Jangan berharap, karena itu bentuk menyakiti diri sendiri paling sengaja.
Erga♪
❤💜💛💚💙
Erga memutuskan untuk singgah dulu di bascamp gengnya. Siapa tau disana ada sohib-sohibnyanya yang tengah berkumpul. Saat ini dia hanya perlu menyenangkan hatinya setelah kejadian tadi. Setelah memakirkan motornya dia masuk dan mendapati Sean dan Rann yang tengah asyik bermain PS.
"Lo pada kok gak ngabarin gue sih, gitu kan gue juga mau maen bambang." Erga bersungut kesal.
Sean berdecak, matanya masih fokus pada layar televisi. "Ealah, tadi katanya mau main ke rumah Alen gimana sih? makanya gue gak ngabarin lo." Erga terdiam. Sean benar, ah ia skakmat deh.
"Besok jadwal kalian beresin rumah ini, jangan lupa loh!" Raga berteriak dari arah dapur. Mendengar adanya sosok Raga, Erga lalu berjalan menuju dapur, menghampiri Raga yang tengah makan malam sendirian.
"Eh ada lo Er. Gue kira tadi itu suara Bara." Erga tersenyum kepada Raga. Erga lalu meleparkan helm-nya kepada Raga dan langsung di tangkap dengan cekatan oleh Raga.
"Lo bisa gak sih sehari aja gak ngerecokin gue, ini gue lagi makan, kalo helm lo jatuh ke ini piring kan berabe pekok!" mendengar itu, Erga hanya menyengir kocak dan berjalan menuju lemari es, mengambil sekaleng Coca-Cola kesukaaannya, meneguknya dengan cepat hingga tandas dan menaruh begitu saja botol itu di meja makan.
"Ada apa? Cerita sama gue." Raga yang tengah mencuci piringnya bertanya kepada Erga. Wajahnya yang sendu menandakan bahwa Erga dalam vase tidak baik-baik saja, dan Raga tau itu. Raga adalah orang yang paling peka diantara sohibnya yang lain.
"Kalau lo jadi gue, lo bakalan kejar atau mundur?"
"Alen lagi?" Raga tertawa singkat lalu menepuk bahu Erga. "Gue gak tau mau pilih yang mana Er, gue juga kayak lo kok, kadang ragu-ragu."
"Tapi saran gue, kalo lo ngerasa capek, ya mundur dan ilangin perasaan lo itu sekarang. Dan kalo lo gak mau perjuangan lo sia-sia ya kejar dia, inget perjuangan itu pasti membuahkan hasil."
Erga lalu menatap Raga yang kini tengah menaruh helm-nya di rak helm, Raga menatap lekat cowok itu. "Intinya cuma satu, jangan pernah berharap lebih, karena itu bentuk menyakiti diri sendiri paling sengaja."
❤💙💚💛💜
Tatapan mata Dirga membuat dirinya tidak tega. Tatapan mata Dirga tadi sama seperti tatapan mata yang biasanya Erga berikan kepadanya agar ia mengabulkan keinginan cowok itu.
Alen ingin menolak ajakan Dirga namun dirinya seakan tidak tega untuk mengatakan hal itu. Namun disisi lain dia tidak ingin membuat Erga pergi. Dia serba salah. Namun Alen harus memilih salah satu.
Dan setelah itu Erga Meninggalkannya. Sepertinya Alen tau jika Erga mengerti tatapannya tadi. Ia merasa bersalah sekarang kepada Erga. Ia harus meminta maaf kepada cowok itu besok.
Kini dia sudah berada di meja makan, tepatnya makan malam bersama Dirga dan Papa Dirga–Haris di kediaman Dirgantara, yang berada di kawasan perumahan elite yang isinya berupa rumah-rumah mewah.
Di meja itu mereka berbincang-bincang, baik prestasi, hobi, maupun masa lalu Alen bersama Dirga di panti asuhan. Ya, untuk kali ini dia menceritakan masa lalunya kepada orang lain, karena yang dihadapannya saat ini adalah orang tua angkat dari teman kecilnya dulu di panti asuhan.
Ya, memang selama ini Alen selalu merahasiakan hal ini. Termasuk Erga sekali pun yang notabenenya adalah sahabatnya sedari SMP itu.
"Gimana-gimana hari pertama Dirga di sekolah? Ada kejadian apa nih? Dirga ada godain cewek gak?" pria tampan berperawakan tinggi gagah dengan usia empat puluh tahunan itu pun bertanya pada Alen dengan antusias.
"Papa..." kesal Dirga mendengar pertanyaan papanya yang konyol itu.
Alen tertawa kecil. "Perlu bapak tau, Dirga baru sehari masuk sekolah aja udah di jadiin inceran cewek-cewek se-SMA."
"Banyak nih ya calon pacar kamu," ujar Haris, dan itu mengundang tawa Alen. Bukannya marah, Dirga malah tersenyum. Tersenyum ketika melihat wajah cantik itu menebarkan aura positif di dalam dirinya.
"Ngomong-ngomong kamu di adopsi sama keluarga mana nak?"
Alen tersenyum ramah. "Saya diadopsi keluarga kecil pak, oleh keluarga Yunda pak."
Ya walaupun Alen termasuk tipikal orang yang cuek, dia masih mempunyai etika ketika berbicara pada orang tua. Entah ketika mendengar hal itu, Haris terdiam. Nampak sedikit terkejut dan entah tersenyum dengan artian yang tidak bisa Alen jabarkan.
"Yunda? Ibumu berarti Alya Amalia Yunda?" cewek itu mengangguk mantap seraya melahap steak sapi didepannya. Haris tersenyum simpul melihat itu. Bukan senyuman simpul biasa, melaikan senyuman penuh arti.
❤💙💚💛💜
"Papamu keliatan gak egois kok, malah gue rasa, papa lo itu ramah dan so funny banget!"
Dirga memutar bola matanya kesal. Tetapi pandangannya tetap fokus kedepan mengendarai mobil. Saat ini Dirga sedang mengantarkan Alen pulang. Alen sudah menolak berulang kali dan memilih memesan Go-Jek, namun Dirga tetap kekeh untuk mengantarkan Alen pulang alasannya 'Ini udah malem, takutnya nanti lo diculik mba kunti.'
"Didepan semua orang papa selalu gitu. Lo gak tau sifatnya yang lain,"
raut wajah Dirga yang kesal itu membuat Alen tersenyum gemas. Dirga sangat-sangat lucu ketika kesal. Seperti anak kecil yang kesal karena mainannya direbut oleh temannya."Dih, gue tau gue ganteng, gak usah senyum-senyum gitu napa." Alen seketika salting karena kepergok mengamati wajah cowok itu.
"Lo ganteng ketolong rambut, coba aja botak, pasti kayak palkon!"
dan disitu Alen tertawa terbahak-bahak. Sungguh manis raut wajahnya. Baru pertama kali Alen tertawa seperti ini dengan orang lain terkecuali Erga.Dirga bukannya marah kepada Alen, ia malah tersenyum tipis melihat tawa Alen yang membuat jantungnya berdegub kencang.
"Lo mah gitu Al, tega!"
"Bodo, biarin!"
"Lain kali, ayo kita makan malem bareng lagi, pasti papa suka."
"Iya Dirga, dengan senang hati."
Terbesit harapan. Bukan hanya harapan untuk Alen datang kembali ke acara makan malam bersama seperti tadi, tetapi juga harapan agar dia selalu berada di sisi Alen. Ya, berharap agar Alen menjadi miliknya.
❤💙💚💛💜
Tsafita Zulfa
5 Mei 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
ERGALEN [END✔]
Novela JuvenilIni hanyalah kisah klise, tentang persahabatan cewek dan cowok yang mengundang segala warna di antara keduanya. Kisah dua orang sahabat yang memendam rasa, tetapi tidak berani mengambil kesempatan. Ini tentang Erga dan Alen, hingga semuanya terasa b...