6.5 Rasa

1.3K 157 98
                                    

[Dilema] pt.2

"Dimakan. Buat naikin mood." Kata Fano.

Iyok memotong bagian kecil dari cokelat tersebut. Memasukkan satu potong ke mulut dan membiarkannya menjadi lelehan setelah bertemu air liur.

Menghela nafas, Iyok menatap sang sahabat yang masih sabar menunggu. Tidak mendesak dan memberikan dorongan berlebih untuk bercerita menjadikan Iyok yakin bahwa membagi sedikit keresahannya pada Fano adalah jawaban yang benar.

Semilir angin musim panas menerpa mereka. Gorden berkibar dan aroma kayu manis milik Iyok menyebar. Menandai setiap jengkal kamar ini adalah wilayahnya. Fano suka saat berada di sini; nyaman.

Mengusap rambut Iyok yang tersentuh angin Fano lakukan refleks. Tanpa sadar. Tanpa dorongan dari manapun. Tanpa kesengajaan.

Mereka masih diliputi hening. Iyok menyusun kata dalam benak sedangkan Fano mempersiapkan mental dengan segala masalah apapun yang akan Iyok bagi dengannya.

"No." Akhirnya suara itu pecah. Seluruh atensi Fano berikan untuk yang lebih muda. Menyiratkan lewat mata bahwa ia siap digaris terdepan untuk Iyok.

"Aku beberapa minggu ini bingung sama perasaanku sendiri. Pernah logika sama hati kamu ga sinkron?" Iyok bertanya lalu menggigit cokelatnya.

"Pernah." Jawab Fano.

"Kayak gimana?" beberapa kali Iyok menghindari kontak mata. Membuang pandangan mata sebening madu itu pada objek lain.

Fano berfikir sedetik kemudian. "Pas aku punya uang. Niatnya mau beli barang eh malah kebeli makanan. Mana makanannya diabisin buntelan marmut lagi." Fano mencubit pipi Iyok.

Tertawa sebentar setelah mengaduh ribut, "aku bukan marmut, Fano." Tolaknya tidak terima.

"Loh yang bilang kamu siapa?"

Iyok mendengus sebal.

"Terus apa lagi?" tanya Fano pada akhirnya ketika melihat Iyok melamun.

"Aku lagi deket sama orang,"

"Siapa?" sergah Fano tiba-tiba.

"Ada lah pokoknya."

"Aku ga boleh tau?"

"Nanti aja aku kasih taunya, No. Aku belum siap. Lagian kita deket juga cuma temen."

"Kayak kita?"

"Ya... bisa gitulah." Jawab Iyok ragu.

Yang lebih tua maklum. "Yaudah lanjutin."

"Aku deket sama orang. Hubungan aku sama dia cuma kayak temen, No. Aku juga ga ngarep bakal ada perasaan lebih ke dia."

Fano memeluk bantal Iyok. Menyamankan diri untuk menyimak cerita si sahabat kentalnya itu. "Dia orangnya gimana?"

"Baik, No. Tapi baiknya ke semua orang juga~" Iyok setengah merengek kesal di akhir kalimatnya. Ada nada ingin menangis dan bersikap sok kuat di sana.

"—dia perhatian, dia ngertiin aku, dia sabar banget, sama dia itu ada kalau aku butuh." Lapisan bening timbul di mata Iyok.

Fano menepuk pundak Iyok pelan. Ia tidak tahu jika sang sahabat sedang dekat dengan seseorang bahkan dengan penjabaran sifat yang spesifik begitu; berarti mereka sudah dekat lama, kan?

"Kamu suka sama dia?" tanya Fano kemudian. Iyok menggeleng pelan. Ragu akan bahasa tubuh untuk merespon pertanyaan Fano. Ia sendiri bingung pada segala yang tengah terjadi pada diri dan perasaannya sendiri. Ia bingung menyikapi respon tubuh yang seolah melambat.

Stupid F | FaYok vers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang