DreamCatcher||40

456 48 0
                                    


Happy Reading!!

Jangan lupa Voment ya manteman 🤗🤗🤗

<><><>

Pelajaran hari ini selesai. Alana segera membereskan buku-bukunya dan memasukkannya kedalam tas. Tiba-tiba ponselnya berdering. Alana mengambil ponselnya di saku almamater-nya dan melihat nama Adam yang tertera disana. Alana menggeser tombol hijau dan mendekatkannya ke telinga.

"Halo, Dam. Ada apa?" tanya Alana.

"By, lo dimana?"

"Gue di masih di sekolah. Nih udah mau pulang," jawab Alana.

"Lo ke rumah sakit sekarang, By. Buruan."

"Emangnya kenapa?"

"Rama, By. Rama ...."

Mata Alana membulat seketika. Ia benar-benar tidak percaya dengan yang di katakan Adam barusan. Apakah ini nyata? Apakah, ini semua sungguhan? Alana tidak bisa memprediksinya begitu saja. Sebelum ia benar-benar melihat dengan mata kepalanya sendiri.

"Oke, gue kesana sekarang." Alana mematikan sambungan teleponnya. "Guys, kayaknya gue nggak bisa pulang bareng kalian, deh," ujar Alana pada ketiga temannya.

"Loh, emangnya kenapa?" tanya Miya heran.

"Gue ada urusan mendadak. Gue duluan, ya. Bye!"

Alana langsung berlari keluar kelas. Tanpa peduli dengan orang-orang yang ia tabrak. Yang ada dipikiran Alana saat ini adalah Rama. Dia harus segera pergi ke rumah sakit dan melihat keadaan Rama.

"Taxi!" Alana menghambat sebuah taxi. Ia segera masuk dan taxi pun melaju setelah Alana menyebutkan alamat tujuannya.

Setelah membayar ongkos Taxi, Alana segera masuk ke dalam rumah sakit. Ia berlari di lorong dan berhenti di sebuah pintu yang sering ia datangi selama ini.

Alana mencoba mengontrol napasnya yang ngos-ngosan. Tangannya bergetar memegang knop pintu. Setelah merasa lebih tenang, dengan mengucapkan segala doa di hatinya Alana membuka pintu ruang rawat tersebut.

Semua orang yang berada di dalam ruangan itu seketika menoleh mendengar seseorang membuka pintu. Mata Alana langsung terpaku pada sosok yang sekarang bersandar dengan bantal di belakang punggungnya, menatap Alana dengan sorot mata yang ia rindukan. Dan tubuh yang sudah terlepas dari berbagai macam selang, kecuali infus yang masih melekat di tangannya.

Alana berjalan perlahan mendekati pemuda itu. Menatapnya untuk memastikan bahwa ia tidak bermimpi. Selama ini Alana hanya membayangkan bahwa Rama akan kembali sadar, namun sekarang semua itu sudah menjadi nyata. Sekarang Rama di hadapannya dengan kelopak mata yang sudah terbuka.

"Rama?" lirih Alana menyentuh wajah pemuda itu. Air matanya langsung jatuh merasakan hangatnya tangan Rama yang mengenggam tangannya.

"Al."

Alana seketika menangis. Ia sungguh merindukan suara itu. Merindukan suara yang memanggil namanya dengan begitu lembut dan hangat.

Alana langsung memeluk Rama erat. Menumpahkan semua rasa rindunya selama dua tahun ini. Menumpahkan semua penantiannya yang tidak sia-sia dan memberikan hasil yang selama ini ditunggunya.

"Aku kangen sama kamu. Aku nggak tau lagi harus berbuat apa kalau kamu ninggalin aku. Aku nggak sanggup." Tangis Alana pecah di pelukan Rama. Cowok itu membalas pelukan Alana tak kalah eratnya. Juga melepaskan semua rindunya pada gadis pujaannya.

Selama ia tertidur, ia tahu bahwa Alana selama ini selalu menemaninya. Selalu memberinya semangat untuk tetap berjuang dari komanya. Menggenggam hangat tangannya untuk menyalurkan semua kehangatan dan kekuatan padanya.

"Maafin aku. Kamu jadi tersiksa selama ini," bisik Rama di telinga Alana.

Alana melepaskan pelukannya dan menatap Rama dalam. Menangkup wajah cowok itu dan mendekatkan kening mereka berdua.

"Aku tau kamu kuat dan bisa melewati semua ini," ucap Alana tulus.

Rama tersenyum dan kembali berpelukan untuk melepaskan rasa rindu masing-masing. "Aku cinta sama kamu, Alana," bisik Rama.

"Aku juga cinta sama kamu, Rama," balas Alana berbisik.

---o0o---

Sudah hampir satu minggu Azka selalu menjaga jarak dari Alana. Di setiap mereka berpapasan, Azka pasti akan langsung berbalik arah. Alana sadar bahwa Azka selama ini mencoba menjauhinya. Entah apa alasannya Alana tidak tahu. Sudah berusaha ia ingin menanyakan perihal kenapa Azka menjauhinya. Tapi cowok itu selalu saja mencari alasan untuk menghindar darinya. Sampai-sampai Alana selalu kepikiran kenapa sikap Azka tiba-tiba berubah.

Alana menyapu pandangannya ke seluruh penjuru kantin yang tampak penuh oleh orang-orang yang makan. Alana tersenyum saat melihat ada meja kosong yang di tempati oleh seorang cewek yang duduk sendirian.

Alana berjalan ke arah meja tersebut dan duduk di kursi yang berhadapan dengan cewek itu.

"Ngapain lo?" tanya Bianca heran melihat Alana duduk di depannya.

"Makan," jawab Alana santai.

Bianca meletakkan sendoknya dan menatap Alana jengah. "Mau sampai kapan? Gue udah bilang gue nggak mau ketemu sama lo lagi," ucap Bianca menatap tajam Alana.

Alana mendongak menatap Bianca. "Mau nggak mau kita akan tetap ketemu. Lo lupa? Kita 'kan satu sekolah," jawab Alana tersenyum.

Bianca mendengus, kembali melanjutkan makannya walaupun masih jengkel dengan sikap Alana. Mereka makan dalam diam, suasana yang paling sunyi daripada meja yang lainnya.

"Rama udah siuman."

Reflek, Bianca menghentikan makannya dan menatap Alana. Mencoba mencerna kembali kata-kata cewek itu.

"Gue berharap lo bisa luangin waktu buat jenguk Rama," lanjut Alana membalas tatapan Bianca padanya.

"Lo nggak usah bujuk gue," ucap Bianca.

Alana menggeleng. "Ini bukan gue yang minta, tapi Rama. Dia pengen kita bisa sama-sama kayak dulu lagi."

Bianca tidak menjawab. Ia berdiri hendak pergi. Namun Alana langsung mencekal tangannya.

"Gue mohon, Bi. Ini buat Rama," lirih Alana menatap Bianca. Berharap cewek itu mau datang menjenguk Rama. Karena bagaimanapun, mereka tetaplah sahabat.

"Gue tau lo masih benci sama gue. Gue tau lo sakit hati sama Rama. Tapi lo juga perlu tau, bahwa persahabatan kita itu masih utuh dan gue mau kita memulai semuanya dari awal," ujar Alana tulus.

Bianca melepaskan tangan Alana. "Lo mungkin bisa ngomong kayak gitu karena Rama ada di pihak lo. Tapi enggak buat gue, karena gue masih kecewa sama lo."

Bianca langsung pergi setelah mengatakan hal itu pada Alana. Jujur, sebenarnya ia tidak ingin hal seperti ini terjadi padanya dan Alana. Tapi rasa kecewanya pada Alana sudah membuat egonya lebih tinggi sehingga membuat persahabatannya hancur. Bianca ingin melupakannya, tapi setiap ia berusaha semua kenangan saat ia dan Alana dulu terus berputar di ingatannya. Seolah tidak mengizinkan Bianca untuk melupakan masa-masa dimana mereka dulu pernah bersama.

---o0o---

DreamCatcher [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang