Alvaro 25

2.7K 102 5
                                    

Kata-katamu hampir menguasaiku
Aku harus berhati-hati
Jika tidak, aku akan terpuruk.

Semua orang pasti mengharapkan sebuah kebahagiaan, tanpa adanya luka dalam hidupnya. Bagaimanapun juga beginilah kehidupan, kamu tak boleh serakah hanya untuk mendamba kebahagiaan.

Didepan rumah bergaya minimalist, seorang gadis terlihat tengah meregangkan kedua tangannya, keatas, kekanan dan kekiri.

Semua rasa lelah yang dihadapinya terasa perlahan mudah untuk dilalui. Tempaan keras dari hidupnya membuat fio menjadi gadis yang mandiri.

Sekarang bukan waktunya fio untuk mengeluh. Menangisi kisah pilu hidupnya dan sekedar berharap agar semua segera berjalan membaik.

Fio tentu sadar diri, ia tak terus-menerus mengelu-elukan kehidupannya. Setidaknya ia harus hidup tanpa menyusahkan orang lain.

Langkah kaki gadis itu terhenti, keningnya berkerut menatap seorang cowok tampan yang tengah bertengger manis didepannya. Dengan rasa keingintahuan yang tinggi, gadis itu berlari kecil kearah cowok itu.

"Eh, kak varrel?!."

"Kak varrel ngapain disini?." lanjut fio.

Varrel tersenyum manis, lalu segera turun dari motornya dan berdiri dihadapan fio. "Mau jemput lo."

"Hah?!. Ya ampun kak. Sekolah kita kan gak searah." tutur fio.

Lagi-lagi varrel tersenyum manis, tangan kekarnya teranjak untuk mengusap puncak kepala fio. "Gpp Quen. Lagian gue ada urusan disana. Jadi, sekalian."

Fio berusaha menahan senyumannya dikala varrel memanggil namanya dengan Quen. Sesuai dengan apa yang dikatakan cowok itu tempo lalu.

"Ngapain masih disana. Gak mau sekolah?."

Seketika fio tersadar dari lamunannya, gadis itu tersenyum kikuk menatap varrel yang sudah bertengger manis diatas motornya. Tangan gadis itu terulur untuk menerima helm yang disodorkan oleh varrel.

🌿🌿🌿
Fio menundukkan kepalanya dalam saat motor yang dinaikinya bersama varrel telah berhenti diparkiran sekolahnya. Gadis itu memberikan helm kepada varrel dengan posisi yang masih sama.

"Gue jelek ya, sampe lo gak mau liat wajah gue."

Seketika fio mendongakkan kepalanya, gadis itu menggelengkan kepalanya kuat menampik hal yang dituduhkan oleh varrel. Bohong namanya jikalau fio mengatakan cowok blasteran itu buruk rupa.

"Gak kak. Aku cuma gak nyaman diomongin sama orang-orang." cicit fio.

Varrel menghela nafasnya panjang, cowok itu perlahan berjalan mendekati fio, lalu menggenggam tangan mungil fio membuat gadis itu mendongakkan kepalanya.

"Lo seharusnya seneng Quen. Tandanya, orang-orang masih peduli sama lo."

"Lo jangan khawatir. Gue ada untuk lo." lanjut varrel.

Tanpa sadar fio tersenyum manis mendengar apa yang dikatakan varrel barusan. Gadis itu menganggukkan kepalanya mantap, bertanda setuju atas pernyataan dari varrel.

"Lo, g-"

Varrel terkejut bukan main saat seseorang menark fio begitu saja hingga membuat genggamannya terlepas. Varrel menatap tajam alvaro yang tengah menggenggam erat tas milik fio.

"Lo apa-apaan sih al." ujar varrel.

"Udah?."

Varrel mengerutkan dahinya bingung atas ucapan alvaro. "Hah?. Maksud lo apa sih?."

"Urusan lo." tutur alvaro.

Varrel berdecak kesal, tentu varrel sangat tau maksud dari alvaro. Cowok itu menyuruhnya pergi dari sekolah tersebut.

"Gue pamit ya Quen. Belajar yang rajin."

Fio menganggukkan kepalanya, tatapan gadis itu belum terlepas menatap motor sport milik varrel. Aksi itu pun tak luput dari pandangan alvaro.

Gadis berambut sebahu itu terkejut bukan main saat sebuah tas mendarat tepat dikedua tangannya. Fio menatap sang pelaku dengan helaan nafasnya.

"Bawa. Lo kan pesuruh gue."

Fio mengikuti langkah besar alvaro dengan terus menundukkan kepalanya. Sungguh, omongan para siswa dikala itu hampir membuat emosinya membuncah.

Orang-orang mengatakan jikalau dirinya hanya memanfaatkan alvaro dengan situasi yang ada agar dapat terus bersama cowok tampan itu. Jikalau itu dulu, fio pasti mengiyakan ucapan orang-orang. Namun, untuk sekarang fio benar-benar tidak mau melakukan itu.

Langkahnya terhenti bersamaan dengan langkah alvaro. Kedua manusia itu berhenti tepat didepan kelas alvaro. Tangan panjang gadis itu terulur untuk menyerahkan tas itu pada pemiliknya.

"Kak."

Alvaro menoleh, cowok itu menaikkan satu alisnya bertanda ingin mengerahui keinginan gadis didepannya itu.

Cowok itu mengerutkan dahinya bingung, saat uang kertas berwarna biru berada pada genggaman tangannya. Alvaro menatap manik mata fio, menuntut penjelasan.

"Itu buat nyicil uang seragam kak varo. Mohon diterima ya kak."

Alvaro menatap punggung fio yang semakin menjauh dengan raut wajah datarnya. Cowok itu mengangkat bahunya acuh, lalu memasuki kelasnya karena terlalu muak menghadapi para siswi yang terus mengganggunya.

***
Mohon
Vote
Dan
Commentnya:)

ALVAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang