Alvaro 59

2.2K 125 30
                                    

Perlahan namun pasti
Kamu yang hampirku genggamn
Ternyata terlepas lagi.


Hari minggu kali ini, Fio memutuskan untuk mengunjungi rumah Alvaro. Kali ini bukan dia yang datang seenaknya, namun diminta sendiri oleh pemilik rumah.

Jangan fikirkan bahwa ia tengah berduaan dengan cowok itu. Ada Tante Arini, dan beliau tengah berkutat dengan pekerjaannya. Mengenai Alvin, adik dari Alvaro itu tengah keluar.

Tatapan Fio masih betah menghadap pada televisi yang berada dihadapannya. Ia bahkan tak menyadari jika Alvaro sedari tadi memperhatikannya.

Cowok itu tertawa dikala Fio menampilkan raut wajah lucu. Hal itu membuat Fio menolehkan kepalanya. Ia menyatukan alisnya bingung, melawan tatapan cowok itu yang terarah padanya.

"Kenapa ketawa Kak?." Tanya Fio.

Alvaro menggelengkan kepalanya. "Filmnya lucu."

"Lucu?. Anjingnya mati Kak, masak dibilang lucu." Protes Fio.

Alvaro menampilkan senyuman tipisnya. "Gue nontonin lo."

Fio memalingkan wajahnya malu. Oh ayolah sejak kapan Alvaro dapat mengeluarkan kata-kata seperti itu?. Ia tak sanggup dihadapkan dengan perkataan manis yang dilontarkan secara terang-terangan begini.

Hening tiba-tiba menyelimuti keadaan kedua manusia itu. Fio dengan segala pemikirannya. Dan Alvaro yang terus menatap gadis di sampingnya itu. Banyak hal yang ingin di tanyakan Alvaro.

"Gue mau nanya. Kenapa lo takut sama permen kapas?." Tanya Alvaro.

Raut wajah Fio mendadak berubah, jika ia menjawab pertanyaan dari cowok itu. Maka akan banyak hal yang harus ia bagi bersama. Apa Alvaro masih mau menerimanya jika telah mengetahui semua itu?.

"Aku yakin, setelah aku ceritain ini. Kak Varo pasti jauhin aku." Tutur Fio.

Alvaro menyatukan alisnya bingung. "Kenapa gitu?."

"Dari permen kapas aku tau bahwa mama gak pernah sayang sama aku Kak. Dulu, waktu kecil aku pernah ditinggal mama di pasar malam setelah beliin aku permen kapas."

"Aku bukan anak kandung dari mama dan papaku Kak. Lebih tepatnya, aku anak dari papa dan dari seorang selingkuhannya." Perjelas Fio.

Raut wajah Alvaro seketika berubah serius, ia menegakkan tubuhnya, menghadap pada gadis disampingnya itu sepenuhnya. Ini masalah serius, ia tak boleh sembarangan mengambil sikap.

Dapat Alvaro lihat mata Fio yang mulai berkaca-kaca, gadis itu tengah berusaha menahan isakan yang akan keluar. Anak mana yang tak akan menangis jika mendengar hal seperti itu. Bahkan hingga detik ini Fio masih tak percaya.

"Karena itu aku tau, alasan mama aku gak pernah sayang sama aku Kak. Ternyata, selama ini masalahnya ada sama aku. Aku yang gak tau diri Kak."

"Setelah mendengar ini, aku rela kalau Kak Varo jauhin aku." Lanjut Fio.

Alvaro mendekap gadis itu dalam pelukannya. "Lo tau, pasangan yang baik itu adalah pasangan yang mau menerima kisah masa lalu pasangannya. Pilihan gue selalu berkualitas, apa lo raguin pilihan gue?."

Fio hanya termenung menatap Alvaro, ia menyatukan alisnya bingung ketika Alvaro membuka telapak tangannya padanya. Setelah diberi kode, Fio segera meletakkan tangannya diatas tangan cowok itu.

"Nah, sekarang gue gandeng lo ke masa depan yang cerah."

🌿🌿🌿

"Lo sendirian aja?."

Fio menolehkan kepalanya, menatap datar kearah Alvin yang baru datang. Sepertinya adik dari Alvaro itu habis pulang dari berkencan bersama salah satu pacarnya. Ya, Alvin seorang playboy.

"Sama yang pacar mana nih?." Tanya Fio.

Alvin menatap Fio kaget. "Maksud lo apa?."

"Kamu fikir aku gak tau. Kamu kan punya tiga pacar kan?. Aku lihat pesan di hp kamu. Ya walaupun gak sengaja waktu itu." Tutur Fio.

Sifat kedua kakak-adik ini memang jauh berbeda. Alvaro dengan kebucinannya yang minta ampun dan Alvin yang sifat keplayboiannya minta digampar.

"Lo jangan ember ya. Gue cuma lagi nyari yang cocok aja." Ancam Alvin.

Fio menggelengkan kepalanya heran. "Gak minat juga aku Vin, urusin hal begituan."

"Mantap. Nih, buat lo. Sebagai hadiah tutup mulut." Alvin menyodorkan sebuah permen kapas pada Fio.

Fio menengang, raut wajahnya berubah menatap permen kapas itu yang berada persis dihadapannya. Alvin memberi paksa permen itu ketika Fio tak kunjung mengambilnya. Tangan gadis itu bergetar memegang makanan manis itu.

Fio memegang kepalanya pusing, tangannya bergetar hebat, keringat dingin bercucuran disekujur tubuhnya. Alvin yang melihat hal itu mendadak kaget.

Beberapa memori ingatan dimasa lalu seketika berputar-putar hebat diotaknya. Ia memegang kepalanya sakit, refleks saja gadis itu berteriak. Alvin semakin takut setengah mati.

Alvin mendongakkan kepalanya menatap Fio yang tiba-tiba berdiri dan ingin beranjak pergi. Ia makin tak mengerti melihat gadis itu menangis. Tak juga halnya dengan Alvaro, ia lantas berlarian menuju Fio ketika melihat gadis itu beranjak pergi.

"Lo kenapa?!." Tanya Alvaro, menahan lengan gadis itu.

Fio menepis tangan Alvaro. "Gpp. Aku mau pulang."

"Gue anter."

"Ga usah. Aku mau sendiri." Tolak Fio.

"Ini udah malam Fio. Lo g-"

"Kak Varo bisa gak sih gak usah maksain kehendak sendiri?!. Kalau aku mau bilang pulang sendiri, ya terserah aku!."

***
Mohon
Vote
Dan
Comment.

Follow my akun wattpad ya.
Mohon kerja samanya.

Nih, udah double up ya😄

ALVAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang