Semuanya kembali dari awal, memulai goresan hidup yang baru untuk kita berdua.
Alen & Dirga
❤💜💛💚💙
Acara pernikahan Alya dan Haris di selenggarakan di salah satu aula hotel ternama di Jakarta. Kini kedua mempelai itu tengah berpose terakhir untuk difoto dengan beberapa kolega bisnis Haris. Pernikahan ini hanya di hadiri oleh beberapa kolega bisnis, teman terdekat dan keluarga saja.
Acara sukses ini sebentar lagi akan usai. Dengan tubuh yang jenuh dan lelah, Alen memutuskan untuk keluar dari aula dan memasuki lift, menuju rooftop bangunan ini untuk mencari angin segar, dan pasti akan sangat menyejukan mata melihat pemandangan Kota Jakarta dari atas sana, pikirnya antusias.
Hingga sampailah dia di lantai teratas. Sepi, cahaya matahari bersinar terang berwarna orange menghiasi langit sore. Burung-burung yang bertengger di pagar pembatas pun berterbangan ketika Alen mendekat.
Ia melipat tangannya di pagar. Begitu cantik langit sore dan tidak menghiraukan terpaan panas yang tercipta dari sang surya.
"Alen," panggilan itu membuat bulu kuduk Alen berdiri, segeralah ia berbalik dan mendapati cowok itu menatapnya dengan sendu. Jarak diantara mereka hanya berjarak satu meter, cukup dekat, dan membuat Alen cukup takut.
"Maafin gue, maafin gue." Dirga mendekat berusaha meraih tubuh Alen yang kian bergetar. Namun dengan cepat di tepis Alen dengan sisa tenaganya dan disusul bening bening air yang mengalir begitu saja dari mata Alen. Namun Dirga tidak lengah, dan berhasil memegang kedua bahu Alen.
"Lepasin!"
"Dengerin gue Alenia," suara itu terdengar lirih sekali. Alen yang sedari tadi memberontak pun menghentikan perbuatannya, berusaha untuk mengerti juga dengan Dirga.
"Gue minta maaf atas kejadian itu." Dirga menunduk, lalu melepaskan tangannya dari bahu itu. "Gue cuma mikir jangka pendek, gue cuma pengen lo jadi milik gue dengan cara yang buruk," cewek itu masih menatap cowok yang kini tatapannya beralih darinya ke arah langit senja yang apik.
"Gue gak mikirin gimana nanti lo kedepannya. Gue tau pasti lo benci banget sama gue, tapi gue mohon maafin gue. Sekarang kita jadi saudara tiri, gue cuma pengen kita gak punya masalah apa-apa," cowok itu kembali menoleh ke arah cewek itu dengan tatapan sayunya.
"Gue tau permintaan maaf gue ini gak sebanding sama kelakuan gue yang lalu, tapi please kasih gue kesempatan." Dirga kembali mendekat ke cewek itu.
"Jujur, gue malu ketemu sama lo, gue sadar lo ngejauhin gue beberapa hari ini, gue pengen ngejelasin, cuma gue gak punya keberanian yang tinggi. Jangankan itu, gue sengaja berdiam disini dan gak turun ke aula karena gue malu ketemu sama lo. Malu sama kelakuan gue yang sudah di batas wajar kemarin."
"Tapi lo datang kesini, dan gue rasa ini waktu yang tepat untuk ngejelasin semuanya."
"Jadi, maaf ya, Alen?"
Mata sayu itu mengisyaratkan betapa menyesalnya dia. Alen sadar sekali, perbuatan Dirga sudah di batas wajar. Dari dulu memang Dirga selalu berusaha agar apa yang ia mau harus di dapatkan. Namun Alen juga mengerti sifat cowok dihadapannya ini. Berkenaan dengan masalah, Dirga adalah seorang cowok yang sangat rapuh, dia berbeda dengan yang lain. Bisa di bilang Dirga adalah pecundang, namun Alen tau benar jika cowok itu sebenernya hanya ingin di mengerti.
"Untuk masalah itu, gue maafin. Kalo gue pikir-pikir, ini juga salah gue. Mungkin tanpa gue sadari, gue juga udah ngasih harapan ke lo. Itu salah, seharusnya gue gak berbuat demikian. Tapi kalo boleh gue bilang, segala perhatian yang dulu gue berikan ke lo semata-mata karena lo adalah sahabat kecil gue, ditambah lagi karena waktu itu kita sebentar lagi jadi saudara walaupun gak sedarah." semilir angin sore menerpa, semakin menghangati percakapan mereka berdua.
"Jujur, gue masih takut dan canggung ke lo, walau pun gue udah maafin lo, tapi peristiwa itu masih membekas. Namun jauh dari lubuk hati gue Dir, gue sayang lo." Alen berusaha tersenyum hangat walaupun terasa canggung sekali. Dirga menatapnya lekat.
"Sayang lo ke gue yang salah gue tafsirkan dulu. Sekarang gue tau, sayang kita berbeda." Keadaan hening. Alen kebingungan karena entah mau membalas ucapan Dirga seperti apa, sedangkan Dirga terdiam karena menahan gejolak rasa yang berusaha ia elak.
"Lo tau, gue jauh-jauh dari Samarinda dan sekolah disini itu karena nyari keberadaan lo. Di dukung juga sih sama keinginan papa yang mau buka cabang perusahaannya kesini." Dirga tersenyum hangat kepadanya, membuka percakapan lagi. "Awalnya gue kira lo sekolah di SMA Bangsa, eh taunya di SMA Bagaskara. Akhirnya cuma beberapa bulan sekolah disitu, gue mutusin buat pindah lagi ke SMA Bagaskara, demi lo." Alen terpaku, sebegitu besarkah perasaan Dirga kepadanya?
"Gue kira dengan kehadiran sahabat kecil lo ini, lo bisa ngisi waktu dan hati lo dengan gue, ternyata selama bertahun-tahun kita pisah, lo udah ada pengganti gue."
"Gue benci itu Alen. Di tambah lagi paksaan papa untuk menjodohkan gue sama Aliska buat gue semakin tertekan dan tersudut."
"Aliska? Lo? Jadi perjodohan yang selalu lo tanyain ke gue itu juga mengenai Aliska?" Alen mengernyitkan dahinya bingung dengan pembahasan Dirga.
"Iya, Aliska dan gue di jodohin demi balas budi. Dulu, ketika perusahan papa jatuh, Ayah Aliska yang membantu papa untuk bangkit kembali sampai jaya raya seperti sekarang. Namun, Ayah Aliska sudah meninggal dua tahun yang lalu, perusahaan itu kian lama semakin jatuh karena gak ada yang ngurus lagi, dan akhirnya perusahaan itu jatuh dan bangkrut, hutang juga ada di mana-mana."
"Dengan perjodohan ini, papa ngarepin gue untuk bisa ngurus perusahaan Ayah Aliska itu dan menafkahi keluarga kecil itu, itung-itung sebagai pembalasan budi."
"Tapi mau bagaimana pun Al, gue gak bisa ngebohongin perasaan gue sendiri, gue muak sama kehidupan gue yang berasa palsu dan kayak boneka. Selalu di atur dan di permainkan sesuka hati mereka tanpa mikirin apa yang gue rasa."
"Perasaan gue udah terpaut sama lo, dan gue sadar, bahagia lo itu bukan sama gue." Dirga tersenyum getir. "Semua cerita tentang lo terpaut sama Erga, perasaan lo hanya untuk Erga, bahagia lo bersamanya." Alen tercengang Dirga mengetahui itu. Entahlah, namun ada rasa tidak enak hati ketika Dirga mengatakan hal itu.
"Gue harap keadaan kayak gini terus ya Al, di mana lo bisa bahagia sama orang pilihan lo, di mana kita bisa kembali ngemulai semuanya dari awal, dan di mana nantinya gue bisa nerima kenyataan yang gak gue inginkan " dalam hati Alen juga berdoa dengan demikian. Hatinya tenang, Tuhan mengabulkan doanya. Semua berjalan lancar seperti tempatnya, bagaikan planet yang kembali ke orbitnya masing-masing, seperti yang ia harapkan.
Dirga tidak ingin kehilangan Alen untuk kedua kalinya. Hanya dengan cara inilah ia bisa berada di sisi Alen, menghilangkan rasa, menerima status baru mereka, dan mengikhlaskan Alen dengan pilihannya.
Sekaligus menerima kenyataan yang akan terjadi kedepannya, di mana ia tidak bisa mengelak dari perjodohannya.
Dirga berharap, semoga ini jalan yang paling terbaik dari Tuhan kepadanya.
❤💙💚💛💜
Tsafita Zulfa
22 November 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
ERGALEN [END✔]
Dla nastolatkówIni hanyalah kisah klise, tentang persahabatan cewek dan cowok yang mengundang segala warna di antara keduanya. Kisah dua orang sahabat yang memendam rasa, tetapi tidak berani mengambil kesempatan. Ini tentang Erga dan Alen, hingga semuanya terasa b...