Happy Reading!!
Jangan lupa Voment ya manteman 🤗🤗🤗
<><><>
Alana berjalan masuk ke dalam kelasnya, sontak membuat teman-teman di kelasnya langsung berhambur menghampirinya dan memeluk Alana. Bertanya dengan raut wajah khawatir dan juga lega karena Alana kembali sekolah setelah selama beberapa hari ia libur karena sakit.
"Lan, lo udah sembuh? Gimana keadaan lo sekarang?" tanya Indri.
"Gue udah sembuh. Buktinya gue udah sekolah, 'kan?" jawab Alana.
Mereka semua mengangguk-angguk. Tiba-tiba dari belakang Ziva, Mita, dan Nayla datang dengan tas yang masih menggantung di punggung mereka.
"Eh, kalian ngapain ngumpul disini? Lagi ada arisan, ya?" ujar Mita melihat teman-teman kelasnya sudah berkumpul di depan pintu.
"Mita, kalau arisan itu bukan di sekolah. Sekolah tempat belajar, Mita. Gimana sih," sahut Nayla.
"Ssttt ... Nay, lo diem aja. Oke!"
Nayla mengerucutkan bibirnya. Mita selalu saja menyuruhnya diam disaat ia bicara. Memangnya ada yang salah ya dengan ucapannya? Nayla rasa tidak ada yang salah.
"Eh, Lan. Lo sekolah juga hari ini?" tanya Ziva melihat sahabatnya.
"Iya, bosen gue di rumah mulu. Nggak ada kerjaan."
"Ya udah, yuk duduk." Ziva merangkul Alana dan berjalan menuju bangku mereka.
Setelah duduk, semua teman-teman Alana masih setia berkumpul di dekat mejanya dan bercerita banyak hal selama Alana libur sekolah. Sampai tiba-tiba mereka berhenti mengobrol saat seorang cewek datang. Semuanya menatap ke arah cewek itu yang tak lain adalah Bianca.
Bianca yang di tatap aneh oleh teman-teman sekelasnya diam, mencoba untuk tidak peduli. Lalu matanya terpaku dengan mata Alana yang juga menatapnya balik. Bianca mengalihkan pandangannya dan kembali berjalan ke arah bangkunya, masih dengan tatapan orang-orang padanya.
Bianca duduk dan langsung mengeluarkan headset dan ponselnya. Menyumbat telinganya dengan headset dan mengalihkan pandangannya keluar jendela tepat di sampingnya.
Teng... Teng... Teng....
Bel masuk berbunyi. Semuanya segera bubar dan duduk di bangku masing-masing. Alana menoleh ke arah Bianca yang masih dengan posisinya semula. Alana merasa ada yang aneh dengan tatapan teman-teman sekelasnya tadi. Apa mungkin ada sesuatu yang membuat Alana ketinggalan informasi?
Mungkin nanti bisa Alana tanyakan sama teman-temannya perihal informasi yang tidak ia dapat.
---o0o---
Saat ini Alana berada di kantin bersama ketiga temannya. Menyantap makanan masing-masing dengan begitu lahap. Sehabis pelajaran matematika yang memang menguras energi otak untuk berpikir.
"Eh, gue mau nanya sama kalian." Alana memulai pembicaraan. "Kok tadi gue ngerasa ada yang aneh sama teman-teman di kelas, ya?"
"Maksud lo?" tanya Mita setelah menelan makanannya.
"Iya, tatapan mereka sama Bianca itu beda banget. Nggak kayak biasanya. Apa mungkin gue ketinggalan informasi?" jelas Alana.
Ketiga temannya pun saling pandang. Mungkin Alana memang harus tahu perihal kejadian yang terjadi saat ia libur waktu itu.
"Jadi gini, Lan. Waktu lo libur itu memang ada sebuah kejadian. Kita juga kurang tau sih persisnya kek gimana. Tapi yang kita dengar dari anak-anak yang lain, tanpa angin tanpa hujan Clara tiba-tiba ngajak Bianca buat ngobrol berdua. Kita nggak tau sih apa yang mereka obrolin. Tau-taunya udah pada main jambak-jambakan aja di taman," jelas Ziva.
"Iya, apalagi saat itu gue denger Clara nyebut-nyebut nama seseorang. Siapa ya? Gue juga lupa. Pokoknya intinya mereka adu mulut dengan sengit. Sampai-sampai Bianca menampar Clara karena sudah merendahkan harga dirinya," sambung Mita.
Alana mengerutkan keningnya mendengar penjelasan kedua temannya. Apalagi saat Mita menjelaskan ada nama seseorang yang Clara sebut dalam perkelahian adu mulutnya dengan Bianca.
Apa mungkin maksudnya Rama? tanya Alana dalam hati.
Tiba-tiba Alana berdiri. "Gue duluan, ya. Ada urusan soalnya. Ntar kalian langsung ke kelas aja. Nggak usah nungguin gue."
Alana segera berlari keluar kantin. Membuat ketiga temannya mengerutkan kening heran. Sikap Alana aneh.
Alana terus berlari di koridor. Ia harus bertemu dengan Bianca dan mencari tahu penyebab pertengkaran cewek itu dengan Clara. Jika ini menyangkut Rama, maka Alana tidak akan bisa diam begitu saja. Ia tidak terima jika Rama masuk dalam pertengkaran mereka berdua.
Alana berbelok dan tanpa sengaja menubruk seseorang didepannya. Alana meringis mengelus keningnya yang tadi menabrak orang didepannya.
"Lan, lo nggak apa-apa?"
Suara itu ... Sepertinya Alana kenal siapa pemilik suara itu. Alana mendongak dan dugaannya benar, bahwa orang itu adalah Azka.
Azka menatap Alana yang tadi sempat menubruknya. Azka sedikit meringis saat kepala cewek itu membentur tubuhnya. Ia menatap Alana dengan tatapan cemas. Membuat teman-temannya yang lain mengedikkan bahu mereka, bingung dengan sikap Azka.
"Gue nggak apa-apa," jawab Alana.
"Lo mau kemana, sih? Kok buru-buru gitu?" tanya Azka.
"Gue ada urusan penting. Gue duluan, ya." Alana hendak pergi, namun tangannya di cekal oleh Azka.
Alana berbalik dengan kerutan tanda tanya di wajahnya. Maksud Azka mencekal tangannya apa?
"Lan, ntar pulang sekolah bareng gue, ya?" ucap Azka yang membuat teman-temannya termasuk Alana sedikit kaget.
Alana mengerjapkan matanya beberapa kali. Apa ia tidak salah dengar. Barusan Azka sang musuh abadinya baru saja mengajaknya pulang bareng?
Tanpa pikir panjang lagi, Alana langsung mengangguk. Ia melepaskan tangan Azka yang mencekalnya. Ia langsung pergi karena memang dia sedang buru-buru untuk bertemu dengan Bianca.
Azka tersenyum kecil saat Alana menerima ajakannya untuk pulang bareng. Azka melirik ke arah teman-temannya yang sudah memasang posisi wajah dengan banyak pertanyaan dan juga tuntutan jawaban.
Azka menghela napas melihat itu. Lalu ia bicara. "Oke, gue bakal jelasin sama kalian," ucap Azka seraya berlalu.
Kelima temannya langsung tersenyum cerah dan mengejar Azka yang sudah berjalan lebih dulu meninggalkan mereka.
---o0o---
KAMU SEDANG MEMBACA
DreamCatcher [ END ]
Teen FictionAzkano Alfandra, cowok famous yang paling membuat seorang Alana Auristela selalu darah tinggi. Begitu pun Azka, baginya Alana adalah musuh abadinya. Dimana pun mereka, pasti akan terjadi keributan antara Alana dan Azka. Bahkan seisi sekolah itu tah...