17.5 Pada Dasarnya

1.2K 126 77
                                    

Helaan napas memecah kesunyian di mobil yang mengisi sepi saat jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam. Waktu yang biasanya dimanfaatkan banyak orang untuk beristirahat atau sekadar melepas penat dari sibuknya hari.

Namun, kebiasaan itu jelas tidak akan berlaku pada dua anak adam yang sedang berkutat dengan pikiran yang penuhi akal.

Fano dan Iyok.

Dengan status sahabat, mereka dilema untuk melanjutkan tahap serius. Mengabaikan perasaan, sebab merasa bahwa ini salah dan akan berakhir menemukan banyak kesusahan disetiap langkah yang akan mereka ambil.

"Kamu mau langsung pulang?" tanya Fano tanpa berniat untuk menoleh. Hatinya terlampau sakit saat pesan yang dikirim tak kunjung mendapat balasan.

Selama membahas pekerjaan bersama Alvin, pikiran Fano penuh dengan Iyok, respon Iyok, suasana hati Iyok dan perasaan Iyok padanya.

Di kursi penumpang, Iyok resah. Ia bingung dan mengejek perasaan yang bercokol semakin dalam untuk Fano, namun tidak juga bisa mengutarakanya. "Cari makan dulu, boleh?"

Iyok sadar jika sedari tadi Fano terus memutuskan kontak mata dengannya. Si manik arang melajukan mobil membelah jalan. Suasana canggung diperparah dengan sunyi yang semakin membisu.

Hanya berputar tanpa arah tujuan. Iyok selalu menolak untuk mampir ke tempat rekomendasi Fano, tapi ia sendiri tidak punya tujuan dan keinginan untuk memilih tempat makan.

"Mau kamu apa? Satu jam kita muter, tapi gak jelas tujuannya. Mau kamu apa, Iyok?"

Di kursinya, Iyok membatu. Suara Fano memang tidak meninggi, tetapi penekanan dan hela frustasi membuatnya takut. Fano yang biasanya konyol, berubah dingin itu adalah sesuatu yang menyeramkan.

"Sensi banget. Biasanya aku ajak muter-muter juga gak apa." Iyok bersedekap. Kesal juga lama-lama diketusin Fano.

Iyok itu pada dasarnya baik ke siapa saja, termasuk pada orang asing dan orang yang pernah jahat padanya sekalipun.  Sifatnya lembut dan pengertian meski terkadang diluapkan dengan ocehan pedas —itu yang membuat Fano jatuh hati, tidak bisa dihindari.

Gila sekali membayangkan Iyok, sedangkan yang dalam imaji duduk di sebelahnya. Fano menggelengkan kepala. Rasanya semua semakin rumit. Iyok telak memenuhi logika dan perasaannya.

"Ayo bicara." Final Fano. Iyok yang tadi membuat ekspresi sebal berubah serius.

"Kita dari tadi udah biacara, Fano."

Gelengan sebagai balasan. "Aku mau ngomong serius. Denger."

Meski sulit, harus dijelaskan. Fano tidak mau berjuang tanpa hasil, namun tidak mau menyerah sebelum mencoba.

"Aku suka sama kamu." Fano mengambil tangan Iyok yang mencengkram seatbelt. Membawa lembut dua tangan berjari gemuk dalam genggamannya. Mengelus perlahan dengan ibu jadi sambil tatapan teduh ia berikan.

"Maaf buat semuanya rumit sedangkan urusanku sama Laura aja belum selesai. Aku janji selesain satu-satu, tapi aku juga mau minta kepastian dari kamu. Kamu suka sama aku?" Pandangan mata penuh harap itu melukai perasaan Iyok.

Munafik sekali. Dari awal yang galau duluan itu Iyok, tetapi yang berani lantang menunjukkan rasa suka malah Fano.

"Bisa kita bahas ini di rumah aja? Nanti kena begal kalau kelamaan parkir di sini, mana gelap banget." Iyok mengalihkan pandangan ke luar jendela seraya menarik tangan.

Laju mobil mengikuti permintaan Iyok.

Meski hanya diisi hening dan ribut dalam kepala, suasana tidak sebegitu canggung lagi. Pulang dari taman bermain sampai selesai main ke rumah Alvin, total dua belas jam lebih mereka habiskan di luar rumah.

Stupid F | FaYok vers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang