Alvaro 13

2.6K 99 0
                                    

Setiap orang pasti memiliki masalah
Kamu yang menang atau kamu yang
Lari meninggalkan masalah

Tangan panjang fio terulur merapikan sedikit rambutnya yang berantakan. Gadis itu menatap dirinya seksama disebuah cermin miliknya. Fio terkekeh pelan, lalu melangkahkan kakinya meninggalkan kamarnya.

Mengenai luka dibagian mata kirinya itu belum sembuh sepenuhnya. Gadis itu bisa saja menutupinya dengan berbagai macam teknik make up. Namun, ia tak memiliki kemampuan apa-apa perihal hal itu.

Yang fio tahu hanya mengolesi bedak bayi diwajahnya, lalu memakaikan liptint tipis dibibir mungilnya. Tak mau ambil pusing atas hal itu, fio memutuskan untuk memakai kaca mata hitam, melainkan memakai kacamata berwarna. Seperti sekarang, gadis itu memakai kaca mata dengan kacanya yang berwarna biru.

Senyuman manis terpatri diwajah fio dikala sebuah taxi didepannya. Gadis itu segera memasukinya, lalu perlahan kendaraan roda empat itu segera melaju. Tatapan fio mengadah kelangit, malam ini tak ada satupun bintang atau bulan.

Fio memijit pelipisnya pusing, perkaburan malam ini membuat jantungnya berdetak karuan. Tentu fio tak akan mendapat izin jika ia keluar malam ini. Bukannya fio tak mau menuruti kemauan mamanya. Namun, malam ini saja, ia hanya ingin menikmati yang namanya kebahagiaan.

Satu demi satu langkah fio berjalan mendekati sebuah rumah dengan ukuran besar. Gadis itu mendongak menatap sebuah pagar yang telah menjulang tinggi dihadapannya.

"Ada apa ya dek?."

Ia menoleh, fio berjalan menghampiri sang satpam yang tengah membuka pagar. "Mau ketemu tante arini pak."

"Ya udah, silahkan masuk."

Sudah lima kali fio mengetuk pintu berwarna putih susu itu. Gadis itu mendesah, apa rumah besar itu sedang tidak ada orang?. Tangan gadis itu berhenti diudara, tatapan matanya beradu dengan manik mata yang memancarkan sorotan hangat dari wanita paruh baya.

"Eh, fio kan?."

Fio menganggukkan kepalanya. "Maaf ya tan. Ganggu malem-malem."

Tante arini memberi senyuman manisnya, lalu mempersilahkan fio untuk masuk. Gadis itu menghela nafasnya panjang, lalu memberi senyuman manisnya kepada tante arini.

"Buka aja kacamatanya fio. Emangnya silau ya disini." tante arini mencoba mencairkan suasana.

Wanita paruh baya itu menegang, meraba wajah fio prihatin. Setelah gadis itu membuka kaca matanya, penampakan ngilu itu yang dilihat tante arini.

"I-ini kenapa?."

Fio berusaha menampilkan senyuman manisnya. Ya, walaupun dadanya masih sesak mengingat kejadian pahit itu. "Jatuh ma."

Tante arini mendesis. "Ceroboh banget sih."

"Fio kesini mau ketemu alvaro ya. Kalau gitu, tunggu ya ma-"

Pergerakan tante arini terhenti dikala fio mencekal tangan wanita paruh baya itu. Tante arini menatap fio bingung, bukankah gadis manis ini datang untuk menemui putranya?.

"Fio mau ketemu mama, bukan mau ketemu kak varo."

"Ma, boleh minta sesuatu nggak?." lanjut fio.

Dapur kepunyaan keluarga bristian sudah dipenuhi aroma kue sekarang. Fio, gadis itu meminta agar tante arini mau memasak kue bersamanya malam ini. Tak mau mengecewakan gadis itu, tante arini mengiyakan ajakan fio.

Senyum fio merekah menatap sebuah brownis dihadapannya. Gadis itu menaburi kismis, lalu meletakkan brownis itu disebuah piring. Sungguh, malam ini fio murni datang mengunjungi rumah alvaro hanya untuk bertemu dengan tante arini.

"Udah malam nih ma. Aku pulang dulu ya." ujar fio.

"Makasih ya ma, mau nemanin aku bikin kue." sambung fio.

Tante arini tersenyum manis. "Iya sayang. Tapi, kamu nggak mau dianter pulang aja?. Biar mama panggilan alvaro dulu."

Fio menggeleng. "Ga usah ma. Kak varo pasti capek. Lagian, aku udah mesan taxi kok. Oh ya ma, titip ya brownis tadi buat kak varo."

Tante arini menggeleng heran menatap tubuh fio yang semakin menghilang dimakan jarak. Senyum wanita paruh baya itu merekah dikala tatapannya tak sengaja melihat alvaro melangkah menuju dapur.

"Al. Ada brownis kan dideket oven?." teriak tante arini.

"Iya." jawab alvaro seadanya.

"Itu buat kamu. Tadi fio datang kesini, trus bikinin itu buat kamu." ujar tante arini.

Alvaro mengerutkan dahinya bingung menatap sebuah brownis dihadapanya. Bukan perihal hal itu, namun tumben sekali seorang fio tak mau mengganggunya.

🌿🌿🌿
Fio perlahan mendorong pintu utama rumahnya. Gadis itu mendesah dikala menatap sebuah pemandangan yang rutin dilihatnya.

Kaki jenjang gadis itu tergerak menuju kearah seorang wanita paruh baya yang sudah berada dibawah pengaruh minuman berakohol. Fio menjongkokkan tubuhnya untuk mensejajari sang mama yang terduduk dilantai.

"Dimana anak saya?."

Kata itu terus disebutkan tante damita. Sungguh, hingga saat ini fio tak paham akan itu. Melupakan hal itu, fio mencoba memapah sang mama.

Fio berusaha memapah tante damita menuju kamarnya. Namun, tante damita melempar botol minuman yang berada ditangannya, lalu mendorong tubuh fio yang tengah memapahnya.

Gadis itu mendesis menahan sakit, tangannya mengenai serpihan kaca. Ia lelah, sungguh. Ia lelah menghadapi pemandangan yang seperti ini. Ia rela disakiti sebagaimanapun oleh sang mama. Namun fio berani bersumpah, ia membenci jika mamanya dalam keadaan seperti ini.

"Pergi kamu. Dasar anak sialan?!. Jangan berani-beraninya nyentuh saya."

Fio refleks memejamkan matanya saat tante arini melemparkan sebuah bantal pelengkap kursi ruang tamu itu. Fio hanya diam, membiarkan tante damita melakukan hal itu. Ia senang, setidaknya mamanya itu tak meneruskan acara minumnya.

***
Mohon
Vote
Dan
Commentnya:)

ALVAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang