12.5 Demam

1.3K 128 127
                                    

"Lucu banget." Mama mengambil foto mereka yang masih tidur sambil berpelukan.

Udara kamar Fano sedikit sejuk berkat jendela yang dibuka Iyok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Udara kamar Fano sedikit sejuk berkat jendela yang dibuka Iyok. Suhu tubuh Fano perlahan normal. Mama tersenyum ketika melihat handuk kompresan di kepala Fano yang menyentuh baju di bagian dada Iyok sampai basah.

Ponsel Fano bergetar. Nama kontak yang tidak asing bagi mama tertera di sana. Sedikit kaget ketika mengetahui Fano tidak membuat ponsel itu dalam mode dering seperti biasanya.

"Ma?" Iyok menyentuh tangan mama yang pandangannya terfokus pada ponsel Fano di nakas. Yang terpanggil kaget bukan main.

"Astagah, Iyok. Mama kaget." Mama menyentuh dada. Lupa akan telepon dari Laura dan atensi sepenuhnya mama pusatkan pada sahabat anaknya.

Iyok terkekeh geli. Tangan kanannya yang menopang kepala Fano meremas rambut lelaki dalam pelukan. "Ah panasnya udah turun." Batin Iyok.

"Makan siang dulu kamu. Mama beliin ayam bakar. Yuk makan sama mama." Ajak ibu dari Fano seraya berjalan ke muka pintu.

"Duluan aja, Ma. Aku masih ngumpulin nyawa dulu." Dan ketika pintu kamar tertutup Iyok kembali pada realita pahit yang ia cecap beberapa saat sebelum ia tidur.

Sebuah panggilan dari Laura yang lancang Iyok angkat dan berakhir membawa keresahan pada batinnya. Mengoyak sisi rasionalitas dengan ego membumbung tinggi untuk menolak rasa pedih dalam dada. Menampik peduli dengan rasa empati lalu menjadikan sakit teramat dalam yang merobek hati baru tumbuh akan perasaan bahagia dan berakhir duka sedetik kemudian. Iyok kalut dalam kemelut.

"Sayang, kata mama kamu sakit. Kok ga ngasih tau aku?"

"Laura?"

"Oh, Iyok. Syukur deh kalau kamu sama Fano. Gimana keadaannya dia?"

Iyok meremas bagian kiri dadanya. "Baik, Ra. Tadi sempet demam. Udah dikompresin terus sekarang tidur."

Di ujung sana suara napas lega terdengar jelas. "Makasih banget ya kamu mau ngerawat Fano. Tadinya aku mau langsung pulang ke Semarang."

"Ga usah! Eh, m-maksud.. ekhem, m-maksudku kamu selesain aja urusan di sana sampai beres, y-ya g-gitu." Sial, Iyok gugup.

"Hahaha.. Kamu baik banget. Fano pasti seneng punya sahabat kayak kamu. Iya aku khawatir makanya punya pikiran pengen pulang cepet, tapi jadi lega kalau kamu ada buat Fano. Makasih ya, Yok."

Iyok bisa merasakan senyum Laura di ujung panggilan. Menatap sekilas Fano yang tertidur nyaman. Merasa jahat dan menjadi benalu Iyok berfikir menjadi tokoh antagonis sekarang. Ia tidak sadar dan menjadi buta hanya karena keresahan dan egois sehingga mematikan logika.

Iyok menaruh ponsel Fano di nakas. Membuat dalam mode getar agar tidak mengganggu tidur Fano adalah ulahnya.

Iyok merasa menjadi duri dalam daging. Menawarkan madu berselimut racun. Memberikan manisnya gula namun tercecap rasa empedu.

Stupid F | FaYok vers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang