DreamCatcher||20

570 59 0
                                    

Happy Reading!!

Jangan lupa Voment ya manteman 🤗🤗🤗

<><><>

Alana duduk di meja belajarnya dengan buku yang terbuka. Tengah fokus belajar karena besok ia ada ulangan. Alana memutar pena di jarinya, masih dengan tatapan serius ke arah buku pelajaran.

"By, lo lagi belajar?" tanya Adam masuk ke kamar Alana. Cowok itu ternyata belum pulang ke rumahnya.

"Ada apa?" tanya Alana tanpa beralih dari bukunya.

"Nggak ada sih. Cuma nanya aja."

Adam merebahkan tubuhnya di kasur Alana. Aroma dari parfum Alana langsung tercium di hidungnya. Sungguh menenangkan. Adam menutup mata. Membiarkan tubuhnya tenggelam lebih jauh dengan kenyamanan kasur.

"Lo ada masalah?"

Pertanyaan itu membuat Adam membuka matanya. Ia menoleh melihat Alana sudah memiringkan kepala dengan tangan yang menyangga kepalanya menatap Adam. Adam bangun dan duduk di pinggir kasur Alana.

"Lo tau aja kalau gue lagi ada masalah." Adam tersenyum kecil.

Alana mendesah pelan. Emangnya sudah berapa lama mereka bersahabat? Alana sudah hapal dengan Adam. Saat ia jujur, senang, bohong, ataupun mempunyai masalah seperti sekarang Alana sudah hapal.

"Barusan dia telpon gue, by." Kata Adam menatap ke arah Alana yang hanya menampilkan ekspresi datar. Tidak terkejut seperti yang Adam kira.

"Lo nggak kaget?" tanya Adam mengangkat alisnya.

Alana menghela napas, kembali pada bukunya. "Udah gue duga, tuh anak pasti bakalan telpon lo." Jawab Alana.

"Iya, sih. Katanya dia kangen sama gue. Mau ketemuan katanya."

Reflek Alana berhenti membaca bukunya. Ia berbalik menatap Adam yang masih menatap lurus ke depan. Tampak dari wajahnya kalo cowok itu tengah bimbang.

"Terus, lo jawab apa?"

Adam menoleh pada Alana. "Gue langsung matiin." Jawabnya. Alana memutar matanya. Adam selalu saja kabur dari masalah. Seperti sekarang, saat ada kesempatan untuk menyelesaikan masalah tersebut Adam malah tidak mau mengambilnya.

"Lo kenapa sih selalu ngelak? Kalau lo terus kayak gini, masalah lo itu nggak bakalan pernah selesai. Percuma dong selama ini lo mencoba buat move on!"

"Gue sendiri bingung. Kalau gue ketemu sama dia lagi, gue belum sanggup, by. Gue belum bisa!

"Terus mau sampai kapan? Mau sampai kapan lo kayak gini? Ha? Sampai semut jadi gede pun, kalau lo nggak mau nyelesain, ya masalahnya nggak bakalan selesai! Itu tergantung elo, Dam. Elo sama Lia adalah peran utamanya. Jadi selesaikan masalah kalian sebelum nantinya ada dendam yang membuat kalian saling membenci!"

Adam terpana mendengar semua yang Alana ucapkan. Alana mungkin selalu bersikap seolah dia adalah orang yang tidak punya masalah apapun dalam hidupnya. Selalu bersikap konyol dan kekanak-kanakan. Tapi sebenarnya itu semua salah, Alana bahkan memiliki masalah yang jauh lebih berat. Tapi cewek itu bisa mengatasinya dengan menyelesaikan masalah tersebut dengan caranya sendiri dan tidak memperpanjangnya.

Adam memikirkan semua kata-kata yang diucapkan Alana. Dia benar, jika masalah tersebut tidak diselesaikan dengan cepat, maka ceritanya bersama Lia tidak akan pernah berakhir. Sudah lebih dari dua tahun mereka tidak lagi pernah bertemu. Dan barusan, entah darimana Lia mendapatkan nomor ponselnya, cewek itu tiba-tiba meneleponnya dan ingin mengajaknya ketemuan.

Adam semakin ragu untuk bertemu dengan Lia. Di hatinya ia sangat ingin bertemu dengan gadis itu. Tapi disisi lain Adam belum siap. Belum sepenuhnya siap.

Adam menatap Alana, lalu tersenyum tipis. Ia harus melakukan sesuatu supaya semuanya berakhir. Dan Alana, ia tidak ingin melihat cewek itu bersedih lagi karena dirinya. Sudah cukup cewek itu bersedih karena keluarga dan juga orang yang ia cintai. Alana tidak boleh bersedih lagi.

"Oke, gue akan nyelesain masalah ini. Setuntas-tuntasnya." Putus Adam. Alana tersenyum senang. Akhirnya Adam mau juga mendengarkan perkataannya.

"Oh ya, by. Gue penasaran sama cowok yang ke restoran tadi sama lo." Adam mengubah posisinya menjadi duduk bersila diatas tempat tidur.

"Maksud lo Azka?" Adam mengangguk. "Kenapa emangnya?"

"Gue liat dia cemburu deh pas gue ngobrol sama lo. Kayaknya dia suka sama lo, by."

Alana mendesah, memutar matanya malas. "Lo tuh ada-ada aja. Asal lo tau ya, disekolah tuh kita musuhan! Sering berantem."

"Masa sih? Tapi kenapa di luar sekolah kalian deket banget ya?"

"Deket darimana nya? Perasaan lo aja kali." Elak Alana.

"Gue serius. Gue cowok, dan gue tau bagaimana tatapan matanya itu sama lo. Dia suka sama lo, by! Elahh!!" kesal Adam mengacak rambutnya karena Alana masih juga mengelak.

"Dam," Adam menatap Alana yang sudah berbalik menatapnya. Nada suara Alana juga berubah rendah, yang tandanya ia mulai bicara serius.
"Lo sendiri juga tau, siapa yang ada di hati gue." Lanjut Alana.

Adam terpaku. Benar. Alana sudah memilih seseorang dihatinya. Tidak mungkin Alana bisa berpaling begitu saja disaat hatinya sudah menempatkan orang itu di tempat yang paling istimewa di hati Alana. Tidak mudah untuk menaklukkan hati Alana. Dan satu-satunya orang yang bisa hanyalah Rama.

Adam beranjak dan keluar dari kamar Alana. Tanpa sengaja ia sudah mengingatkan Alana kembali pada cinta pertamanya yang saat ini tengah terbaring di rumah sakit. Berjuang untuk kembali hidup.

Adam tahu, betapa besar cinta Alana pada Rama. Seberapa sabar Alana menunggu Rama agar pemuda itu kembali membuka matanya. Adam juga tahu, seberapa setianya Alana. Sampai-sampai sekarang ia masih menolak orang-orang yang menyatakan perasaan mereka padanya. Hanya untuk menjaga ketulusan cintanya pada Rama. Hanya untuk menjaga nama Rama selalu terukir indah di hatinya. Semuanya hanya untuk Rama. Dan Alana tidak akan pernah menyia-nyiakan hal itu.

---o0o---

DreamCatcher [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang