20. Akhir Perjuangan

1.6K 144 102
                                    

Mereka semua dipeluk kesedihan sebelum perang dimulai.

*
Part 20. Akhir Perjuangan
Stupid F
Fanfiction| Fano-Iyok| Boyslove| Typo | Comedy-Romance | ©kejukopi
*

Pagi menghantarkan kesedihan, padahal bukan perpisahan atau kematian yang menjadi kabar utama. Kehangatan yang diidamkan tidak memeluk mereka pada hari yang baru saja dimulai sebab kecewa yang bercokol mematikan logika.

Mobil keluarga Fano berhenti di depan rumah Iyok setelah gerbang dibukakan mbak Balqis. Senyum formalitas tergambar di wajah yang sembab. Mempersilakan rombongan keluarga yang datang masuk, mbak Balqis menunggu Fano yang masih mempersiapkan diri di depan mobil. Terlihat jelas jika lelaki bermanik jelaga sedang mengatur napas dan menemukan suara.

Mbak Balqis menepuk bahu Fano dua kali. "Kalian hebat." Berpandangan sebentar, perempuan yang hanya berbeda tiga tahun lebih tua darinya membenarkan kerah baju Fano. "Semangat. Apapun itu .." Mbak Balqis menghapus air mata di ujung pelupuk dengan jari kelingking. "Mbak dukung."

Fano mengangguk. "Makasih, mbak. Aku usahain kabar baik jadi penentu hari ini. Gak bisa janji banyak karena keputusan bukan aku lagi yang buat."

Di depan pintu, Iyok memakai kemeja hitam dengan lengan digulung sampai siku, celana panjang bahan, serta rambut yang disisir rapi. Berjalan mendekat ke arah dua orang yang masih mengobrol di depan gerbang, Iyok tidak bisa mencuri dengar. "Fano." Dua orang berbeda jenis kelamin itu menoleh.

Mbak Balqis undur diri untuk menyiapkan minuman. Meninggalkan Fano dan Iyok yang saling berpandangan. Mbak Balqis hampir menangis ketika melihat sorot mata pengibaan di kelereng Iyok sedangkan iris hitam Fano yang meneduhkan mencoba memberi ketenangan bagi adiknya. Mereka berkata lewat pancaran mata. Satu katapun tidak terucap. Iyok memilin ujung kemeja sampai tangan Fano menuntunnya untuk masuk.

"Aku takut." cicit Iyok. Jalan mereka pelan, seolah habis ini akan ada benteng pemisah keduanya. Bayangan perpisahan menghantui Iyok sejak semalam. Melewati hari tanpa Fano adalah kiamat baginya. Fano bukan hanya cinta, tetapi luka yang dibalut bahagia.

Fano mengusap punggung Iyok. "Ada aku. Percaya ya, sayang. Papaku emang gak bilang apa-apa semalam, cuma aku yakin keputusannya itu terbaik." Senyum teduh yang tidak menular pada Iyok. Fano sendiri sudah pusing dari semalam sebab keputusan ayahnya
bermakna ganda. Fano tidak berani menyimpulkan sendiri.

Iyok menatap bola mata Fano yang hitam bersih. "Kamu? Keputusan papa? Apa maksudnya?"

"Iya, aku semalem ngomongin soal kita ke keluargaku. Papa gak kasih jawaban jelas. Misalnya keputusan papa gak sesuai keinginan kita, aku gak nyerah. Kita bisa berjuang bareng-bareng; kamu, aku, kita."

"Gimana caranya?"

Mereka sudah di muka pintu. Fano menyuruh Iyok untuk duduk di antara orangtuanya, sedangkan Fano sekeluarga duduk di sofa panjang yang sepertinya sengaja disiapkan.

"Kita mulai." Papa Iyok membuka obrolan. 

Fano mengangguk. Tangannya menahan pundak sang ayah untuk berbicara. "Biar aku, pa."

Iyok bergerak gelisah di tempatnya duduk. Iris mata tidak lepas dari setiap pergerakan Fano.

"Sebelumnya saya minta maaf sudah membuat keributan dan mengecewakan semua orang dengan pilihan hati saya dan Iyok. Kita berdua hanya ingin jujur tanpa menutupi apapun dari semua orang, apalagi keluarga. Sudah lama saling berkelit dan merasa waktu yang tepat untuk membahas ini semua, saya dan Iyok akhirnya memberanikan diri keluar dari ketakutan." Fano menghirup udara yang kian memberat. "Saya akui ini sangat salah, tetapi saya benar-benar cinta dengan Iyok."

Stupid F | FaYok vers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang