Bagian 43. (Tendangan Untuk Masa Depan)

189 34 21
                                    

"Bagaimana kalau akhir pekan ini kita kamping bertiga?"

Bersikap seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa, Taehyung menyelinap masuk ke kamar Jungkook pada malam harinya dan menginterupsi lamunan sang adik yang tengah menggelosorkan setengah badannya menelungkupi meja belajar.

Jungkook tidak bersemangat merespons, memilih setia memainkan pulpen dan menunggu Taehyung datang menghampirinya.

"Kau, aku dan Seok Jin Hyung. Mari kita pergi ke Seoul Grand Park Campground dan menikmati waktu bersama." Tahyung masih melanjutkan ocehannya, berpura-pura tidak menyadari ekspresi kalut yang Jungkook tampilkan.

"Kurasa itu akan sangat seru dan menyenangkan." Taehyung lalu memungkasi sambil menepuk bahu kanan Jungkook. Namun, malah tak sengaja membuat kerah piamanya tertarik ke belakang sehingga menampilkan puluhan bercak kissmark berwarna cokelat keunguan di sepanjang leher dan bahu Jungkook yang putih bersih.

"Aish...!" Sontak, Taehyung pun terpekik sambil mengerjap dan berkidik merinding.

Ru Na pasti benar-benar luar biasa karena bisa meninggalkan semua jejak itu di sana dan membuat Jungkook sampai harus seharian menutupi lehernya menggunakan syal saat keluar kamar.

"Bukankah itu menjijikkan?" Jungkook menyadari ketidaknyamanan Taehyung, bertanya dengan suara yang nyaris tenggelam tak ubahnya kapal yang sudah setengah karam. "Dia mendapatkan apa yang paling diinginkannya. Dan aku pada akhirnya tidak bisa ke mana-mana, harus melanjutkan semua ini."

"Aku mengerti perasaanmu—"

"Kau sama sekali tidak mengerti karena bukan kau yang dipaksa menggantikan pertunangan saudaramu." Jungkook menukas sinis, menegakkan posisi duduknya dan melemparkan pulpennya ke sudut meja uring-uringan. "Kau tidak pernah tahu rasanya bercinta dengan wanita yang tidak kau cintai."

Taehyung mendesah. Ia tahu adiknya sedang dalam suasana hati yang buruk, tak ingin gegabah dan membuatnya semakin marah. "Kukira ini sudah selesai?" Ia bertanya lembut sambil menyandar ke meja Jungkook. Menatap adiknya yang kini menunduk tak menjawab di kursinya. "Lagi pula kau sudah melakukannya. Terlepas dari apakah kau benar-benar menginginkannya atau hanya terbawa suasana, itu sudah terjadi, jadi berhenti merengek dan bertanggungjawablah sebagai pria dewasa."

"Kau pasti senang sekarang." Jungkook menjawab tetap sambil menunduk.

"Aku memang senang mendengarnya." Taehyung mengakui lugas, membuat Jungkook sontak mendongak dan menatap sinis padanya. "Jangan salah paham. Aku bukannya senang melihatmu tidak bahagia. Maksudku, kau melakukan itu. Artinya kau memiliki peluang untuk bisa jatuh cinta dengannya. Tidakkah kau menyadarinya?"

"Peluang apanya?"

"Jangan munafik. Kau tidak akan bisa ereksi jika benar-benar tidak tertarik padanya." Taehyung mengacak rambut Jungkook dan kembali berdiri tegak. Kemudian menyusupkan kedua tangannya ke dalam saku celana piama. "Istirahatlah. Besok kau sudah harus mulai kembali ke sekolah. Jangan sia-siakan waktumu untuk melamunkan hal-hal tidak berguna. Kau beruntung bisa mendapatkan Ru Na. Tampaknya dia sungguh hebat di tempat tidur."

"Tetap saja aku membencimu!" Jungkook menyambar pensil dan melemparkannya ke tubuh Taehyung saat kakaknya itu hendak berjalan keluar.

Taehyung berhenti dan menghela napas sebelum menolehnya. Ia kemudian memungut pensil yang terjatuh di bawah kakinya dan mengembalikannya kepada sang pemilik. "Andai kau sadar betapa miripnya dirimu dengan Ru Na."

"Jangan menyama-nyamakan kami!"

"Itu memang faktanya. Hari ini kalian sama-sama melempariku dengan sebuah benda karena marah. Kalian benar-benar berjodoh." Taehyung menjelasakan sarkas, dan reaksi Jungkook di luar dugaan.

Descendants [21+ END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang