aku kenapa nunggu abis nikah? Kita bisa tinggal bareng kapan aja. Tren rakyat jelata? Hhahahahaha aku baru denger. Tumben kamu bisa selucu ini Jen." Ucap Renjun sembari mengusap airmata imajiner dari sudut matanya.

Jeno yang merasa sedang tidak becanda tapi ditertawakan tentu saja merasa kesal, ia turun dari kasur meninggalkan Renjun yang masih tertawa. "Engga tau ah. Aku lagi ngomong serius kamu malah ngetawain aku. Terserah lah, aku mau pulang terus siap-siap ke rumah tante"

"Masih suka ngambek kaya gini aja berani lamar anak orang. Nanti kalau kamu ngambek, anak kita ngambek, siapa dulu yang harus aku urus?"

"Urusan kamu." Jawab Jeno merengut.

"Yaudah aku urus anak kita, kamu aku titipin aja. Titipin ke daycare apa ke Jaemin?"

Jeno menatap tidak percaya ke arah Renjun, bisa-bisanya sampai ada pikiran membuat lelucon seperti itu. Becandaan Renjun memang sering keterlaluan. Bukannya meminta maaf atau menyadari kesalahannya, Renjun malah kembali tertawa. Jeno kadang lupa kalau Renjun itu bukan orang baik.

"Aku tau sih kamu itu terlahir samoyed dan pengen banget jadi hachiko, tapi biasa aja dong liatin aku nya. Aku bukan tulang."

Renjun masih saja menggodanya, membuat kesabaran Jeno habis. Benar-benar harus diberi pelajaran. Dengan cepat Jeno menerjang Renjun hingga tubuh kecil itu terjungkal kembali ke atas kasur.


🚨🚨🚨
T

bc
🚨🚨🚨

Jodoh Who Knows - NoRen (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang