Alvaro 17

2.6K 102 3
                                    

Aku terlalu ahli dalam hal
Menyembunyikan luka
Jadi, jika kamu melihatku menangis
Itu tandanya aku tengah berada
Di titik terlemah.

Sebatang cokelat tak luput dari pandangan fio. Gadis berbut sebahu itu terus menatap cokelat yang berada pada genggamannya dengan senyum merekah.

Bukan perihal cokelat itu pemberian dari seseorang. Namun, cokelat itu yang nantinya akan diterima oleh seseorang. Fio melangkahkan kakinya dengan riang, bersenandung disela-sela langkahnya.

Lucu memang, dikala biasanya seorang prialah yang memberi cokelat. Justru, hal itu tak berlaku bagi fio. Baginya, hal apapun akan dilakukannya asalkan dapat menarik perhatian alvaro.

Sudah seharian ini cowok dingin itu tak beradu tatap dengan fio. Entah cowok itu yang sengaja menghindar, atau hanya karena kebetulan saja. Rasa rindu telah menyerang fio saat ini.

Apalagi fio tak bisa pulang bersama cowok itu. Bukannya alvaro yang tak mau mengangarkan. Namun, karena fio yang akan melakukan kerja paruh waktu. Toh, alvaro masih mempunyai waktu tiga hari lagi untuk diperintah olehnya.

Lekungan senyum fio semakin melebar dikala telah berhasil menemukan alvaro. Gadis itu segera berlari, menghampiri alvaro yang tengah sibuk berkutat dengan motornya.

"Kak varo kemana aja sih. Kok gak keliatan seharian ini?. Aku kangen tau."

Alvaro berdecak menatap seorang gadis yang menghujamnya dengan banyak pertanyaan. Jujur saja, ia tengah malas untuk meladeni gadis itu sekarang.

Setidaknya ia dapat bernafas lega sekarang. Karena fio memintanya untuk tidak mengantarkannya pulang maka alvaro akan dapat terbebas dengan gadis itu barang sejenak.

Sebenarnya alvaro sedikit bingung atas permintaan gadis itu tempo lalu. Namun, dengan sigap alvaro menampik pemikiran itu. Ia tak peduli gadis manja itu mau melakukan apa, yang terpenting ia dapat bergerak bebas.

Alvaro memasang sebuah helm ke kepalanya. Tentu saja aksi itu membuat fio mengerucutkan bibirnya kesal. Baru saja ia bertemu dengan cowok itu, dan alvaro malah pergi meninggalkannya.

"Kak, mau kemana sih. Baru juga ketemu, malah ditinggal." gerutu fio.

"Pulang." jawab alvaro singkat.

Fio semakin memasang wajah teraniayanya, bahkan rindunya masih belum terobati. Namun, alvaro malah pergi begitu saja.

Gadis itu menundukkan kepalanya, menatap sebuah jam yang melingkari pergelangan tangannya. Fio membelalakkan matanya, jika ia tak berangkat sekarang maka ia akan terlambat untuk bekerja.

Fio menarik tangan alvaro, meletakkan sebuah cokelat ditelapak tangan cowok itu. Tentu saja alvaro yang melihat aksi fio yang tiba-tiba itu terkejut bukan main.
"Gak tau kenapa aku ngerasa perasaan kak varo lagi kurang baik. Jadi, aku kasi cokelat biar bisa senyum ya kak. Jangan ngilang, aku susah carinya."

Gadis berambut sebahu itu segera berlari meninggalkan alvaro setelah mengucapkan kalimat sedemikian. Ekor mata alvaro terus menatap pergerakan fio. Tatapan cowok itu jatuh pada sebatang cokelat yang berada pada tangannya.

                             🌿🌿🌿
Fio terus berusaha menormalkan deru nafasnya yang kelelehan sehabis berlari. Gadis itu merapikan sedikit rambutnya yang berantakan, lalu memasuki supermarket tersebut.

"Sore kak maya. Maaf ya telat." fio memasang raut wajah bersalahnya.

Kak maya terkekeh pelan, menyodorkan sebotol air mineral pada fio. "Santuy aja fio. Kakak ngerti kok, kamu kan harus sekolah."

Fio menyunggingkan senyumannya, syukurlah kak maya dapat mengerti kondisinya. Jika rekan kerjanya orang yang tak berperasaan, bisa habis fio terus dimarahi.

"Kamu udah makan?." kak maya menatap fio yang meminum sebotol air mineral dengan begitu cepatnya.

Tangan panjang fio terulur untuk mengelap sedikit air disekitar bibirnya. "U-udah dong kak. Tiga mangkok mie ayam malahan."

"Ada-ada aja kamu fio. Ya udah, kak maya pulang dulu ya. Kamu jangan lupa pake seragam kerjanya dulu." titah kak maya, lalu berlalu pergi dari sana.

Setelah kepergian kak maya, fio menjatuhkan kasar tubuhnya dilantai supermarket. Gadis itu menyandarkan tubuhnya didinding, memejamkan matanya kuat-kuat.

Tangan gadis itu bergerak menyentuh perutnya. Sungguh, ia begitu lapar. Mamanya hanya memberi uang jajan lima ribu rupiah. Dan itu pun telah habis dikala ia ingin menambahi uangnya untuk membeli sebuah cokelat untuk alvaro.

Gadis itu kembali meneguk minumannya hingga tandas. Setidaknya dengan banyak minum akan menyamarkan rasa lapar fio. Nanti saja ia makan dirumah, itupun jika mamanya tengah berbaik hati.

***
Mohon
Vote
Dan
Comment:)

ALVAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang