DreamCatcher||39

435 47 0
                                    


Happy Reading!!

Jangan lupa Voment ya manteman 🤗🤗🤗

<><><>

2017

Suara bel berbunyi dengan begitu nyaring. Semua murid kelas 9 SMP 13 langsung berbondong-bondong keluar dari kelas mereka dengan amplop di tangan masing-masing.

Di pohon rindang didekat kantin, keenam remaja tersebut berkumpul dengan amplop di tangan mereka. Menatap satu sama lain seolah bicara hanya dengan lewat tatapan mata.

"Jadi, bagaimana hasilnya?" tanya salah satu dari mereka.

Perlahan, mereka mulai membuka amplop tersebut dan mengangkatnya tinggi-tinggi.

"LULUUUUS!!!!" teriak mereka semuanya kompak.

"YEAYYY!!!!"

Mereka berpelukan ala teletubis, sembari melompat penuh bahagia. Akhirnya, perjuangan mereka bertempur selama tiga hari tidak sia-sia. Mereka berenam lulus dengan nilai yang memuaskan.

"Eh, foto dulu yuk. Gue bawa kamera, nih," ujar salah satu gadis yang membuka tasnya dan mengeluarkan kameranya.

Mereka berfoto bersama sebagai kenang-kenangan. Setelah puas mengambil beberapa foto, mereka segera pulang dengan berjalan kaki. Begitulah mereka, kemana-mana selalu bersama.

"Oh ya, Al. Kamu jadi ke toko bukunya?" tanya seorang cowok berkulit putih pada Alana.

Alana mengangguk. "Jadi dong! Nanti novelnya habis di beli sama orang. 'Kan aku udah lama nungguinnya."

"Ya udah, aku temenin, ya."

Alana tersenyum sembari mengangguk.

"Kita duluan, ya. Mau pulang," ujar Adam.

Mereka berpisah. Alana dan Rama berjalan menuju toko buku langganan Alana. Mereka berdiri di tepi zebracross sembari menunggu lampu lalu lintas berubah warna menjadi merah. Setelah warna lampu lalu lintas berubah menjadi merah, mereka mulai menyebrang. Namun sebuah mobil melaju dengan begitu kencang menghampiri mereka. Alana yang tidak sadar terus saja berjalan. Namun, Rama yang melihatnya langsung menarik Alana dan mendorongnya ke tepi jalan. Alana terguling dengan luka di siku dan keningnya.

Ciitttt......

Bruak!!!

Mata Alana membulat sempurna, melihat Rama sudah tergeletak di aspal dengan banyak darah. Alana merasa waktunya seolah berhenti. Telinganya tiba-tiba tidak bisa mendengar apapun. Matanya hanya tertuju pada sosok Rama yang tidak bergerak.

Alana mencoba berdiri, walaupun rasanya begitu sangat sulit. Dengan sekuat tenaga, Alana mencoba mengeluarkan suaranya untuk memanggil Rama.

"RAMA!!!!!!"

Alana terbangun dengan banyak peluh membasahi wajahnya. Mengatur napas yang memburu seperti habis berlari ribuan kilometer. Alana memejamkan matanya dan memijat pelipisnya yang kembali berdenyut setelah bangun tidur.

Mimpi itu lagi. Mimpi yang selalu membuat Alana ketakutan setiap waktunya. Mimpi yang seolah mengingatkan Alana kembali akan masa lalu yang membuatnya selalu merasa bersalah setiap waktunya.

Alana melihat jam dindingnya yang sudah menunjukkan pukul 06.15 pagi.  "Ya ampun, udah pagi." Alana langsung turun dari kasurnya dan ngacir ke kamar mandi dan memakai seragamnya.

Alana beruntung karena saat ia datang gerbang belum di tutup. Alana berjalan menuju kelasnya. Namun ia berpapasan dengan Azka yang juga berjalan berlawanan arah dengannya. Alana tersenyum hendak menyapa Azka, namun cowok itu hanya menunjukkan wajah datarnya, berlalu begitu saja tanpa menoleh sedikitpun pada Alana.

Alana mengerutkan keningnya heran dengan sikap Azka. Tidak biasanya cowok itu bersikap seperti ini padanya. Biasanya Azka akan menyapanya lebih dulu dan selalu mencari ulah untuk menganggu Alana. Namun sekarang cowok itu kembali bersikap seperti dulu padanya.

Sebenarnya apa yang sudah terjadi?

Alana memutuskan untuk kembali berjalan menuju kelasnya. Mungkin Azka sedang ada masalah makanya dia bersikap seperti itu.

Azka menghentikan langkahnya. Menghela napas dan memejamkan matanya. Jujur, sebenarnya hatinya sakit saat harus mengabaikan Alana seperti tadi. Mungkin ini adalah cara terbaik untuknya berpikir. Jika hatinya sudah lebih baik, ia berjanji akan kembali pada Alana.

Masih seperti tadi pagi, sikap Azka benar-benar membuat Alana semakin penasaran dengan cowok itu. Azka masih mengabaikannya seperti Alana tidak ada disana. Padahal sejak tadi Alana selalu memperhatikannya saat di kantin, saat cowok itu dengan asiknya mengobrol dan bercanda dengan teman-temannya yang lain.

Dan disinilah Alana sekarang. Memperhatikan Azka yang sedang bermain basket bersama teman-temannya. Alana masih berdiri menunggu Azka selesai latihan. Dan tepat saat itu mereka berhenti dan berjalan ke arah kursi di pinggir lapangan. Azka masih belum sadar jika sejak tadi Alana terus memperhatikannya.

"Ka, Alana tuh," ucap Aidil menyadari keberadaan Alana. Mereka berenam menoleh ke arah Alana yang masih berdiri. Hanya sebentar, Azka langsung mengalihkan pandangannya.

Hati Alana tiba-tiba sakit saat melihat Azka mengalihkan pandangannya. Apakah Azka sudah mulai menjauhinya? Apakah Azka tidak ingin di dekatnya lagi? Bercanda seperti dulu lagi?

Alana mengepalkan tangannya kuat menahan perasaannya. Air matanya hendak tumpah melihat sikap Azka padanya. Alana cepat-cepat berbalik dan pergi dari sana. Tidak kuat lagi melihat sikap Azka yang mengabaikannya.

Mungkin benar, bahwa takdirnya tidak akan pernah merasakan kebahagiaan. Hanya ada rasa sedih, sakit, dan sesak yang membelenggunya.

Disudut matanya, Azka melihat Alana pergi dengan kepala menunduk. Ia benar-benar merasa sangat bersalah. Hatinya benar-benar tidak kuat melihat Alana sedih karena dirinya. Namun ini adalah pilihannya, dan apapun resikonya Azka akan tetap melakukannya. Sekalipun Alana akan membencinya seumur hidup.

"Lo ada masalah sama Alana?" tanya Vino menatap Azka.

Azka menghela napas berat. "Ceritanya panjang. Yuk ke kelas," ujarnya berdiri dan pergi dari lapangan.

Kelima temannya menatap punggung Azka yang menjauh. Sikap Azka benar-benar berbeda dari sebelumnya pada Alana. Seolah, cowok itu sedang berusaha untuk menghindar dari Alana.

---o0o---

"Woy! Bengong aja. Lagi mikirin apaan, sih?"

Mata Alana mengerjap saat melihat Dylan tiba-tiba sudah di sampingnya. Saat ini ia tengah berada di taman untuk menjernihkan pikirannya.

"Kak Dylan?" tunjuk Alana.

Dylan mengerutkan keningnya heran dengan sikap Alana padanya.

"Lo kenapa, sih?" tanya Dylan heran.

"Kaget aja lo udah disini tiba-tiba. Sibuk banget, ya? Bentar lagi UN, 'kan?"

Dylan mengangguk. Akhir-akhir ini ia jarang bertemu dengan Alana. Sibuk dengan persiapan ujian dan juga pendaftarannya ke universitas.

"Oh ya, rencananya mau lanjut kemana? Kalau Kak Riyan katanya sih mau ke Jepang, 'kan?"

"Katanya sih, iya. Kalau gue pengen ke Amrik," jawab Dylan.

Alana menoleh lalu tersenyum, "semangat buat ujiannya! Mudah-mudahan hasilnya bagus dan memuaskan. Supaya Kak Dylan bisa lanjut ke Amerika. Semangat!" ujar Alana mengepalkan tangannya dan mengangkatnya ke atas, memberikan semangat kepada Dylan.

"Amin. Terima kasih."

Mereka tersenyum. Kembali mengobrol untuk menghabiskan waktu yang selama beberapa hari ini tidak pernah mereka luangkan. Alana dan Dylan memang sudah berteman dekat. Hanya sekedar teman, tidak ada sebuah perasaan diantara mereka satu sama lain yang nantinya akan merusak pertemanan mereka.

---o0o---

DreamCatcher [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang