Fano siap memutuskan sesuatu yang harusnya berakhir. Mengatakan pahit agar semua tidak semakin rumit. Cerita cinta yang selama ini dirajut nyatanya harus selesai dengan baik-baik caranya.
Membuat janji untuk bertemu di rumah Laura, Fano memakai pakaian terbaik. Kemeja sewarna telur asin, celana bahan hitam yang sudah disetrika rapi, dan sebuket bunga mawar segar dalam genggam menjadikannya mantap untuk pergi.
"Siap, No?" tanya Mas Julio yang kebetulan menginap.
Semalam suntuk Fano menghabiskan waktu bercerita banyak dengan kakak laki-lakinya. Setelah menemani Iyok tidur, Fano pulang untuk menenangkan pikiran.
Persahabatan yang akhirnya timbul cinta sampai rasa ingin mengikat Iyok untuk dirinya sendiri sudah Fano utarakan pada kakaknya. Hasil mengejutkan didapat. Mas Julio tidak keberatan dengan pilihan Fano. Sebab jika hati sudah menentukan pilihan, maka tidak ada yang bisa menghentikan maunya perasaan.
"Kejar apa yang kamu rasa berhak diperjuangin, No. Mas rasa udah saatnya kamu ikutin pilihan hati. Gak ada yang salah soal urusan cinta. Ngikutin maunya masyarakat kalau cowok harus pasangannya cewek, tapi kamu gak bahagia juga jatohnya gak baik buat semua. Kamu yang pilih, kamu yang tentuin dan kamu juga yang tanggung." Obrolan mereka ditutup dengan pelukan hangat penuh dukungan dari mas Julio.
Rasanya sudah lama mereka tidak bicara tanpa adu urat atau saling jahil. Terasa damai meski jauh dilubuk hati Fano gundah sekali.
Di depan pintu, Laura menyambut Fano dengan senyum lebar. Bahagia seolah membungkus gadisnya. Lambaian tangan dan sapaan lembut menjadi sambutan baik untuk Fano saat keluar dari mobil.
"Tampan sekali pacarku." Laura menarik tanga Fano untuk masuk ke dalam rumah. Senang ketika menerima buket bunga segar merah dari sang kekasih.
"Ayah ada?" Fano bertanya saat mereka jalan beriringan.
Laura mengangguk semangat. "Ada."
Dipeluknya tangan kiri Fano seraya mereka berjalan ke ruang keluarga. Di sana ayah Laura duduk tenang sambil membaca buku. Kacamata baca membingkai wajah tegas laki-laki yang sudah melewati lebih setengah dekade itu.
"Ayah, Fano dateng." Setengah berteriak Laura berlari kecil ke arah ayahnya.
Om Reno —ayah Laura, menoleh. Mendapati kekasih sang anak berdiri canggung. "Tumben kamu ke sini. Sudah lama om gak liat kamu. Kemana saja?"
Fano jalan mendekat dan duduk berhadapan dengan om Reno setelah dipersilahkan. "Ada, om. Sibuk kerja makanya jarang main." Fano menggaruk tengkuk.
"Kalian mau pergi?" tanya om Reno seraya melepas kacamata dan menutup buku yang sedari tadi sudah hilang dari atensi.
Fano menggeleng. "Ada yang mau saya sampein sama om dan Laura juga."
Secara cepat Laut menoleh. "Apa?" Raut wajahnya penuh tanya yang tidak bisa dikeluarkan satu persatu.
"Aku udah pernah bilang sama kamu waktu itu. Di mobil setelah kita pulang nonton."
Laura menggeleng tidak percaya. Ia harap yang ingin diucapkan Fano bukan berita buruk. Laura masih sangat amat mencintai Fano. Lebih dari apapun, Laura siap menukarkan hidupnya demi lelaki yang sedang menyusun kata di sebelahnya.
"Bukan soal itu, kan?" Laura mengguncang tangan Fano. Seolah paham arah pembicaraan Fano.
Tersenyum lembut meski nanar tergambar di manik sehitam jelaga milik Fano. Perlahan ia lepas tangan Laura yang mencengkram pergelangan tangannya.
"Jadi ada yang bisa jelasin ke om ini kenapa?" Om Reno menegakkan duduknya dan itu menular pada Fano.
"Saya mau kembalikan putri om."
![](https://img.wattpad.com/cover/200984059-288-k720451.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid F | FaYok vers ✔
Fanfiction2019 Berawal dari buat konten homo-homoan malah berakhir jadi homo beneran. ___________________ Story: Kejukopi Inspiration: Kiflyf tv Art on cover is't me