18.5 Pilihan Hati

1K 113 57
                                    

"Aku kira kamu udah insyaf dan gak bakal buat ide gila lagi." Iyok memandangi jelas raut serius Fano yang terlihat menyebalkan.

"Coba dulu, Yok. Untung-untungan. Kalau setuju kita direstuin dan kalau meleset bisa dijadiin konten. Mau?"

Iyok bungkam.

Menjelang siang, Fano merusuh di kamar Iyok. Semalam mereka saling mengutarakan isi hati dan Fano pulang dengan perasaan luar biasa lega. Senyum terkembang sampai ia jatuh tertidur

Perkara Laura sudah tuntas dan berakhir baik, lalu mendapatkan pengakuan dari Iyok bahwa ternyata perasaan Fano selama ini berbalas.

"Ayo, Yok. Dicoba. Kita gak tau hasilnya kalau belum dilakuin." Fano menggenggam tangan Iyok. Menatapnya telak disepasang kembar coklat madu yang memancarkan hangat.

Iyok mengangguk pelan. "Misalnya gak sesuai keinginan kita, gak apa?"

Fano tersenyum. "Gak apa, mbul. Masih banyak waktu buat bilang lagi, kan? Aku sama kamu bakal seumur hidup sama-sama dan buat cerita ke mereka itu gampang bagiku."

Membalas genggaman tangan, Iyok mengulum bibir. "Kamu mau selama itu sama aku? Maksudnya, seumur hidup kamu isinya aku gitu."

Mengangguk, Fano berdiri tepat di depan Iyok. "Selamanya aku akan ada buat kamu, Yok."

Ketika malam datang. Mama Sandra baru pulang kerja dan sedang mengerjakan laporan lain di ruang keluarga. Iyok deg-degan sekali. Ini menyangkut kejujuran orientasi seksualnya dan pilihan hati yang jatuh pada Fano.

"Sekarang, No?" tanya Iyok.

"Iya, sekarang." Mereka bisik-bisik di bawah tangga.

"Ma." Panggil Iyok.

"Kenapa, dek?" Mata mama tidak lepas dari rentetan angka di laptop.

Iyok berdiri gelisah. "Mau ngomong."

Mama membenarkan letak kacamata. "Ngomong aja, biasanya tinggal ngomong. Mama sibuk nih." Menunjuk tumpukan kertas.

"Ngomong di ruang tamu aja biar enak, ma." Pinta Iyok.

Mama mendesis. "Di sini aja. Mama lagi kerja, adek."

"Sebentar aja, ma. Penting." Iyok menarik tangan mama untuk bangkit dan mengikuti langkahnya ke ruang tamu.

"Apa?" tanya mama setelah mereka duduk. Di sofa sudah ada Fano yang memeluk bantal. Muka mereka berdua tegang sekali dan itu menular pada mama.

"Aku bingung mau ngomongnya. Kamu aja." Fano cengengesan. Iyok tersenyum gugup.

Kamera dipasang dekat vas bunga tinggi yang tidak mama Sandra ketahui.

"Aku takut." kata Iyok melirik Fano.

Mama hanya memandang keduanya bingung. "Apa yang mau diomongin? Mama sibuk banget tau."

Iyok menggosok lensa kacamata miliknya untuk mengulur waktu. Kata yang disiapkan seolah menguap begitu saja saat mamanya duduk.

"Gimana, No?" Iyok meminta persetujuan Fano.

"Bilang aja, Yok."

Mama Sandra melipat kaki di atas sofa. Mencari posisi nyaman untuk mendengarkan hal penting yang akan mereka bahas.

Iyok menggosok tengkuk. Rasa gugup menyelimuti dirinya. "Jadi, gini. Aduh, ini susah, ma. Gimana ya mesti ngomongnya. Aku bingung. Mau jujur sama mama karena mama yang paling deket sama Iyok. Aku gak berani ngomong sama orang lain dan ini belum ada yang tau sama sekali sebenernya, tapi gak tau sih bakalan nyakitin mama atau enggak soalnya mama orangtua Iyok, jadi Iyok harus terbuka. Iyok gak berani cerita sama papa, mas Adit, mbak Bilqis, atau siapapun. Iyok ngerasa cuma mama yang bisa Iyok kasih tau karena mama yang paling sayang sama Iyok. Yang paling tau Iyok juga mama."

Stupid F | FaYok vers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang