Langit masih gelap, Iyok menoleh ke arah jam digital yang ada di atas meja. Matanya menyipit karena nyawanya belum terkumpul. Pukul empat. Ayam berkokokpun masih belum bersuara. Udara terasa lembab dan dingin.
"No." Panggil Iyok seraya menggoyangkan tangan Fano yang melingkar di atas perut. Manik arang masih tertutup rapat, napasnya teratur dengan dengkur halus. Iyok bisa melihat hidung bangir sahabatnya itu, mancung. Fano bergeming dan terlelap bersama mimpi.
Berhasil melepaskan diri dari tangan dan kaki Fano yang memeluknya bagai guling, Iyok turun dari kasur dengan tujuan awal ke kamar mandi. Urine mendesak untuk keluar, maka dari itu kantuk diabaikan.
Setelah dari kamar mandi dengan lampu kamar yang masih menyala redup, Iyok dapat melihat kepala Fano bergerak-gerak. "Iyok." Suara serak Fano membuat Iyok melangkah mendekat.
"Di sini." Iyok naik lagi ke kasur dan menarik selimut.
Fano duduk lalu merentangkan tangan sambil menguap. "Aku kira kamu kemana."
"Kemana?" Iyok mendelik.
"Aku kira, kan."
Mereka sudah kehilangan rasa ingin tidur. Hanya saling diam dengan suasana hening yang anehnya menenangkan. Pikiran sama-sama sibuk tetapi tidak menjadikan satu dan lainnya ingin ikut campur, karena tahu pada akhirnya mereka akan saling bicara jika sudah waktunya.
"Aku putus."
Fano dengan cepat langsung menoleh ke arah Iyok yang tiduran dengan santai, seolah yang ia ucapkan hanya pengumuman tidak penting seperti 'aku suka napas.'
Pandangan mereka menjadi satu jalan. Arang bertemu caramel. Hitam gelap bertubrukan coklat bening. Satu pandangan garis lurus telak menyelami warna manik yang berbeda.
"Kamu bilang apa, Yok?" Fano hanya mencoba memastikan apa yang ia dengar tidak salah. Intonasi ucapan Iyok tadi sangat datar. Hampir tidak bisa masuk dalam daftar informasi penting akibat pelafalan yang terdengar biasa saja.
Iyok hanya angkat bahu dengan gestur acuh. Memeluk guling lalu memandang plafon. Pendar itu tidak bisa Fano nilai. Iyok tersenyum misterius, bola mata coklat beningnya berkilat namun dengan makna tidak terdefinisikan.
"Aku putus sama Balqis kemaren sore." Iyok akhirnya bersuara dengan kegetiran di ujung kalimat. Binar matanya meredup dengan sakit yang nyata adanya.
Fano gelagapan. Rasa asing menyeruak keluar dari dasar hati. Tawa jahat setan bergaung nyaring di telinga kirinya. "K-kemaren sore? Pas kita nonton bioskop?"
Iyok tersenyum kecil. "Abis nonton kok, No."
Fano menarik tangan Iyok agar yang lebih muda untuk duduk dari rebah. "Coba jelasin."
Lagi, senyum kecil Iyok terbit. Fano tidak habis pikir bahwa, bagaimana Iyok masih bisa tersenyum ketika berita duka bagi hati telah disampaikan dapat ditunjukkan dengan ekspresi senyum? Baiklah, Fano tahu jika Iyok tersenyum seperti bernapas; sering dan setiap saat, tetapi ayolah, situasi ini tidak bisa diatasi dengan senyum dan bersikap seolah semua baik-baik saja.
Fano ingin Iyok jujur dengan perasaannya. Fano ingin Iyok setidaknya meluapkan sedih, entah menangis atau murung. Itu akan terkesan manusiawi dan melegakan.
"Jelasin, Yok." Arang itu memandangnya tepat di retina. Penuh keseriusan dan menjelma menjadi harapan yang tak bisa Iyok terka maksudnya.
Gerak aneh Fano tertangkap manik Iyok, namun diabaikan. "Putus aja karena udah gak cocok. Gila aja kali masih sayang tapi minta putus." Ada nada menyindir terselip di sana.
"Gak cocok gimana? Yang detail kalau ngejelasin." Tidak puas dengan penjelasan super singkat dan minim penjabaran, Fano bersikeras untuk mengorek informasi lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid F | FaYok vers ✔
Фанфик2019 Berawal dari buat konten homo-homoan malah berakhir jadi homo beneran. ___________________ Story: Kejukopi Inspiration: Kiflyf tv Art on cover is't me