101

12.4K 597 141
                                    

Menjelang malam, keduanya sampai di rumah.

"Ah akhirnya pulang juga."

Begitu pintu rumah tertutup, Jeno memeluk Renjun dari belakang. "Sayaaaang. Engga mau tau, yang tadi pagi mesti lanjut."

Pelukan erat yang benar-benar menempelkan tubuh mereka dengan rapat, sehingga Renjun tidak perlu repot-repot lagi bertanya apa maksud permintaan tersebut.

Jeno menghirup aroma parfum  yang menempel di tengkuk Renjun. Bibir dan hidungnya berkeliaran di sana untuk sementara waktu hingga akhirnya naik ke telinga.

Kini giliran lidahnya yang bergerak, menggoda saraf-saraf di permukaan sensitif dalam ceruk telinga. Mengirim sinyal-sinyal rangsangan ke otak yang berakhir membuat lawannya menggelinjang geli sekaligus menginginkan lebih.

Renjun menyandarkan seluruh masa tubuhnya pada Jeno, membiarkan ujung kemejanya dikeluarkan dari celana dan tangan Jeno menelusup masuk.

Sentuhan-sentuhan lembut namun sensual yang diberikan Jeno pada perut dan dadanya membuat Renjun nyaman. Namun sentuhan tersebut berubah ketika menemukan dua tonjolan mungil di dadanya.

"Eummhhh.." Renjun mulai mendesah saat kedua putingnya ditarik dan dipilin secara kasar. Ia menunduk untuk melihat dadanya dan terlihat jelas cetakan tangan Jeno dari luar kemeja bergerak bebas di dalam sana.

Renjun berbalik dan menatap mata Jeno lalu keduanya saling melempar senyum. Tangan yang tadi mengerjai dadanya sekarang berganti meremas dan memijat bokongnya.

Kemudian Jeno mendekatkan wajah mereka berdua, sangat dekat hingga keduanya dapat saling merasakan hembusan nafas masing-masing.
Ketika Renjun mengangguk baru lah Jeno berani memajukan bibirnya untuk memagut bibir Renjun.

Renjun menikmati ciuman Jeno yang kini memuaskan. Seiring waktu, Jeno yang awalnya polos, pemalu dan kaku dalam urusan ranjang sedikit demi sedikit mulai berani bertindak tanpa harus Renjun yang memulai.

Tapi untuk beberapa hal, Jeno tetap meminta izin dan persetujuan Renjun. Ciuman di bibir salah satunya.

Membuat Renjun heran karena hal itu bertentangan dengan sikap Jeno yang lain. Jeno suka kecup-mengecup di bibir, Jeno juga tidak segan menampar bokong Renjun bahkan dengan brengseknya sering menggigit dan mencubit puting Renjun jika ia tidak sengaja bertelanjang dada dihadapan Jeno.

Lalu ada apa dengan ciuman? Kenapa harus selalu minta izin?

Renjun selalu menahan dirinya untuk bertanya meminta penjelasan, takut jika jawaban yang akan diberikan Jeno membuat hatinya makin lemah.

Di tengah ciuman mereka, mulut Jeno berhenti bergerak. Dengan suara selembut mentega, ia bicara tanpa menjauhkan bibir keduanya. "Di sini aja yuk yang engga usah di kamar."

Renjun mengangguk antusias. Tumben-tumbenan Jeno berinisiatif melakukan seks yang menyenangkan. Selama ini Jeno menganut aliran konservatif.

Harus selalu di kamar dan selalu di ranjang. Meski pun kelakuannya sudah lumayan mesum tapi tetap saja kalau urusan ranjang ya di ranjang.

Jeno menciumi pergelangan tangan Renjun tempat nadinya berdenyut, membuat pemiliknya melayang dalam kebahagiaan. Dengan lembut ia dituntun ke atas sofa di ruang tamu.

Renjun menyeringai dalam hati. Andai saja ibu Jeno melihat semua ini, andai saja ia tahu sofa tamunya akan akan dikotori oleh mereka berdua. Andai ia tahu anaknya yang polos sudah tidak polos lagi. Semua itu karena Renjun. Ia menahan sekuat mungkin agar tawanya tidak muncul di wajah.

Jeno memperhatikan wajah kekasihnya yang mengulum bibir dengan kening berkerut dan pipi menggembung. Tentu saja Jeno khawatir. "Kenapa itu muka? Nahan ...... ? Sayang, mau ke toilet dulu?"

Jodoh Who Knows - NoRen (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang