12. Demam

1.5K 147 107
                                    

Di Semarang khususnya, cuaca sedang tidak menentu; sebentar-sebentar panas, sebentar-sebentar hujan, sebentar-sebentar sayang #eh.

Fano sepagi ini tiduran saja di kasur. Kepalanya pusing, jidatnya panas, lidah pahit, tenggorokan asam. Kata sang mama sih gejalan kemiskinan, ternyata setelah dicek ke dokter Fano terserang vertigo dan demam akibat keletihan. Maklum, beberapa minggu belakangan ini Kiflyf sedang sibuk-sibuknya syuting konten, pergi ke sekolah-sekolah yang mengundang mereka dalam acara pensi atau sekedar sharing atas suksesnya mereka sebagai youtuber terkenal dari Semarang pada usia muda.

Sejak semalam Fano merasakan badannya remuk setelah menghadiri Youtube FanFest. Sejak semalam setelah pesawat landing Fano mengeluh pusing pada Iyok dan dibalas seadanya oleh sang sahabat karena mengira Fano hanya jet lag biasa. Sejak semalam Fano berakhir tepar di kasur tidak bergerak sampai panggilan sang mama menyapa indra pendengarnya pagi hari.

Mama beberapa kali ke kamar Fano untuk mengecek kondisi sang anak. Sekedar menyiapkan makanan atau minum, memberikan pijatan halus pada kepala agar erangan sakit Fano sedikit mereda atau mengecek kondisi demam anak lelakinya.

"Hubungin Laura aja, No. Minta temenin sebentar soalnya mama mau ambil file dulu ke rumah ibu Riska." Pinta mama kepada Fano.

Fano menggeleng dan dengan suara parau ia berkata, "Laura lagi pergi ke Bandung dari kemaren sore, Ma. Udah kalau mau pergi ya aku ga apa di rumah sendirian."

Mama menatap Fano prihatin. "Mama telfon Iyok biar jagain kamu, ya?"

Lagi-lagi Fano menggeleng sembari meremat selimut yang membungkusnya sampai dagu.

"Kenapa?" tanya perempuan cantik yang sudah membesarkan Fano.

"Dia pasti lagi istirahat sekarang. Kalau digangguin kasian. Biarin aja, Ma."

Mama menggenggam tangan Fano. Memberikan afeksi serta kekuatan pada sang anak. "Mama pergi sebentar. Janji jam," melirik sekilas jam yang tergantung menunjukkan pukul 10, "—jam 12 mama sampe rumah."

Fano mengangguk serta tersenyum paksa karena kepalanya pusing bagai dipalu.

"Mau pesen apa?"

"Ga ada. Hati-hati aja di jalan."

Sang mama mencium dahi Fano yang masih panas akibat demam. Tidak tega meninggalkan Fano sendirian di rumah, tetapi dokumen yang harus diambil adalah bahan untuk meeting kerjanya besok.

Setelah mendengar gerbang yang terbuka lalu ditutup dan deru mobil yang semakin menjauh, Fano merasa kosong. Sakit kepala masih menyerang dan Fano menangis kesakitan. Ia pukul beberapa kali kepala sebagai bentuk berontak dari hantaman tak kasat mata di dalam organ tubuhnya.

Fano mengerang sakit dengan lelehan air yang menganak sungai dari pinggiran mata. Iris sehitam malam itu redup cahayanya. Hanya ada kesakitan dan derita dari pancaran yang terlihat.

Sepuluh menit Fano rasakan tusukan kasat mata semakin jadi ketika serangan di kepalanya memberat dan sakit tidak terdefinisikan. Suara yang keluar berupa desis dengan badan yang meringkuk. Perutnya terkocok hingga mual dengan rasa asam lambung sampai ke kerongkongannya. Mencecap rasa asam dan pahit secara bersamaan.

Sumpah mati Fano tersiksa. Sekujur tubuhnya mati rasa namun betisnya kram luar biasa. Rumah seolah terjadi gempa saat Fano membuka mata. Fokus pandangan tidak tetap, semua benda seolah bergoyang dan berbayang tidak jelas.

Ponsel di atas meja berdering. Jika sedang sehat mungkin saja Fano langsung meraih ponsel yang hanya berjarak kurang dari dua meter, namun berbeda dengan saat ini. Fano memilih tidak peduli dan membiarkan nada dering itu menggema di kamar meski sedikit mengusik ketenangan yang ia butuhkan. Menjadi satu-satunya suara yang mendominasi ruangan.

Stupid F | FaYok vers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang