Happy Reading!!
Jangan lupa Voment ya manteman 🤗🤗🤗
<><><>
"By, lo nggak apa-apa?!"
Adam langsung masuk kedalam kamar Alana terburu-buru. Membuat beberapa orang di dalam kamar itu kaget dan menoleh pada cowok itu.
Adam duduk di pinggir kasur dan memeriksa keadaan Alana. Meletakkan telapak tangannya di kening Alana, merasakan suhu tubuh cewek itu.
"Gue udah nggak apa-apa kok, Dam," kata Alana melepaskan tangan Adam di keningnya.
"Udah minum obat?"
Alana mengangguk. Adam menatap Alana, membuat cewek itu merasa terenyuh dengan tatapan Adam yang begitu mengkhawatirkan dirinya.
"Udah, lo nggak usah khawatir. Gue udah mendingan kok. Mungkin besok gue udah sehat." Alana tersenyum.
Adam menghela napas, lalu mengangguk paham. "Ya udah, sekarang lo istirahat. Kalau butuh apa-apa bilang aja sama gue."
Alana mengangguk dan berbaring. Adam menarik selimut dan menutupi tubuh Alana. Sedangkan yang lain sudah keluar dari kamar Alana.
Setelah memastikan Alana tertidur, Adam keluar tanpa mengeluarkannya suara sedikitpun.
"Dam, gue sama yang lain pulang dulu, ya. Udah sore juga," kata Ziva.
"Thanks, ya kalian udah nganterin Alana."
"Santai aja kali. Alana, 'kan, sahabat kita juga. Kita nggak mau Alana sampai kenapa-kenapa," ujar Mita.
"Ya udah, kita balik. Arga, kami pulang dulu. Tolong bilangin sama Oma, ya," ucap Nayla.
Arga mengangguk. "Iya, Kak."
Ziva, Mita, dan Nayla keluar dari rumah Alana dan pulang ke rumah masing-masing.
---o0o---
Azka menghentikan motornya di depan rumah Alana. Sejak tadi ia terus mengkhawatirkan keadaan Alana. Sampai-sampai ia tidak bisa tenang jika belum bertemu secara langsung dengan gadis itu. Tapi bagaimana caranya ia bisa bertemu dengan Alana? Pasti saat ini gadis itu tengah beristirahat.
Azka menghela napas. Ia kembali menghidupkan motornya hendak pergi, namun urung saat ia melihat sebuah jendela yang tiba-tiba menghidupkan lampunya. Seseorang keluar dan berdiri di dekat balkon kamarnya dengan jaket di tubuhnya.
Azka tersenyum saat melihat Alana. Akhirnya, ia bisa juga melihat gadis itu walaupun dari jauh. Sepertinya Alana sudah lebih baik.
Di balkon kamarnya, Alana menatap langit malam tak berawan. Hanya tampak bulan tanpa bintang yang menemani malam ini. Alana mengeratkan jaketnya, menutup mata menikmati angin malam yang membuat rambutnya menari dengan lembut.
Alana menghela napas, membuat asap keluar dari mulutnya. Di saat ia sedang sakit seperti ini, orang tuanya tidak ada disampingnya. Mereka bahkan tidak menelepon hanya untuk memastikan keadaannya. Mereka hanya sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing, tanpa peduli anak mereka saat ini sedang sakit dan butuh kekuatan dari orang tuanya.
Alana tersenyum miris. Apa hidupnya akan selalu seperti ini? Atau malah bertambah parah?
"By, kok lo di luar? Dingin, By. Nanti lo tambah sakit." Adam membawakan selimut untuk menutupi tubuh Alana.
Alana menoleh ke arah Adam dengan mata berkaca-kaca. Alana langsung memeluk Adam dan menangis. Membuat Adam semakin cemas karena Alana tiba-tiba menangis.
"By, lo kenapa? Kok lo nangis?" tanya Adam cemas.
"Makasih, Dam. Selama ini lo selalu ada buat gue. Lo selalu di samping gue. Lo selalu ada di saat gue butuh. Disaat gue lagi butuh sandaran untuk melepaskan semuanya. Melepaskan rasa sedih dan kecewa gue terhadap orang tua gue, yang bahkan tidak peduli dengan anak mereka sendiri."
Tangis Alana pecah. Ia memeluk Adam sangat erat. Jujur, sebenarnya ia sudah tidak tahan dengan situasi seperti ini. Orang tuanya tidak berada disisinya, sahabatnya membenci dirinya, dan bahkan orang yang ia cintai juga belum menunjukkan tanda-tanda akan kembali padanya. Semua terasa begitu berat bagi Alana. Sangat berat sehingga Alana tidak bisa memikulnya lagi.
Adam balas memeluk Alana. Mengusap kepala cewek itu lembut dan meletakkan dagunya di atas kepala Alana. Adam paham dengan keadaan Alana. Cewek itu pasti ingin menyerah dengan semua bebannya ini.
"Gue nggak akan pernah ninggalin lo, By. Gue akan selalu disini buat lo. Disaat lo butuh, gue akan selalu ada. Jadi jangan pernah berpikir kalau lo sendirian. Masih ada gue, Oma, dan Arga, juga teman-teman lo yang lain yang tulus sama lo."
Adam melepaskan pelukannya dengan Alana, menangkup wajah cewek itu dan menghapus air matanya.
"Lo juga nggak boleh berpikiran negatif dulu sama orang tua lo. Semua yang mereka lakukan itu semua demi elo dan Arga. Demi kebahagiaan kalian berdua. Kalau saat ini nggak ada mereka, masih ada gue dan yang lain yang masih sayang sama lo."
Alana tersenyum dan kembali memeluk Adam. Membenamkan wajahnya di dada bidang cowok itu.
"Gue bersyukur, karena gue bisa ketemu sama lo dan jadi sahabat lo," lirih Alana dalam pelukan Adam.
"Gue lebih beruntung karena bisa kenal sama lo, By," bisik Adam.
Adam melepaskan pelukannya dan menghapus air mata Alana. "Ayo, masuk. Diluar dingin. Lo harus istirahat." Adam merangkul Alana dan masuk kembali ke dalam kamar.
Sedangkan dibawah sana, Azka sejak tadi terus memperhatikan mereka. Entah kenapa ia tidak begitu suka jika Alana di peluk oleh cowok lain. Ia masih percaya, bahwa hubungan keduanya tidak hanya sebatas sahabat, ia yakin salah satu diantara mereka pasti ada perasaan lebih. Kalau tidak, mana mungkin mereka bisa sedekat itu.
---o0o---
KAMU SEDANG MEMBACA
DreamCatcher [ END ]
Teen FictionAzkano Alfandra, cowok famous yang paling membuat seorang Alana Auristela selalu darah tinggi. Begitu pun Azka, baginya Alana adalah musuh abadinya. Dimana pun mereka, pasti akan terjadi keributan antara Alana dan Azka. Bahkan seisi sekolah itu tah...