Happy Reading!!
Jangan lupa Voment ya manteman 🤗🤗🤗
<><><>
Tepat pukul lima sore, setelah latihan dan mendengarkan arahan dari pelatih mereka untuk perlombaan yang akan dilaksanakan beberapa hari lagi. Alana berjalan beriringan bersama Juan, utusan taekwondo putra. Setelah latihan sepulang sekolah sampai akhirnya selesai tepat pukul 5 sore. Mereka mengobrol santai membicarakan masalah perlombaan yang akan mereka ikuti.
Juan adalah anak IPS yang seangkatan dengan Alana. Mereka berdua sering diutus untuk perlombaan taekwondo. Karena memang mereka berdua sangat bertalenta.
Mereka memang akrab, karena selain sering bertemu dalam ekskul mereka dulu juga dekat waktu di kelas 10. Jadi wajar jika mereka tampak akrab.
"Lan, mau pulang bareng nggak? Lagian anak basket juga udah pulang tuh," ujar Juan menoleh ke arah lapangan basket yang sudah sepi.
Alana mengerutkan keningnya mendengar ucapan Juan yang menurutnya aneh.
"Emang apa hubungannya sama anak basket?" tanya Alana heran. Juan menoleh kembali menatap Alana, lalu terkekeh pelan.
"'Kan Azka anak basket. Dia udah pulang duluan. Nggak nungguin lo?"
Alana semakin bingung dengan ucapan Juan. "Terserah dia lah mau pulang duluan atau enggak. Apa hak gue buat ngelarang dia? 'Kan kita nggak ada hubungan apapun."
Mereka kembali berjalan menuju gerbang sekolah.
"Lah, bukannya akhir-akhir ini kalian sering keliatan bareng? Udah nggak perang-perang lagi?"
Alana mengedikkan bahunya. Ia jadi teringat saat kemarin Azka mengantarnya pulang. Alana merasa ada yang aneh dengan cowok itu. Entah angin apa dia tampak begitu marah. Padahal Alana benar-benar lupa kalau ia akan pulang bareng Azka.
Sampainya di parkiran, Juan berhenti di dekat motornya. "Mau bareng nggak?" tawarnya lagi pada Alana.
Alana menggeleng. "Nggak usah. Gue pulang sendiri aja. Lagian jalur rumah kita, 'kan, beda."
"Beneran? Soalnya gue nggak mau disalahin kalau ntar sang juara tiba-tiba ngilang," ujar Juan menekankan kata 'juara' pada Alana.
Alana tertawa. "Kalau sang juara ngilang, tinggal cari aja ke luar angkasa."
"Pasti ada?"
"Ya enggak lah! Emangnya gue alien?!" Alana mendelik, sedangkan Juan tertawa.
"Alien cantik kepala kotak!" balas Juan.
"Adudu dong gue!" Alana melotot. Juan lagi-lagi tertawa sambil memegang perutnya. "Korban film Boboiboy lo!" lanjut Alana memukul lengan Juan.
"Tau aja film gue sehari-hari," ucap Juan di sela tawanya.
Alana memutar matanya malas. Ia melihat jam tangannya dan sudah semakin sore. "Juan, gue duluan ya," ujarnya.
"Oke. Hati-hati, Lan."
Alana berbalik berjalan menuju gerbang sekolah. Berjalan di trotoar menuju halte yang terletak agak jauh dari sekolahnya. Alana terus berjalan sampai sebuah motor berhenti di sampingnya.
Alana menoleh menatap pengendara motor tersebut. Setelah membuka helmnya, pengendara yang tak lain adalah Azka turun dan menghampiri Alana.
"Ada apa?" tanya Alana datar setelah Azka berdiri di depannya.
"Lan, gue mau ngomong sama lo. Gue minta maaf, karena kemarin gue marah sama lo," ucap Azka merasa bersalah.
Sebenarnya sudah dari semalam ia memikirkan hal ini. Ia tahu bahwa ia salah. Tidak ada haknya untuk marah sama Alana karena hal konyol. Bahkan ia sendiri bukan siapa-siapanya Alana.
Alana menghela napas, membalas tatapan Azka padanya.
"Gue udah maafin lo kok. Gue paham, mungkin lo lagi ada masalah makanya lo lampiasin kemarahan lo sama gue."
Azka tertegun. Ia jadi semakin merasa bersalah pada Alana. Hanya karena perasaan kesalnya membuat cewek itu menjadi sasaran kekesalannya.
"Gue anterin pulang, mau nggak? Anggap aja sebagai permintaan maaf gue," ucap Azka.
Alana berpikir sejenak, lalu mengangguk. "Boleh."
Azka tersenyum. Segera ia meraih sebuah helm dan memberikannya pada Alana. Setelah Azka naik, gantian Alana naik ke atas motor.
Azka langsung menghidupkan mesin motornya dan melaju pergi.
Tak lama mereka sampai di rumah Alana. Alana turun dari motor Azka dan memberikan helmnya.
"Thanks, ya. Lo udah nganterin gue," ujar Alana merapikan rambutnya yang agak berantakan.
Azka tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk membantu merapikan rambut Alana. Alana tersentak, menatap Azka yang sangat dekat dengannya.
Desiran aneh itu kembali lagi. Membuat tubuh Alana seolah kaku dan tidak bisa bergerak. Ia merasakan jantungnya juga berdetak tidak seperti biasanya. Alana menutup matanya dan berusaha mengontrol detak jantungnya yang berdegup kencang. Jangan sampai Azka mendengarnya, bisa-bisa ia malu dan tanpa sengaja memukul cowok itu.
Selesai merapikan rambut Alana, Azka mengerutkan keningnya melihat Alana yang menutup matanya. "Lo ngapain nutup mata?" tanya Azka heran.
Alana langsung membuka matanya dan menghela napas lega. "Enggak kok. Nggak apa-apa." Alana nyengir. "Ya udah, gue masuk dulu. Sekali lagi thanks, ya."
Alana segera berbalik dan masuk kedalam rumahnya. Azka terkekeh melihat sikap Alana yang gugup. Sangat menggemaskan. Azka memakai helmnya dan segera pergi dari rumah Alana.
Setelah mendengar suara motor Azka yang menjauh, Alana kembali menghela napas lega. Cowok itu kenapa selalu membuat jantungnya jadi salah tingkah begini sih? Padahal semua yang di lakukan Azka hanya hal kecil, tapi mampu membuat detak jantungnya menggila.
Sepertinya dia harus periksa ke dokter dengan masalah jantungnya ini. Karena tidak mungkin ia menyukai Azka. Jelas-jelas hatinya itu hanya untuk Rama. Perjelas itu, hanya untuk Rama seorang.
Alana berjalan masuk ke kamarnya. Merebahkan tubuhnya di kasur dan menatap langit-langit kamarnya yang bernuansa putih.
Bayangannya kembali berputar pada sosok Rama. Saat mereka dulu selalu bersama. Sosok yang selalu ada. Sosok yang menjadi tempat persinggahan hatinya.
Sampai kapanpun, Alana akan tetap menunggu Rama. Karena Rama adalah segalanya bagi Alana.
---o0o---
KAMU SEDANG MEMBACA
DreamCatcher [ END ]
Teen FictionAzkano Alfandra, cowok famous yang paling membuat seorang Alana Auristela selalu darah tinggi. Begitu pun Azka, baginya Alana adalah musuh abadinya. Dimana pun mereka, pasti akan terjadi keributan antara Alana dan Azka. Bahkan seisi sekolah itu tah...