Bagian 29. (Kesepakatan Dua Pangeran)

168 33 16
                                    

Sesuai kesepakatan, Jungkook bersikap seolah-olah tidak pernah mengetahui rahasia Taehyung saat pagi datang dan harus mempertemukan mereka di dapur rumah Kim Jojo.

"Potong yang benar!" teriak Jojo sambil memukul kepala Taehyung yang mendapat tugas memotong daun bawang. "Itu masih terlalu panjang. Kau pikir, yang akan memakan itu adalah kambing?"

"Tanaman ini membuatku menangis. Kenapa kau cerewet sekali?" Taehyung memprotes dan menoleh dengan mata berkaca-kaca.

"Jangan manja. Lakukan saja atau kau mau kupukul lagi?!"

Jungkook tersenyum dari tempatnya bekerja mendapati pemandangan itu. Antara cemburu sekaligus iri atas kedekatan Taehyung dan Jojo. Namun, ia segera terpikirkan akan pembicaraannya dengan Taehyung semalam. Mustahil untuk dapat melindungi Jojo bila ia memilih nekat mengikuti kata hati, Jungkook buru-buru menggeleng dan kembali fokus dengan jatah tugasnya. Dia harus segera menyiapkan meja makan sebelum masakan Jojo dan Taehyung matang, dan bersabar menghadapi Ru Na yang sesekali sengaja menyenggol tubuhnya untuk menarik perhatian.

"Kalau kau sudah baikan...."

Jungkook langsung terbatuk sebelum Ru Na menyelesaikan perkataannya, memperlihatkan wajah seolah-olah ia begitu kesakitan. "Aku tidak baik-baik saja. Kurasa aku harus pergi ke rumah sakit sepulang dari sekolah."

Ru Na tidak merespons, mempoutkan bibir sebal lantaran usahanya kembali gagal. "Aku akan mengantarmu ke rumah sakit."

"Tidak perlu. Kau akan ikut donor darah. Jadi setelah kegiatan itu selesai kau harus langsung pulang dan istirahat."

"Menurutmu begitu?" Ru Na begitu mudah disenangkan, menyangka alasan itu adalah bentuk perhatian Jungkook padanya.

Jungkook hanya mengangguk kikuk dan kembali bekerja. Bersyukur saat Ru Na akhirnya berlari kepada Jojo untuk memberitahu betapa tunangannya sangat perhatian. Jadi, Jungkook bisa dibiarkan sendirian tanpa gangguan.

"Dia tidak akan pernah melirikmu lagi, karena akhirnya Jungkook menyadari bahwa aku adalah wanita yang paling sempurna untuknya," pungkas Ru Na mengakhiri cerita hiperbolisnya.

"Baguslah jika kalian akhirnya akur." Jojo menanggapi dengan senyuman penuh rasa syukur. Walau kemudian ia memutar bola mata tanpa sepenglihatan Ru Na.

Keempat remaja itu terlihat akur seakan-akan tidak pernah saling bermusuhan sebelumnya, melupakan kekonyolan semalam dan sarapan bersama setelah berseragam sebelum melanjutkan kegiatan dengan berangkat ke sekolah bersama.

Sekalipun tidak sepenuhnya baik-baik saja, Jungkook tetap balas tersenyum manakala Taehyung diam-diam tersenyum padanya. Setidaknya, ia sudah bertemu kakak yang selama ini begitu ia rindukan dan khawatirkan. Belajar melupakan Jojo mungkin tidak akan mudah, tapi paling tidak, ia bisa berusaha, pun untuk mencintai Ru Na yang sejak keluar dari rumah Jojo sama sekali tidak mau melepaskan pelukannya. Gadis itu benar-benar jatuh cinta sehingga nyaris mustahil membuatnya mau menyerah. Maka, Jungkook harus mengalah, sebab ia tak boleh hancur dalam pertempuran tak kasat mata yang sedang terjadi di tengah keluarganya.

Di sekolah, aula utama sudah disulap selayaknya UGD. Ranjang-ranjang ditata sedemikian rupa dan diberi penyekat di antara satu dan yang lain. Para dokter dan perawat mempersiapkan semua keperluan yang dibutuhkan dalam kegiatan dibantu beberapa staf sekolah dan murid-murid yang tidak memenuhi syarat untuk mengikuti kegiatan donor darah.

Sementara itu di bagian luar, mobil-mobil milik wartawan dari stasiun TV, media daring dan cetak yang turut andil dalam peliputan acara sosial ini mulai berdatangan. Di antara keramaian itu, Jungkook tak sengaja melihat keberadaan Seok Jin dan teringat pada rencana yang lelaki itu bicarakan dengan Nyonya Yuu Jin, bergegas berlari mencari Taehyung untuk memberi peringatan agar tidak melakukan donor darah, saat ketidakberuntungan ketemu Nyonya Liliana lebih dulu menghampirinya.

Jungkook hanya bisa menelan ludah dan berusaha tersenyum pada sang ibu yang terlihat mengerikan berharap dapat meluluhkannya, namun ia sepenuhnya gagal. Nyonya Liliana tidak tersentuh dengan senyuman maut sang putra, tidak berkata apa-apa, langsung menyeretnya menjauhi gedung, mendorong Jungkook paksa masuk ke dalam mobil dan membawanya meninggalkan sekolah.

"Eomma, aku harus melakukan sesuatu di sana. Ke mana kau akan membawaku?" protes Jungkook begitu mobil kian kencang menjauhi sekolah.

Nyonya Liliana menyeringai, menguatkan cengkeramannya pada setir seakan-akan berusaha menahan kesabarannya. "Membawamu menjauhi masalah, memangnya kau pikir apa lagi?"

"Tapi aku harus bertemu dengan temanku."

"Diam! Kau benar-benar membuatku frustrasi. Apa kau sebegitu bodohnya dan tidak mengerti maksud dari semua ini? Para wartawan hadir di sana. Jika mereka melihatmu sebagai putra pemilik sekolah yang tidak mengikuti kegiatan donor darah sementara siswa lain melakukannya, kau dan keluarga kita akan dihujat habis-habisan."

"Maka biarkan aku melakukannya."

Nyonya Liliana melepaskan tangan kanannya dari kemudi untuk menampar wajah putranya yang ia anggap bebal. Begitu keras dan menyakitkan hingga Jungkook terdiam antara terkjut dan tak percaya bila sang Ibu akhirnya melakukan serangan fisik padanya. "Kau tahu betapa hampir gilanya aku mencarimu selama tiga hari ini? Hasil tes kesehatanmu mengerikan dan Yuu Jin tiba-tiba menggelar acara donor darah bahkan mendatangkan para wartawan. Jika tidak bermaksud menjebakmu, dia pasti sudah tidak waras karena mendadak bisa memikirkan nasib orang-orang yang membutuhkan darah di luar sana. Jadi diamlah dan jangan memprotes apa pun yang kukatakan!"

Jungkook menelan ludah dan menunduk, menuruti sang Ibu untuk tetap diam.

"Kita akan menemui dokter di rumah sakit di luar kota yang tidak ada hubungannya dengan keluarga Jeon Tae Joo untuk melakukan tes ulang kesehatanmu. Jika hasilnya tetap sama, dalam artian kau benar-benar menggunakan obat-obatan terlarang itu, maka aku sendirilah yang akan mengirimmu ke luar negeri untuk rehabilitasi!"

"Kenapa harus ke luar negeri?" Jungkook menyahut tidak senang.

Nyonya Liliana mendengkus, setengah tertawa mengejek putranya, "Karena aku tidak bisa membiarkan orang-orang di negeri ini tahu kalau anakku sangat bodoh. Banyak hal bisa kau nikmati sebagai putra Jeon Tae Joo. Kau bisa menghamburkan uangmu untuk bersenang-senang dengan teman-temanmu, membeli koleksi mobil atau bahkan wanita, tapi kau malah dengan tololnya menggunakan semua itu untuk membeli obat terlarang dan meracuni dirimu, di mana otakmu?!"

Nyonya Liliana menjeda sejenak untuk menarik napas panjang guna mengisi paru-parunya yang kembang kempis menahan marah, sebelum kembai melanjutkan, "Pokoknya, masalah ini tidak boleh ketahuan orang luar. Seumur hidup aku bertahan dalam pernikahan berantakan ini hanya demi dirimu bisa hidup nyaman tanpa harus mengalami kesulitan seperti kebanyakan anak di luar sana. Jadi ... hargailah pengorbananku dan jangan pernah kecewakan aku lagi dengan tindakan bodohmu!"

"Eomma...."

"Bertahanlah sampai usiamu dua puluh tahun!" Nyonya Liliana menukas dengan mata berkaca-kaca. "Sekalipun kau tidak bahagia dengan kondisimu saat ini, atau bahkan kau merasa ingin mati setiap hari, tapi demi pengorbananku, tolong bertahanlah sampai usaiamu dua puluh tahun. Jalani kehidupan tidak menyenangkan ini beberapa tahun lagi."

Jungkook tercenung, tak mengerti dari mana sang Ibu bisa tahu mengenai apa yang ia rasakan dan ingin sampaikan. Bertanya-tanya apakah Nyonya Liliana mengetahui semua itu semenjak awal bahwa Jungkook tidak pernah bahagia dengan kehidupan serba mewahnya? Ataukah....

"Saat usiamu dua puluh tahun dan Ayahmu telah mewariskan semua harta yang seharusnya menjadi hakmu...." Kata-kata Nyonya Liliana menghentikan lamunan Jungkook. "Kau boleh melakukan apa saja yang kau inginkan, aku tidak akan mengekangmu lagi. Tapi untuk saat ini, jika kau berani membuat masalah, maka aku sendirilah yang akan menghukummu. Apa sekarang kau mengerti kenapa aku bersikap keras padamu selam ini?"

*

Descendants [21+ END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang