Alvaro 22

2.6K 116 2
                                    

Jika itu karena rasa penasaran
Tolong.. Menjauhlah.

Peluh keringat sudah meluncur bebas sedari tadi ditubuh fio. Gadis itu menghela nafasnya panjang, lalu punggung tangannya tergerak untuk menghapus bulir keringat pada wajahnya.

Kepala gadis itu terus bergerak kesana kemari. Tatapannya menyapu keseluruh jalanan. Senyuman gadis itu yang awalnya cerah, perlahan memudar begitu saja.

Pergerakan fio terhenti, gadis itu tersenyum sumringah menatap objek didepannya. Dengan langkah besar fio berjalan kearah sebuah cafe, tatapannya terkunci pada selembar kertas yang menempel pada kaca yang bertuliskan "menerima karyawan baru".

Memang sepulang sekolah tadi, fio memutuskan untuk mencari pekerjaan paruh waktu lainnya. Mengharapkan upah dari menjadi kasir disupermarket tidak sebanding dengan yang diinginkan fio.

Wajah fio menunduk, gadis itu menatap sebuah jam yang melingkar dipergelangan tangannya. Fio membelalakkan matanya kaget, ia harus segera menyelesaikan semuanya. Jika tidak, ia bisa terlambat untuk bekerja.

Sudah setengah jam lamanya fio berusaha membujuk sang pemilio cafe. Pihak cafe beralasan takut mempekerjakan fio yang belum berpengalaman.

Bukan fio namanya jika ia langsung menyerah begitu saja. Gadis itu terus berusaha, hingga ia berhasil mendapatkan pekerjaan itu.

Menyadari keterlambatannya untuk segera pergi menuju kesupermarket. Fio segera berlari kencang meninggalkan area cafe menuju tempat kerjanya.

"Tumben telat, kemana aja kamu dek?."

Kak maya menatap bingung kearah rekan kerjanya yang terlihat kelelahan itu. Jarang sekali fio terlambat seperti ini, kak maya sangat tau jika fio merupakan gadis yang disiplin.

Fio menghela nafasnya, mencoba menormalkan deru nafasnya yang kelelahan sehabis berlari tadi. "Maaf kak. Tadi, ada urusan penting. Sekali lagi maaf ya kak. Gara-gara aku, kakak jadi pulang telat deh."

"Gpp dek. Kak maya ikhlas kok." tutur kak maya.

Fio menganggukkan kepalanya mantap, memberikan senyuman manisnya pada kak maya. Tentu fio sangat bersyukur dikelilingi oleh orang-orang yang memahami kondisinya disaat seperti ini.

                            🌿🌿🌿
Fio terus menampilkan senyuman manisnya disertai anggukan kepalanya saat mendengarkan penjelasan mengenai pekerjaannya dari bang romi, rekan kerjanya.

Cowok yang masih menjalani masa perkuliahan itu terus menjelaskan kepada fio dengan teliti. Lagipun, bang romi bertanggung jawab atas dirinya.

Bang romi membantu fio mendapatkan pekerjaan dicafe ini. Cowok manis itu awalnya hanya mendengarkan secara seksama, lalu mengatakan pada pemilik cafe bahwa dirinya akan bertanggung jawab atas fio.

"Gimana?. Ngerti kan dek?."

Fio menganggukkan kepalanya. "Iya bang. Nyatet-nyatet pesanan apa susahnya sih."

"Jangan sombong deh. Kamu bisa aja salah nyatet. Atau gak pesanannya ketuker." ujar bang romi.

Fio terkekeh pelan. "Iya-iya bang. Becanda kok."

Bang romi menggelengkan kepalanya, lalu matanya menangkan sekumpulan pelanggan yang memanggil pelayan cafe. Tatapan bang romi beralih pada fio yang berada dihadapannya.

"Ya udah, sana. Dimeja no 5 ada yang mau mesan." titah bang romi.

Fio menganggukkan kepalanya, lalu berjalan pelan kearah meja yang dimaksud bang romi, dengan sebuah pulpen dan buku kecil pada tangannya.

Tubuh fio seketika menegang, ia tengah berusaha memahami situasi yang tengah terjadi. Gadis itu dengan cepat memutuskan kontak matanya dengan alvaro.

Fio menggigit bibir bawahnya gugup saat alvaro dan teman-teman cowok itu menatap penuh tanya padanya. Terutama tatapan tajam dari alvaro. Sungguh, fio kehabisan akal.

"Lo ngapain disini fio?." Dani mengajukan pertanyaan.

Dika menganggukan kepalanya, bertanda setuju atas pertanyaan dari dani. "Hooh. Kok lo pake seragam pelayan cafe disini?."

"Lo kerja disini?." tanya devin.

Fio tak menggubris pertanyaan dari mereka. Gadis itu masih berusaha menghindari tatapan tajam dari alvaro yang terus mengarah padanya.

"Mau pesan apa ya?." tanya fio lembut.

Sekelompok manusia itu hanya diam, mereka masih bingung atas situasi yang terjadi. Bagaiman gadis manja seperti fio dapat bekerja seperti ini?.

Merasakan jikalau fio tertekan, devin berusaha mencairkan suasana. Devin yakin, fio pasti memiliki alasan untuk melakukan semua ini.

"Gue pesan nasi goreng. Lo pesan apa ka, ni, al?." tanya devin.

"Gue pasta aja." jawab dika.

"Gue, samaan aja sama sidikampret." kekeh dani.

"Anjir. Lo dani bangsat." murkan dika.

Devin mendesis kesal, menatap pertengkaran konyol antara dika dan dani. "Diam deh lo pada. Eh al, lo pesan apa?."

"Lo kerja disini?."

Pertanyaan itu membuat fio menolehkan kepalanya kepada alvaro. Manik mata gadis itu beradu dengan manik mata alvaro. Dengan cepat fio memutuskan kontak mata itu.

"Jadi, pesanan kalian. Dua pasta dan satu nasi goreng. Ditunggu makanannya ya. Terima kasih."

Tatapan alvaro masih tertuju pada punggung fio yang semakin menjauh. Apa yang terjadi pada gadis itu. Alvaro sangat yakin, ada hal yang serius yang terjadi pada gadis manja itu.

***
Mohon
Vote
Dan
Comment:)

ALVAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang