■■■■■■
Haechan berdiri sendiri di tengah padang rumput dengan pemandangan luas dan lapang. Di hadapannya ada sebuah pohon rimbun yang selalu membuat teduh dua batu nisan di bawahnya.
Dibangun dengan sederhana, dua makam yang berdampingan tersebut menjadi pusat perhatian Haechan. Itu makam kedua orangtuanya.
Mengabaikan angin kencang yang mempermainkan rambut indahnya, Haechan berjalan pelan namun dengan langkah yang pasti.
Begitu sampai tepat di antara keduanya, Haechan membungkuk dan memberi salam pada makam yang terlihat lebih usang.
Agak sedikit ragu, ia melakukan hal yang sama pada makam yang terlihat sangat baru. Jelas sekali tingkat kehormatan yang ia berikan berbeda pada dua makam di hadapannya.
"Aku ke sini untuk nengok mamah. Bukan papah. Papah yang engga pernah berkunjung ke sini tiba-tiba dikubur di sini. Gimana rasanya?" Tanyanya sinis pada nisan yang terdapat nama dan foto ayahnya.
Lalu Haechan membuang nafas panjang, berusaha menenangkan nafas. Sudah cukup kebenciannya selama ini. Hidup
Ia memilih duduk dan menyandarkan punggungnya di nisan sang ayah. Tangannya menggapai nisan sang ibu dan mengelusnya dengan sayang.
"Ada gunanya juga ya mah papah dimakamin di sini, aku jadi bisa duduk senderan sambil merhatiin nisan mamah."
Kemudian Haechan hanya terdiam tapi pikirannya tidak kosong. Ia hanya menikmati keheningan di sekelilingnya, berada di antara kedua orangtuanya meski hanya nisan mampu memberikan rasa nyaman.
"Udah lama banget aku engg kangen mamah. Jangan salah sangka dulu, aku selalu kangen mamah. Tapi bukan kangen darurat yang bikin aku datang sambil nangis bombay. Aku udah tua sekarang mah, mamah engga akan ngerti apa yang aku rasa. Toh mamah belum pernah mencapai usia aku."
Lalu Haechan terkikik geli sendiri. "Kalau papah ketemu mamah di surga, apa papah akan tetap tua? Mamah jangan mau kalau begitu. Mamah pura-pura engga kenal aja yah."
"Mamah. Kedatangan aku kali ini untuk nyeritain sesuatu. Aku engga mau mamah ketinggalan gosip. Jadi dengarin cerita ini baik-baik."
"Kemarin aku lihat Chani sama suaminya. Mereka lagi liburan tahun baru di Jeju, udah lama banget aku engg ke Jeju tapi sekalinya kesana malah ketemu mereka. Buru-buru aja aku tinggalin Jeju padahal urusan aku belum selesai."
"Aku pengecut? Bukan mah. Aku cuma malas berurusan sama orang di sampingnya."
"Mamah inget Sanha kan? Satpam gatel dan centil yang pernah berusaha deketin papah tapi berhasil aku gagalin?"
"Ya engga masalah kok mereka masih barengan. Bukan urusan aku juga, aku kan udah punya Mark."
Kemudian kembali hening. Setelah beberapa lama dalam diam, Haechan berbalik arah. Kini ia bersandar pada nisan mamahnya dan menatap nisan sang papah.
"Papah juga mau aku kasih cerita?"
"Kehidupan di keluarga kita masih sama seperti pas papah pergi, belum ada hal yang berubah. Mungkin cuma perubahan pada Mark, dia kayak kehilangan panutan. Kelihatannya sih dia lebih sedih ditinggal mertuanya ketimbang aku yang kehilangan papah."
■■■■■■■
Mark memandangi Haechan yang sedang duduk di meja rias. Pasangannya itu sedang membereskan rambutnya, ia sendiri duduk asal pada pinggiran meja rias tersebut.
"Kenapa pulang dari Jeju lebih cepet dari jadwal? Dari mana aja seharian ini?" Tanya Mark ragu.
"Kalau aku engga mau jawab?" Tantang Haechan.
"Ya engga masalah." Jawab Mark tanpa ragu, kemudian ia meninggalkan Haechan sendirian.
Grep.
Mark tersenyum saat merasakan ada yang memeluk tubuhnya dari belakang.
"Makam mamah papah, aku kangen mereka, engga sabar ketemu." Jawab Haechan singkat sembari menelusupkan wajahnya di bahu Mark.
"Kenapa engga ngajak aku?"
"Untuk apa?"
"Ya itukan makam mertua aku. Cuma untuk ngasih salam penghormatan dan nemenin kamu aja sudah jadi alasan kuat."
Mark merasakan Haechan yang mengangguk di belakangnya. "Untuk selanjutnya aku ajak."
Lalu Mark berbalik dan mereka saling berhadapan, ia menunduk untuk menyejajarkan wajah mereka berdua.
Kemudian tanpa diminta Haechan mengecupnya di bibir, sayangnya setelah itu Haechan langsung kabur meninggalkannya.
"Jangan buang-buang waktu. Kita harus cepet ke rumah Renjun. Orang-orang heboh ngomongin tentang perubahan penampilan suaminya." Ucap Haechan semangat.
"Ya ampun. Siapa peduli?" Tanya Mark malas.
Haechan hanya memutar mata jengah. "Siapa peduli? Pasti engga ada yang peduli, semua orang cuma penasaran. Maka dari itu kita semua rayain tahun baru di rumahnya."
"Yakin engga mau rayain tahun baru dari atas langit lagi? Itukan tradisi kita, lihat kembang api dari atas pesawat. Terbang rendah mengitari bumi untuk lihat ledakan api warna-warni." Ucap Mark memastikan.
Perbedaan waktu membuat mereka dapat mengejar semua kembang api dalam zona waktu berbeda. Tentu saja dengan menggunakan pesawat berteknologi canggih.
"Engga lah. Tahun depan lagi aja. Nontonin drama keluarga Lee lebih seru." Jawab Haechan tanpa dapat disanggah.
■■■■■■■
INTO THE FUTURE END
■■■■■■■■
.
.
.
.
.
.
■Terima kasih banyak yang udah nemuin cerita ini. Untuk pembaca setia yang bahkan ngikutin dari awal sampai akhir 🙏🙏🙏🙏🙏🙏
I ♡ U
Maaf jikalau tidak memuaskan dan tidak sesuai ekspektasi. Terutama bagian markhyuk ini.
SELAMAT TAHUN BARU MASEHI 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Who Knows - NoRen (END)
General FictionSudah tamat. Kalau mau tau ceritanya, baca aja sendiri. Tinggal next next doang gancil.