DreamCatcher||42

441 48 0
                                    


Happy Reading!!

Jangan lupa Voment ya manteman 🤗🤗🤗

<><><>

"By, lo didalam?"

Adam membuka pintu kamar Alana dan melihat cewek itu tengah tidur membelakanginya. Adam berjalan mendekat dan duduk di pinggir kasur Alana. Berusaha membangunkan cewek itu.

"By, bangun. Kita kan mau ke rumah sakit sama yang lain," ujar Adam.

Alana membuka matanya, namun tidak beralih menatap Adam. Tubuhnya tiba-tiba tidak bertenaga. Entah hati ataukah tubuhnya yang lelah sampai-sampai memberikan efek yang begitu kentara baginya.

"Gue lagi nggak enak badan, Dam. Lo aja yang pergi," jawab Alana pelan.

"Lo sakit?" tanya Adam khawatir. Alana hanya menjawabnya dengan gumaman saja. "Ya udah, kalau gitu lo istirahat aja."

Adam berdiri dan keluar dari kamar Alana. Adam merasa ada yang berubah dari sikap Alana akhir-akhir ini. Cewek itu jadi sering mengurung diri di dalam kamar dan murung. Tidak ada lagi semangat dan kekonyolan yang selalu Adam lihat dalam diri Alana. Semuanya seolah hilang begitu saja di telan bumi.

Apa mungkin ini semua ada hubungannya dengan Azka? Karena setelah Adam menceritakan semua masa lalu Alana pada Azka, cowok itu jadi jarang ke rumah Alana lagi. Cowok itu juga tidak pernah menjemput ataupun pulang bareng Alana. Seolah Azka menghindar dari Alana.

Adam menghela napas. Kehidupan Alana benar-benar sulit. Disaat masalah keluarganya yang sudah mulai membaik, kini masalah percintaannya yang begitu terasa rumit.

Adam berjalan menuruni tangga dan minta izin untuk pergi pada Linda. "Tante, Adam pergi dulu, ya," ucapnya menyalim tangan Linda.

"Loh, Alana nggak ikut, Dam?" tanya Linda.

"Enggak, Tante. Alana bilang dia lagi nggak enak badan," jawab Adam. Linda mengangguk paham.

"Ya sudah, kamu perginya hati-hati. Bilang sama Rama maaf dari Tante karena belum bisa jenguk dia."

"Iya, Tante. Kalau gitu Adam pergi dulu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Adam keluar dari rumah Alana dan pergi dengan menaiki motornya.

Linda berjalan menuju kamar Alana. Mengetuk pintu dan membukanya. Mendapati Alana yang masih tertidur dalam posisi yang sama. Linda berjalan mendekat dan mengelus kepala Alana lembut.

Alana begitu nyaman saat tangan hangat Linda menyentuh kepalanya. Memberikan kekuatan padanya untuk tetap kuat. Alana membuka mata dan berbalik. Lalu ia duduk di samping Linda.

"Mama," lirih Alana.

"Butuh pelukan Mama?" tawar Linda. Alana langsung memeluk Linda erat. Tanpa ia duga air matanya kembali jatuh. Alana tidak tahu lagi harus bagaimana. Ia sudah mencoba untuk tetap tegar, namun hatinya begitu rapuh dan masih terasa sakit.

"Kenapa? Hm? Kamu ada masalah sama Rama?" tanya Linda. Alana menggeleng. "Lalu, sama temen-temen kamu?" tanya Linda lagi. Alana kembali menggeleng.

Linda sempat berpikir kenapa Alana jadi seperti ini. Lalu ia mendapati seseorang yang begitu dekat dengan putrinya akhir-akhir ini.

"Masalah dengan Azka?" tebaknya yang diangguki langsung oleh Alana.

"Azka ngejauh dari aku, Ma. Dia nggak mau ketemu sama aku lagi," ucap Alana bergetar menahan isakannya. "Aku bahkan nggak tau salah aku dimana, Ma. Azka tiba-tiba saja menghindar dari aku."

Linda mengusap punggung dan kepala Alana untuk menenangkannya. Inilah seharusnya yang dia lakukan sejak dulu sebagai seorang ibu. Selalu ada di samping anak-anaknya disaat anaknya butuh sandaran dan telinga untuk mendengarkan semua keluh kesah mereka.

Linda benar-benar merasa selama ini dia tidak becus menjadi seorang ibu. Dia hanya terfokus dengan bisnisnya saja, tanpa menyadari bahwa kedua anaknya begitu membutuhkan dirinya dan juga ayah mereka.

"Kamu nggak usah sedih. Mama tau, Azka mungkin melakukan ini karena dia punya alasan sendiri. Mama yakin Azka itu bukan orang yang suka  membuat keputusan tanpa di pikirkannya dulu." Linda melepaskan pelukannya dengan Alana. Menghapus jejak air mata Alana.

"Mungkin sekarang bukan waktunya Azka mengatakan alasannya pada kamu. Tapi suatu saat nanti, kamu pasti akan mengerti kenapa Azka bersikap seperti itu. Kamu positif thinking saja sama Azka. Karena bagaimanapun dia sudah pernah menjadi bagian dari hidup kamu. Menemani kamu, menjaga kamu, dan menghibur kamu," lanjut Linda.

Alana kembali memeluk Linda. Mungkin benar apa yang dikatakan oleh mamanya. Mungkin sekarang bukanlah saatnya Alana tahu alasan kenapa Azka menjauh darinya. Tapi suatu saat nanti, ia akan tahu dan akan mencoba paham dengan keputusan Azka.

---o0o---

Seorang gadis berambut panjang berdiri di depan sebuah pintu. Masih berpikir apakah dia sanggup untuk bertemu dengannya. Apakah hatinya masih bisa memaafkan orang yang sudah membuatnya kecewa?

Dia menghela napas untuk menenangkan dirinya. Perlahan, tangannya membuka pintu. Masuk kedalam ruangan tersebut dan langsung di sambut oleh sepasang mata yang tersenyum padanya dari atas tempat tidur.

"Hai, Bi. Lama nggak ketemu."

Bianca mematung. Ternyata dia masih bisa melihat orang yang begitu spesial dalam hidupnya. Mendengar lagi suara yang memanggil namanya. Sudah lama sekali dia tidak bertatap muka seperti ini dengan Rama. Rasanya begitu bahagia melihat keadaan Rama sudah lebih membaik.

Bianca berjalan mendekat. Berdiri di samping tempat tidur dengan tatapan yang masih memandang Rama.

"Gue senang, karena lo baik-baik aja," lanjut Rama masih tersenyum.

"Enggak. Gue nggak baik-baik aja," jawab Bianca datar.

Rama diam membalas tatapan Bianca padanya. Dia menunduk, menggenggam tangan Bianca lembut. Bianca memejamkan matanya merasakan kembali hangatnya sentuhan Rama padanya. Hatinya kembali bergetar. Padahal dia sudah berusaha untuk menghilangkan perasaan tersebut.

"Gue tau lo masih marah sama gue. Lo benci dan kecewa sama gue," pirih Rama. Dia mendongak menatap Bianca. "Gue juga udah berusaha untuk mencintai lo, Bi. Tapi sekuat apapun gue berusaha, hati gue selalu berpaling pada Alana. Andai gue bisa, mungkin gue juga akan membalas perasaan lo," lanjut Rama.

"Tapi apa perlu lo bohong sama gue? Lo bahkan bilang kalau lo sayang sama gue dan selalu di samping gue? Saat itu gue berpikir kalau lo juga punya perasaan yang sama kayak gue, Ram."

Air mata Bianca jatuh. Ia tidak bisa menahan sesak di dadanya lagi. Sungguh menyesakkan menahan semuanya.

Rama diam. Tidak tahu harus menjawab apa.

"Lihat, sekarang lo nggak bisa jawab, "kan?" Bianca tersenyum miris melihat Rama yang hanya diam. Sepertinya cinta Rama pada Alana memang begitu besar, sehingga membuat Rama lebih memilih Alana daripada dirinya yang lebih dulu mengenal Rama.

Bianca melepaskan tangan Rama yang masih menggenggamnya. Berbalik hendak pergi, namun berhenti saat mendengar suara Rama menusuk telinganya.

"Sori, Bi. Tapi gue mohon, jangan benci Alana. Karena semua ini terjadi bukan salah Alana."

Bianca tidak menjawab. Dia langsung berjalan keluar. Disaat seperti ini pun, Rama lebih mengkhawatirkan keadaan Alana daripada dirinya. Ternyata benar bahwa Rama tidak pernah menganggapnya lebih dari seorang sahabat.

---o0o---

DreamCatcher [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang