Alvaro 20

2.7K 122 2
                                    

Pergi menjauh bukan berarti kamu tak akan ku perjuangkan lagi.
Namun, ada kalanya aku harus berdamai dengan hati.
Apakah kamu pantas dinanti, atau ditinggal pergi.


Seorang gadis tengah mendongakkan kepalanya menatap sebuah pagar yang menjulang tinggi dihadapannya. Gadis yang tengah memakai baju berwarna biru tua itu hanya terdiam kaku.

Fio terus menggenggam erat tali tas selempangnya yang terlihat lusuh. Gadis itu terus menghela nafasnya kasar. Entah mengapa, hari ini membuat fio gugup setengah mati.

"Woy."

Tangan panjang fio terulur untuk mengusap dadanya sabar. Tatapan nyalang fio mengarah kepada sesosok cowok tampan yang tengah tertawa terbahak-bahak.

"Apaan sih kamu vin." fio menatap kesal kearah alvin, adik dari seorang alvaro.

Alvin menyudahi tawanya. "Siapa nyuruh lo cuma membatu disana."

"Kan aku gugup." cicit fio.

"Yaelah. Masuk aja, yuk." alvin menarik paksa tangan fio.

Cup

Tubuh tegap alvin menegang dikala menyadari benda lembut mendarat dipipi kanannya. Tatapan cowok itu beralih menatap kearah fio yang tengah diam membeku.

Karena tarikan tiba-tiba dari alvin barusan, fio tak melihat sebuah batu menghadang jalannya. Kakinya tersandung, menyebabkan tubuhnya terhuyung kedepan dan tak sengaja mencium pipi dari adik alvaro itu.

Keduanya hanya saling diam, tak ada yang berani membuka suara. Kedua manusia itu masih kaget atas kejadian beberapa menit yang lalu. Seketika suasana menjadi canggung.

"Hmm."

Sebuah suara deheman membuat fokus kedua manusia itu teralihkan. Seorang cowok tampan tengah menatap datar kearah mereka. Keduanya masih tak bersuara, hening menyelimuti area kejadian.

"Hm, maaf soal tadi." akhirnya fio bersuara.

Alvin menggaruk tekuknya yang tak gatal. "Gpp kok. Gue yang salah."

"Udah?."

Pertanyaan itu membuat fio menoleh kearah alvaro yang sedari tadi berada disana. Fio tersenyum manis menatap alvaro, setelah kemarin mengatakan bahwa fio akan mengajak cowok itu untuk jalan-jalan. Fio tak perlu menunggu cowok itu untuk berpakaian rapi, karena alvaro sudah melaksanakannya.

"Hai kak. Yuk, keburu sore. Aku pergi dulu ya vin. Bye."

Alvin tersenyum simpul menatap kepergian kedua sejoli itu. Tersadar dari lamunannya, alvin beranjak pergi menuju kedalam rumahnya.

Sebuah es krim rasa vanila terus dimakan fio dengan lahap. Suasana taman yang cukup sejuk, membuat ia merasa sedikit tenang.

Fio menolehkan kepalanya kesamping, gadis itu menghela nafasnya panjang menatap alvaro yang hanya diam dengan es krimnya. Bahkan, lelehan es krim itu sudah mengotori tangan kekar alvaro.

Usapan lembut ditangannya membuat alvaro tersadar, cowok tampan itu menatap datar kearah fio yang tengah membersihkan tangannya menggunakan sebuah tisu.

"Jangan jorok dong kak. Kan kita lagi ngedate." fio mengerucutkan bibirnya lucu.

"Ck. Ngawur. "Decak alvaro.

Tatapan fio beralih kesebuah jam yang melingkar dipergelangan tangannya. Sial, mengapa waktu terasa begitu cepat jika tengah bersama cowok ini. Ia harus segera bekerja.

"Kakak tau kan kalau aku suka sama kakak." alvaro menoleh.

"Aku j-"

"Udah berapa kali?."

Fio mengerutkan dahinya, ia tak tau maksud perkataan dari cowok didepannya ini. "Apanya kak?."

"Lo bilang suka ke orang lain?." lanjut
Alvaro.

"Cuma ke kakak doang." tutur fio.

Tawa meremehkan dari alvaro membuat fio semakin dibuat bingung. Apa ada yang salah dengan perkataannya?. Mengapa alvaro bersikap sedemikian?.

Tiba-tiba alvaro berdiri, membuat fio melakukan hal yang sama. Raut wajah alvaro sangat sulit diartikan saat itu, membuat fio semakin linglung.

"Lo tau, bagi gue lo itu sampah." tutur alvaro.

Mata fio berkaca-kaca, perkataan alvaro menusuk kedadany. "Ma-maksudnya apa sih kak?."

"Lo cuma cewek manja plus sikap lo yang jauh dari kata baik. Sikap lo itu gak sinkron dengan wajah sok polos lo itu. Bahkan, lo lebih murahan dari filia."

Plakk

Seharusnya fio bahagia karena alvaro berbicara panjang seperti itu. Sekarang fio menyesal mengharapkan alvaro dapat berbicara lama seperti itu. Fio rela jika alvaro irit bicara namun perkataan cowok itu tetap baik.

Alvaro hanya memasang wajahnya datar bahkan setelah mendapat tamparan dari fio. Gadis itu menangis, namun alvaro tak bereaksi apa-apa.

"Maaf, cewek murahan kayak aku udah berani deketin kakak. Aku seharusnya sadar diri kalau aku gak pantas buat kakak. Tapi, bukan berarti kakak boleh ngomong kayak gitu sama aku."

"Aku kira, dibalik sifat dinginnya kakak. Kak varo masih memiliki hati yang baik. Namun, aku salah, kakak tak sebaik dugaanku. Hari ini, merupakan hari terakhir dari taruhan kita. Dan mulai hari ini, aku melepas kakak. Aku gak bakalan ganggu kakak lagi."

"Maaf, selamat tinggal kak varo. Jaga kesehatan."

Alvaro hanya diam mematung menatap kepergian fio. Cowok itu tak berniat untuk mengejar fio, ia bahkan berbalik, berjalan berlawanan arah dari arah yang diambil fio barusan.

                             🌿🌿🌿
Mata fio masih memerah, setelah puas menangis sedari tadi, membuat mata gadis itu memerah. Bahkan, fio terus memberikan senyuman terpaksa kepada pelanggannya.

"Terima kasih."

Fio mengadahkan kepalanya keatas mencegah air mata menerobos pertahannanya. Ucapan demi ucapan yang coba ia lontarkan kepada pelanggan membuat tenggorokannya sakit.

Sial, air mata itu terus mengalir. Fio kira, perkataan kasar seperti itu hanya ia dapatkan dirumahnya. Namun, banyak orang yang bersedia untuk mengatakan hal-hal yang sedemikian padanya.

Sekarang fio sadar diri, hidupnya mungkin terlahir untuk dicaci maki dan dihina seperti ini. Bisa saja, caci makian yang orang-orang lontarkan kepadanya dapat membuat orang lain bahagia.

***
Mohon
Vote
Dan
Comment:)

ALVAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang