Alvaro 23

2.6K 108 0
                                    

Ketika sebuah rasa
Dipertanyakan.

Langit malam yang kala itu dihiasi bintang, turut menemani langkah gontai seorang gadis berambut sebahu. Semilir angin malam menerbangkan rambut pendeknya, tak urung membuat gadis itu terusik barang sedikitpun.

Langkah fio terhenti, dengan cepat gadis itu membalikkan tubuhnya. Keningnya berkerut, tiba-tiba segala pemikiran buruk tengah menguasai pemikirannya.

"Perasaan ada yang ngikutin aku deh." gumam fio.

Tak ingin semakin terjebak dalam situasi menegangkan itu, fio semakin mempercepat langkahnya. Tangannya menggenggam kuat tali slimbagnya, mencoba menyalurkan rasa ketakutannya saat itu.

"Aaa"

Fio refleks berteriak dikala dua orang preman menghadang langkahnya. Untuk pertama kalinya fio merasakan adegan yang pernah ia tonton difilm-film. Dihadang oleh sekelompok preman lalu diselamatkan oleh seorang pangeran.

Gadis itu menggelengkan kepalanya kuat, mengapa ia dapat berfikiran sekonyol itu dikeadaan genting seperti ini. Bodoh!.

"Mau kemana kamu gadis cantik. Ikut om yuk." salah seorang preman berkepala plontos mencoba menyentuh fio.

Seorang preman berambut gondrong tertawa keras, membuat keringat dingin menyeluruh diwajah fio. "Ayolah dek. Kamu pasti seneng kok."

Mata fio memerah, gadis itu sangat takut membayangkan hal-hal jahat yang akan dilakukan preman itu kepadanya nanti. Ia tak bisa melawan, fio terlalu takut untuk melakukan aksi itu.

Mungkin ini menjadi salah satu resiko dari hal yang dipilih fio. Yaitu, mengambil dua pekerjaan paruh waktu dalam sehari. Sebuah langkah awal yang untuk pertama kali dicoba fio.

Tentu fio melakukan hal itu dengan banyak alasan. Ia tak mau terlalu membebani sang mama untuk membiayai kebutuhannya. Memandang sikap sang mama yang tak terlalu baik padanya.

Setidaknya dengan melakukan hal ini mamanya secara perlahan dapat menerima kehadirannya. Atau mungkin saja sang mama akan bersikap layaknya seorang ibu dan anaknya nanti.

Fio perlahan memundurkan langkahnya, berbalik arah berniat untuk melarikan diri dari kedua preman itu. Gadis itu membelalakkan matanya kaget disaat menyadari tangannya dicekal oleh kedua preman itu.

"Lepasin om. Fio mau pulang." gadis itu terus memberontak.

"Iya. Nanti om anterin pulang. Tapi, ikut om dulu bentar." jawab salah seorang preman berkepala plontos.

Fio terus menangis, tentu saja tangisan itu tak dihiraukan oleh kedua preman itu. Kedua pria itu hanya memikirkan hal jahat yang akan dilakukannya kepada fio.

Bughh

Fio refleks menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Terkejut bukan main dengan apa yang dilihatnya saat ini. Apakah adegan difilm-film itu menjadi kenyataan?.

Pupil mata fio terus bergetar menatap sebuah perkelahian tepat didepan matanya. Lagi-lagi sebuah adegan di difilm-film itu menjadi kenyataan.

"Gpp?."

Fio menganggukkan kepalanya patuh dengan tatapan yang masih mengarah kepada kedua preman yang telah berlari menjauh itu.

"Lo kecewa?."

"Hah?."

"Ga jadi dibawa sama tu preman?."

Gadis itu spontan mencubit lengan cowok yang telah membantunya tadi. Gadis itu mengerutkan bibirnya kesal, pertanyaan macam apa itu.

"Gue minta upah."

Tatapan fio dengan cepat menoleh kearah cowok jangkung yang berada disampingnya itu. "A-apa?."

"Traktir gue."

Fio mengerjapkan matanya tak percaya dengan apa yang didengarnya. Gadis itu menatap horror punggung alvaro yang telah menjauh. Cowok yang telah membantunya tadi.

                            🌿🌿🌿
Suara berisik jalanan tak urung membuat fokus fio teralihkan dari objek yang ditatapnya. Seorang penjual nasi goreng keliling menjadi pilihan alvaro saat ingin ditraktir oleh fio.

Tentu fio dapat bernafas lega akan itu. Ia kira alvaro akan mengajaknya ketempat mewah. Memikirkan hal itu membuat fio merinding sendiri.

"Gue ganteng ya?."

Fio memutar bola matanya tak tentu arah, dengan mulut yang berkedut untuk mengeluarkan suara. "Ka-kalo makan gak boleh ngomong."

Alvaro tersenyum tipis melihat fio yang menghabiskan makanannya dengan tergesa-gesa. Tentu saja tatapan secara terang-terangan itu membuat fio gelisah sendiri.

"Ngapain liat-liat. Mau aku colok matanya pake garpu." untuk pertama kalinya fio berkata sedemikian pada alvaro.

Alvaro segera berdiri dengan tubuh yang sigap membelakangi fio. Tentu ia tak mau jika fio sampai tau jika ia tengah mati-matian menahan tawanya akan ucapan fio barusan.

"Bayar."

Fio mendesis, lalu mendekati penjual nasi goreng itu untuk membayar makanannya dengan alvaro tadi. Gadis itu masih berdiam kaku ditempatnya, ia tak tau harus bersikap bagaimana.

"Gue anter pulang."

Fio masih bertahan dengan raut wajah bingungnya. Mengapa cowok itu tiba-tiba bersikap baik padanya. Bukankah alvaro begitu membencinya?. Tersadar akan lamunannya, fio segera berlari kecil menyusuli alvaro yang semakin menjauh.

***
Mohon
Vote
Dan
Comment:)

Follow juga ya my wattpad:')

ALVAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang