05

15.9K 2.3K 275
                                    

Transportasi laut yang disiapkan pemerintah untuk mengambil hati sekumpulan investor asing bukan kapal biasa melainkan hotel yang mengapung.

Baru pertama kali ini Jeno masuk ke dalam kapal pesiar. Matanya menelusuri lobi yang ada di hadapannya. Kalau bukan karena jendela yang memperlihatkan lautan di luar, mungkin Jeno tidak akan percaya kalau dirinya sedang ada dalam sebuah kapal.

"They say my room on the 4th floor." Ucapan Huang menghentikan keterpukauan Jeno akan kemewahan interior kapal pesiar yang mereka tumpangi.

"I am your bodyguard, official bodyguard, of course I know which room you are. 402." Jawab Jeno tidak santai, sebenarnya polisi itu kesal karena Huang malah bertanya pada petugas di sana bukan langsung padanya yang berstatus pengawal resmi.

"Hey, hey. If my official bodyguard not stand there moronically and guide me properly to my room, I wouldnt ask around to find it by my self" jawab Huang dengan nada tidak kalah menyebalkan sambil menggendikan bahunya.

Jeno merasa bersalah mendengar jawaban itu, tapi tentu saja enggan untuk minta maaf.

"Ok Sir, lets go to your room. May I ask where is your bag? I'll bring it for you". Jeno mengakhiri perkataannya dengan senyum dan eyesmile palsu.

"Actually I bring nothing. Thats your job to take me shopping around when we reach Jeju." Ucap Huang manis dengan senyum yang palsu juga, setelah itu pergi tanpa menunggu jawaban pengawalnya.

Gw pengawal dari kepolisian anjir, bukan asisten. Tentu saja Jeno cukup bijak untuk tidak menyuarakan apa yang dia pikirkan.

❤❤❤

Jeno masih tidak percaya kalau di atas kapal bisa ada lift. Pikirannya melayang pada tugas yang ia lakukan beberapa saat lalu.

Saat itu Jeno meringkus penjual narkoba di gang kumuh. Dia seorang bapak berbadan kerempeng dan berantakan yang setelah interogasi secara intens diketahui bahwa ia melakukan pekerjaan haram tersebut demi menopang keluarganya.

Hati Jeno mencelos. Kenapa nasib orang bisa jauh berbeda seperti itu.

Anak muda disampingnya bisa menghidupi ratusan ribu orang tidak beruntung jika dia mau. Andai saja para konglomerat ini mau menyisihkan harta mereka, toh harta mereka tidak akan habis hanya karena berbagi. Kriminal-kriminal jalanan yang malang mungkin tidak akan ada lagi.

Jeno menghentikan pikirannya ketika pintu lift terbuka di lantai 4. Matanya langsung menangkap dinding bernuansa putih dengan motif emas dan bunga-bunga cantik dalam pot besar.

Karpet tebal yang menyelimuti lantai dengan lampu-lampu krystal indah yang tergantung apik di langit-langit.

Bahkan hidungnya dapat menghirup aroma yang menyenangkan.

Berjalan sedikit, akhirnya mereka sampai di pintu yang bertuliskan angka 402.

"Its your card, sir. Enjoy your trip." Ucap Jeno yang berniat langsung berpisah setelah menyerahkan kartu akses kamar tersebut.

"You open the door and check inside. My safety come first." Ucap Huang sambil bersandar di dinding samping pintu tersebut.

Jeno ingin membuang nafas kasar tapi ia urungkan ketika melihat senyum cantik tapi menyebalkan Huang Renjun.

Ada sesuatu di mata indah itu yang membuat Jeno enggan menolak tawaran untuk memasuki kamar si pemilik.

Ada harapan dan tantangan di mata itu. Ia harap matanya salah lihat.

Untuk beberapa saat mata mereka berpandangan sebelum akhirnya Jeno membuat keputusan.

🙉🙉🙉

Dengan wajah memerah, Jeno menempelkan kartu tersebut di atas mesin pembaca kartu hingga pintu  terbuka.

Jeno masuk dan mengitari kamar tersebut, menyingkap selimut dan mengecek kasur juga bantal. Menbuka tirai dan jendela. Membuka dan memperhatikan kamar mandi. Memperhatikan langit-langit dan lampu yang menggantung. Membuka seluruh laci dan lemari.

"All clear, sir." Jelas Jeno dengan lantang. Meskipun begitu, jantung Jeno berdetak sangat cepat.

"No spy cam? Or anything weird?" Tanya Huang pelan.

"Ekhm. Crystal clear" jawab Jeno  sambil berdehem dengan tujuan mengurangi gugupnya.

Tapi tetap saja mata Jeno hanya mampu melihat jendela yang terbuka dan masih enggan membalik badannya untuk berhadapan langsung dengan satu-satunya orang di ruangan itu selain dia.

Hingga terdengar suara klik khas pintu tertutup, Jeno masih mematung.

"Jeno, close the window. I dont know what your fantasies are, but its too soon to try on me."

Perkataan Huang yang tidak sopan justru malah berhasil mengurangi kegugupan Jeno.

"Shut it" Jawab Jeno kesal sembari membalik tubuhnya ke arah Huang.

Manusia berparas indah itu sedang bersandar di pintu. Tubuhnya yang menghalangi pintu, Jeno anggap sebagai tanda bahwa Huang melarangnya untuk keluar.

Mereka saling beradu pandang lagi, seakan-akan berkedip dan memalingkan muka berarti kalah.

Akhirnya Jeno menyerah karena jantungnya yang tidak berhenti bergemuruh, ia mengedipkan matanya dan berjalan ke arah pintu.

Huang memberi senyum mengejek.

Dengan kasar Jeno menarik kepala Huang hingga si pendek itu berjinjit dan membungkam bibir si sombong itu dengan bibirnya.

.
.
.
.
😎😎 Tbc 😎😎
.
.
.
.

Jodoh Who Knows - NoRen (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang