Alvaro 21

2.6K 114 0
                                    

Memulai hari yang baru
Dengan rasa yang sama


Helaan nafas panjang terdengar diarea sana. Fio memejamkan matanya kuat, tangannya masih menggenggam kuat gagang pintu rumahnya.

Kejadian tadi masih sangat membekas dihatinya. Seorang alvaro yang berkata sedemikian padanya. Tetapi tetap saja, ia tak akan pernah bisa membenci cowok itu.

Kadang, kamu juga harus beristirahat dalam sebuah perjuangan. Bukannya bertanda lemah, tetapi berdamailah pada diri. Dirimu, juga butuh sebuah ketenangan.

Seharusnya fio tak usah terlalu bereaksi seperti ini. Padahal, ia sendirilah yang menjerumuskan dirinya sendiri kedalam lembah luka. Lantas, mengapa ia seakan menyalahkan lembah itu?.

Seharusnya ia menjauhi lembah luka itu, atau bahkan tak memasukinya sama sekali. Namun, ia sudah jatuh terlalu dalam, tersakiti begitu tancap.

Fio membelalakkan matanya saat melihat sebuah pemandangan buruk dihadapannya. Kaki gadis itu terasa lemah, bibirnya kelu, tubuhnya terasa membatu.

Disana, sang papa yang terus menahan tangan mamanya yang tengah memegang sebuah pisau. Apakah mamanya ingin mengakhiri hidupnya sendiri?.

"Aku mau mati pa."

Teriakkan itu membuat mata fio kembali berair. Tidak!. Ia tak ingin mamanya pergi. Ia rela dicaci maki atau dihina sekalipun. Asalkan, mamanya selalu ada disampingnya.

Kaki gadis itu berlari menuju kearah sang mama. Tubuh gadis itu menubruk keras tubuh mamanya, lalu memeluk tante damita erat. Om adi yang melihat aksi putrinya itu membelalakkan matanya kaget.

"Lepasin saya anak sialan!."

Tubuh fio terhempas kasar kelantai rumahnya, gadis itu menangis terisak. Bukan, bukan perihal ia yang jatuh karena didorong sang mama. Namun, keadaan mamanya yang sangat kacau.

Fio benci melihat hal ini, dimana mamanya yang selalu ingin menyakiti dirinya sendiri. Fio rela, tubuhnya dijadikan sasaran amarah sang mama. Asalkan mamanya itu tak menyakiti dirinya sendiri.

"Dasar anak sialan. Kamu anak pembawa sial."

Gadis itu hanya diam mendengar cacian dari sang mama. Bahkan, perkataan itu sudah menjadi makanan sehari-hari bagi fio. Hal lumrah yang terjadi pada dirinya.

"Pergi kekamar mu nak."

Teriakan dari om adi membuat fio terkesiap, gadis itu terbelalak saat sang mama berniat menancapkan pisau itu ketubuhnya.

"Pergi nak!."

Fio mengangguk cepat, gadis itu berusaha bangkit dari posisinya. Gadis itu berlari kencang menuju kamarnya. Hari ini, semua peristiwa buruk terjadi pada dirinya. Sepertinya, fio hanya tinggal menunggu waktu kapan ia akan menyerah.

                            🌿🌿🌿
Yola yang notabennya duduk sebangku dengan fio hanya mengerutkan dahibya bingung. Gadis itu tak seperti biasanya. Fio yang selalu ceria, tiba-tiba hanya diam membeku seperti itu.

"Fio, lo kenapa?."

Gadis itu menoleh, menampilkan senyuman tipisnya pada yola. Tanpa menjawab pertanyaan dari yola. Gadis itu hanya menggelengkan kepalanya.

Perhatian semua murid teralihkan dari bu riri yang tengah mengajar kearah seorang pria paruh baya yang berdiri diambang pintu kelas. Terlihat kedua guru itu yang tengah berbicara.

"Fio. Silahkan ikuti pak agung ya keruangannya. Ada hal yang ingin beliau bicarakan."

Gadis itu hanya memasang wajah datarnya. Bahkan fio tak mau memikirkan perihal guru yang bertugas dibagian keuangan itu memanggilnya.

Fio bangkit dari posisinya, lalu melemparkan senyuman simpulnya kepada yola dan lita bahwasannya ia baik-baik saja. Perlahan fio melangkah pelan mengekori langkah panjang pak agung.

Kerutan kasar terlihat jelas pada secari kertas yang sedari tadi terus dibaca fio dengan tangan yang menggenggam. Mata gadis itu memerah, ia sudah tak tahan.

Gadis itu masih berdiri menyandar pada dinding didepan ruangan pak agung. Gadis itu mendongakkan kepalanya keatas, menahan bulir bening itu tidak akan meluncur bebas.

Dikertas itu, tertulis bahwasannya fio harus segera membayar uang sekolahnya. Tunggakannya itu sudah berlangsung selama lima bulan. Apa mamanya benar- benar tidak mau membayar biaya sekolahnya?.

Gadis itu mencoba tersenyum lebar, senyumannya itu bercampur dengan air matanya yang terus mengalir. Fio menghela nafasnya panjang. Lalu perlahan meninggalkan area tersebut.

Bukan saatnya ia harus menangisi hal seperti ini. Hal ini hanya bertanda bahwasannya fio harus lebih bekerja keras. Sebaiknya ia tak bisa bergantung pada satu pekerjaan paruh waktu saja.

Fio juga butuh uang untuk dirinya, sedangkan upah untuk bekerja disupermarket masih belum cukup untuk membayar tunggakan sekolahnya. Berarti, fio harus mencari pekerjaan lain.

Alvaro menghela nafasnya panjang saat melihat fio dilorong koridor yang sepi. Arah keduanya berlawanan, memungkinkan kemungkinan bahwa mereka bisa saling menatap.

Sekarang, alvaro harus menyiapkan mental kuat untuk menghadapi fio. Bisa saja kan gadis itu akan bereaksi heboh kepadanya. Melihat perjuangan gadis itu selama ini. Perkataannya kemarin mungkin hanya akan dilupakan fio.

Langkah alvaro tiba-tiba terhenti dikala melihat fio melewatinya begitu saja. Tubuh cowok itu berbalik, menatap tubuh fio yang perlahan menghilang dibelokan koridor sekolah.

***
Mohon
Vote
Dan
Comment:)

ALVAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang