90

4.5K 568 63
                                    

Seperti biasa, tubuh Renjun yang lemah tidak akan sanggup menanggung informasi yang terlalu berat dan menyakitkan.

Rasa bersalahnya pada Chani yang kemungkinan mati tertembak dan Haechan yang hanya diam tak mampu bicara membuat Renjun tertekan terlalu kuat.

Akhirnya Renjun pun pingsan dengan darah mengucur dari hidungnya.


🐎🐎🐎🐎

Kai mengetuk pintu kamar mandi yang mengurungnya, ketika tidak ada jawaban terdengar, ia beranikan diri untuk membuka sedikit demi sedikit pintu tersebut.

Diam-diam menyelinap keluar dan menuju kamarnya sendiri. Ia bersembunyi ketika ada segerombolan pengawal yang diyakini adalah anak buah Renjun.

"Wah bener-bener si Renjun, engga pernah setengah-setengah kalau bikin masalah."

Kai melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda. Begitu sampai, ia langsung menghubungi polisi.

"Halo, keadaan saya darurat. Ada puluhan penyusup masuk rumah. Kirim bantuan secepatnya ke rumah saya."

"..."

"Saya disekap di kamar mandi dan dua satpam rumah saya pun jadi korban. Belum tau pembunuhan atau hanya pingsan."

"..."

"Saya kenal mereka, atas nama Huang Renjun dan Kang Chanhee."

"..."

Kai menutup ponselnya. Tanpa tahu apa pun yang terjadi di kamar anaknya, ia memilih turun ke lantai dasar dan menunggu para aparat penegak hukum di gerbang rumah sekaligus mengecek dua satpamnya.

"Semoga Mark bisa ngatasin Renjun dan gerombolannya sendirian."

Kai tidak tahu saja, yang sendiri itu justru Renjun dan Chani.


🎎🎎🎎🎎🎎

Mark benar-benar berusaha menahan diri saat mendengar ocehan Kang Chanhee. Ingin sekali langsung membunuhnya namun di sisi lain ia juga penasaran dengan cerita yang disampaikannya.

Mark baru tahu sedalam itu hubungan mereka berdua. Tapi belum tentu juga hal yang dikatakan Chani itu benar. Bisa saja itu hanya omong kosong untuk mengulur waktu kematiannya.

Di saat Mark mendengar ceritanya dengan seksama, tiba-tiba Chani bangun dan hendak menghajarnya.

Tentu saja dengan mudah Mark menghindar dan balas mendorongnya hingga ia terjatuh ke lantai.

"Beneran engga bisa belajar dari pengalaman yah?" Mark mendecih dan menginjak punggung Chani yang telungkup di lantai.

"... ... ..." ucap Chani berbisik ke lantai.

Mark dengan baik hati mau menunduk untuk mendengar Chani. "Hah? Apa?"

Chani sedikit mendongak untuk menjawab Mark. "Lepasin Haechan dan Renjun, biarin saya ngomong sama Haechan untuk yang terakhir kali, abis itu kamu boleh habisin nyawa saya."

Mark tertawa. "Balik lagi ke kamu-saya? Bukannya tadi udah berani pakai bahasa kasar?"

Mark menyuruh salah satu gengster bayarannya untuk menyerahkan senjata yang ia pegang kepadanya.

Dengan ahli, Mark memainkan pistol tersebut lalu mengarahkannya ke pelipis Chani. "Banyak banget maunya yah. Saya gak perlu izin siapapun untuk bisa ngilangin nyawa orang lain."

Mark bisa merasakan nafas Chani semakin berat dan tubuhnya menegang, mata yang sudah pasrah itu kembali berani menatapnya dengan berapi-api "saya bukan orang pertama yang kamu bunuh!?"

Mark terkekeh mendengar pertanyaan polos Chani, " itu pertanyaan yang terlalu pribadi, engga mungkin saya jawab. Tapi kamu lucu yah, kita udah bolak-balik ngobrolin saya ngilangin nyawa kamu lho. Jadi kamu pikir saya becanda?"

"Saya kira kamu terlalu cinta sama Haechan dan mau bunuh saya karena ganggu hubungan kalian. Ternyata kamu cuma pembunuh!"

Mark tidak langsung menjawab Chani karena sejujurnya ia juga tidak tahu harus merespon apa, tapi ya sudahlah lagipula yang Chani lontarkan juga bukan pertanyaan. Chani hanya mengatakan opininya.

Opini yang membuat Mark kesal.

Dengan cepat Mark menembakan peluru berkali-kali ke arah Chani.

Proyektil-proyektil dan peluru-peluru kosong tersebut berhamburan ke lantai di sekitarnya.

"Ini senjata yang harganya lumayan mahal, jadi engga akan kedenger ada suara tembakan. Kamu tau cara kerja proyektil? Eh tapi kamu perawat di rumah sakit milik polisi kan? Ya pasti ngerti lah tanpa saya jelasin."

Chani yang masih terkejut tidak dapat berkata apa pun. Sedikit saja bidikan Mark meleset, dapat dipastikan nyawa Chani melayang.

"Bos, ada keributan di luar" ucap salah satu orang bayaran Mark.

"Buka aja pintunya, jangan sampe mereka dobrak." Jawab Mark tegas yang diikuti dengan gumaman yang tidak terdengar siapapun. "Nyewa pengawal di mana sih si Renjun? Lama amat nyampe sininya. Heran."

Kemudian Mark melempar kembali pistol yang ia pegang ke pemiliknya, "Lawan pake tangan, jangan ada darah ngotorin lantai kamar ini kecuali darah orang itu." Tunjuk Mark pada Chani.

Pintu dibuka dan pengawal-pengawal tersebut menerobos masuk. Perkelahian tidak dapat dihindarkan.

Mark melihat pertarungan tersebut tanpa minat, ia malah memperhatikan Chani yang masih berada di lantai menelungkupkan kepalanya dan merangkak sedikit demi sedikit menjauhi keramaian menuju pintu tempat Renjun dan Haechan berada.

Mark tersenyum miring, "dipikir semudah itu bisa ngedapetin mereka berdua?"

Di tengah keributan perkelahian antara orang bayarannya dan bayaran Renjun, Mark berjalan santai menuju Chani. Ditariknya kerah seragam perawat itu dengan kasar lalu dilempar lagi menjauhi pintu ruang pakaian Haechan.

Mark mendengar pintu tersebut digedor-gedor dari dalam, sudah pasti itu perbuatan Renjun. Siapa lagi? Tidak mungkin Haechan.


Dorr Dorr Dorr

Mark terkejut, saat tiba-tiba ada suara tembakan. Semua keributan mendadak hening dan semua menghentikan perkelahian, bahkan Renjun juga berhenti menggedor pintu.

"Polisi! Angkat tangan!"

Kedua tangan Mark terangkat, Chani juga perlahan bangun untuk mengangkat kedua tangannya dengan susah payah. Akhirnya semua yang ada di ruangan tersebut kecuali polisi mengangkat tangan.

Kai masuk dan langsung melihat keadaan Mark. "Mark? Kamu engga apa-apa?"

Mark menahan wajahnya untuk tidak tersenyum, "engga apa-apa om."

Kai tidak percaya, ia tetap membolak-balikan badan Mark untuk mencari luka. "Oke. Terus dimana Haechan dan Renjun?"

Mark menyingkir dan menunjuk ruangan pakaian Haechan. "Mereka aman, om. Keselamatan mereka yang utama. Tapi Renjun sedikit susah diatur jadi aku iket aja. Gapapa kan om?"

Kai mengangguk "engga apa-apa, dari kecil Renjun emang keras kepala."

Lalu dengan wajah murka, Kai kini mendatangi Chani. Tanpa basa-basi, ia memukul wajah tersebut.

🏉🏈🏉🏈🏉🏈🏉

Tbc







GENGS INI TUH MASIH KEJADIAN DAN WAKTU YANG SAMA TAPI DENGAN SUDUT PANDANG ORANG YANG BERBEDA.

Chani sehat wal afiat gengs, jangan khawatir..

Jodoh Who Knows - NoRen (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang