19. Sebuah Pengakuan

1.1K 121 70
                                    

Keduanya tidak tahu jika ada telinga lain yang mendengar percakapan mereka. "Jadi benar?"

*
Part 19. Sebuah Pengakuan
Stupid F
Fanfiction| Fano-Iyok| Boyslove| Typo | Comedy-Romance | ©kejukopi
*

Tok..tok..tok..
Pintu kamar Iyok diketuk. Kedua anak ada yang saling berbagi keresahan akhirnya mengurai peluk. Saling bertatapan sebelum akhirnya Iyok membuka kenop.

Pintu terbuka lebar. Dari luar kamar berdiri papa Iyok yang masih memakai setelan kantor; kemeja putih dibalut jas dengan dasi panjang dan celana bahan. Muka papa tidak bisa ditebak ekspresinya.

"Kalian sibuk?" suara penuh wibawa mengalihkan pikiran Fano dan Iyok dari bisik-bisik dalam otak.

Fano berdeham. "Enggak, pa. Aku mau pulang sih soalnya udah malem juga."

"Papa mau ngobrol sama kalian. Turun ke bawah sekarang." titah yang tidak bisa diganggu gugat.

Fano dan Iyok saling berpandangan usai lelaki berusia lebih dari seperempat abad itu turun. Iyok meremas ujung baju Fano. Takut tahu-tahu masuk menggerogoti logika.

Merasakan firasat buruk, Fano hanya mampu tersenyum. "Jangan takut, percaya sama aku. Kita hadapi barengan, ya?"

Iyok memaksakan senyum. Jantungnya berdegup cepat. Serasa aliran darah terpompa tidak teratur. "Papa gak pernah pasang muka seserius itu, Fano. Bohong kalau aku gak takut."

Yang lebih tua mengusap pucuk kepala lelaki dengan iris madu. "Aku juga tau kalau papa gak pernah setegang tadi. Apapun yang ada nanti, hadapi. Menghindar gak selesain masalah, cuma menjeda tanpa kasih kepastian buat tuntasin. Ayo bertanggung jawab. Kamu siap?"

Iyok menatap dalam jelaga disepasang kembar milik Fano. Ia bisa melihat pantulan dirinya di sana. "Fano, jangan tinggalin aku kalau nanti hal buruk bener-bener terjadi."

Fano mengecup dahi Iyok lembut sebagai jawaban.

Mereka berdua sudah duduk di sofa ruang tamu, tempat tadi melakukan prank. Keduanya gusar. Fano beberapa kali mengelus punggung Iyok untuk menengangkan lelaki yang sudah merebut hatinya. Sedangkan Iyok sibuk menenangkan hati dengan mengigit kuku ibu jari.

"Ada pelangi setelah badai. Ada bahagia setelah pengorbanan. Aku percaya itu. Tenang, ya?" Fano membisikkan kalimat penenang seraya usapan punggung yang tidak henti dilakukan.

Iyok tersenyum lemah. "Kita gak tau badai itu kapan reda. Kita juga gak tau seberapa besar pengorbanan itu dikeluarkan. Fano, aku takut."

Mama serta papa Iyok memasuki ruang tamu ketika Fano belum sempat membalas ucapan Iyok. Kedua orangtua Iyok menunjukkan ekspresi tegang yang sangat mempengaruhi suasana saat ini.

Keempat orang dewasa. Pikiran menumpuk yang belum bisa diucap sebab lidah terasa mati. Keempat orang dewasa. Batin berteriak dengan riak yang tidak bisa dikeluarkan. Keempat orang dewasa. Ledakan amarah tertahan demi komunikasi dua arah agar mencapai mufakat.

"Ada apa, pa? Fano harus pulang, nanti portal keburu ditutup." celetuk Iyok setelah menemukan suara.

Papa Iyok menurunkan ponsel dari jarak pandang. "Tunggu mas Adit sama mbak Balqis pulang dulu. Papa mau ngomong penting."

Tanpa sadar Iyok menggoyangkan kaki dengan bunyi yang berisik. Fano menyentuh lutut Iyok sebagai kode agar lelaki dengan lemak berlebih di pipi itu menghentikan kegiatan yang mengganggu pikiran mereka semua.

"Kalau mau bahas urusan keluarga, Fano harusnya disuruh pulang dong, pa."

"Diam aja kamu, dek. Nanti papa cubit perutnya." kata mama sambil mengelus pundak sang suami.

Stupid F | FaYok vers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang