Alvaro 11

2.6K 114 0
                                    

Perasaan cinta itu bisa
Datang tanpa kamu ketahui
Ia tak perlu dipaksa
Karena ia tau kapan
Harus ada

Tangan panjang fio masih sibuk mengaduk-aduk sebuah soup didalam panci. Sesekali gadis itu menyeka keringatnya yang bercucuran. Sungguh, ia benar-benar lelah.

Dapat fio lihat keributan yang tengah terjadi didalam rumahnya itu. Terutama tante damita, mama dari gadis itu terus sibuk meneriaki salah satu asisten rumah tangganya agar lebih cepat mengerjakan pekerjaannya.

Malam ini, keluarga mereka akan kedatangan tamu. Seorang pria yang berpangkat akan datang untuk menemui orang tua fio. Ya, kakak dari gadis itu sepertinya akan lebih serius pada hubungannya.

Fio tersenyum kecut dikala melihat seorang wanita muda tengah bercengkrama dengan mamanya. Della, kakaknya itu sangat disambut hangat oleh mamanya.

Tentu fio merasa iri, seingatnya mamanya itu tak pernah bersikap sehangat itu padanya. Bahkan, mamanya itu sering melontarkan kata-kata kasar seakan fio benar-benar mengganggu pada kehidupan mereka.

"Eh, kok kamu masih disini sih fio. Sana nak, ganti baju." seorang pria paruh baya menghampiri fio.

Fio terkekeh pelan, menampilkan senyuman manisnya kepada sang papa. "Gak usah pa. Fio juga mau kekamar setelah ini."

"Loh, kenapa?. Kamu gak mau ikut acara kakak kamu?." om Adi memasang wajah kagetnya.

"H-"

"Pa. Ayo!."

Seketika fio menundukkan kepalanya dalam, tatapan tajam dari sang mama membuatnya mati kutu. Tentu fio sangat mau menghadiri acara sang kakak. Namun, mamanya itu melarang keras seakan acara itu akan rusak jika dihadiri olehnya.

"Dia gak usah ikut pa. Ngerusak suasana aja!." tante damita menatap fio tajam.

Om Adi beralih menatap istrinya dengab tajam, kepala keluarga itu menggeleng pasrah. Mengapa istrinya itu masih belum bisa melupakan masa lalu itu?.

"Ma, k-"

"Ayok pa!."

Fio tersenyum getir melihat kepergian kedua orang tuanya itu. Tanpa sadar gadis itu meneteskan air matanya. Ia sangat ingin diperlakukan sama dan rata seperti kakaknya.

Ia juga ingin disediakan sarapan sebelum sekolah atau sekedar menceritakan pengalamannya kepada sang mama. Kenapa mamanya itu terus bersikap kasar, apa ia telah melakukan hal yang sangat fatal?.

Fio menghela nafasnya panjang, mengapa ia menjadi cengeng seperti ini. Oh ayolah, bukankah hal ini sudah biasa terjadi padanya. Toh, jikalau ia bersedih tak akan merubah keadaan.

Dapat fio rasakan saku celananya tiba-tiba bergetar. Dengan cekatan tanga gadis itu mengambil ponselnya, lalu melihat siapa yang telah menelponnya.

Fio membelalakkan matanya kaget. Apa ia tak salah lihat?. Sesekali gadis itu mengusap-usap matanya, sekedar memastikan apa yang dilihatnya ini adalah kenyataan.

Alvaro menelfonnya?

"Ha-"

"Ini beneran fio?."

Gadis itu mengerutkan dahinya bingung dikala mendengar suara yang tersambung bukanlah suara alvaro. Tentu fio sangat hafal bagaimana suara dari sang alvaro.

"I-iya. Ini siapa ya?. Kok ponselnya kak varo ada dikamu."

"Alvaro jatuh dari motor."

"Hah?!. Jatuh bagaimana?. Jangan becanda woy. Dimana?!."

"Nanti gue chat alamatnya."

Tutt.!

Dengan cekatan fio melepas sebuah celemek yang berada pada tubuhnya. Gadis itu segera berlari menuju lokasi yang telah dikirim oleh sang penelfon. Bahkan ia benar-benar tak memperdulikan penampilannya saat itu.

                              🌿🌿🌿
Tatapan fio menyapu keseluruh jalanan, gadis itu memasang wajah khawatirnya bahkan nafas gadis itu masih naik-turun karena kelelahan. Ia tak perduli, yang terpenting sekarang hanya alvaro.

"Woy. Lo fio?. Fio menganggukkan kepalanya cepat kepada seorang pria seusianya.

"Dia disana."

Manik mata gadis itu segera beralih menunu tempat yang ditunjuk cowok itu. Dapat fio lihat seorang cowok tampan tengah menduduki tubuhnya disalah satu kursi taman. Tanpa menghiraukan cowok itu, gadis itu segera berlari menuju alvaro.

Alvaro mengerutkan dahinya bingung menatap seorang gadis yang benar-benar terlihat kacau. Mata tajam cowok itu melihat kesekeliling, bahkan gadis didepannya itu tidak dalam keadaan dikejar seseorang.

"K-kak varo gak papa?."

Alvaro menganggukkan kepalanya, dibalas helaan nafas oleh fio. Gadis itu segera mengambil posisi duduk disamping cowok itu. Gadis itu masih berusaha untuk menormalkan nafasnya.
"Tadi ada yang nelfon aku. Katanya kak varo jatuh dari motor." tutur fio.

Alvaro berdecak, sialan yan telah menghubungi gadis ini. Padahal ia hanya jatuh saja, luka ini pun tak berarti apa-apa bagi seorang alvaro.

Fio bangkit dari posisinya, lalu menjongkokkan tubuhnya untuk melihat luka alvaro. Gadis itu bergidik ngeri melihat celana dibagian lutut cowok itu robek dan menampilkan luka yang tak terlalu parah.

Alvaro menatap datar saat fio meniup-niup lukanya. Cowok itu tak bereaksi apa-apa. Sebuah senyuman tipis terpampang diwajah alvaro. Saat fio mendongak padanya, cowok itu segera menormalkan raut wajahnya.

"Masih sakit gak kak?." alvaro menggelengkan kepalanya.

Mata indah fio mengedar kesekeliling, gadis itu berdecak dikala menyadari tempat yang ia datangai tengah diadakan lomba balapan liar.

Aww

Alvaro mengusap-usap lengannya, cowok itu menatap bingung kepada fio yang beberapa detik yang lalu sudah memberi cubitan padanya.

"Kakak ikut balapan ya." fio menunjuk alvaro dengan telunjuknya.

Alvaro menggaruk tekuknya yang tak gatal, menatap fio yang tengah menatapnya tajam. "Cuma iseng doang."

Fio membelalakkan matanya, alasan macam apa itu?. Gadis itu segera duduk disamping alvaro, lalu memberi tatapan mautnya kepada cowok itu.

"Iseng-iseng. Ntar kalau kecelakaan, trus mati, gimana?!."

"Jangan macem-macem deh kak." tutur fio.

"Lebay!."

Fio mendesis mendengar jawaban dari alvaro, gadis itu melipat kedua tangannya didadany. "Au ah, aku ngambek."

Tanpa sadar alvaro tertawa pelan, dengan spontan fio menolehkan kepalanya menatap kaget kearah alvaro. Untuk pertama kalinya ia melihat seorang alvaro tertawa. Dan itu karenanya?. Alvaro terus tertawa dengan fio yang masih setia menatap cowok itu.

***
Mohon
Vote
Dan
Comment:)

ALVAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang