Alvaro 42

2.3K 121 10
                                    

Percayalah.
Kadang apa yang mungkin
Difikir tidak dapat terjadi.
Dapat terjadi suatu saat nanti.


Fio tersenyum lebar ketika Tante Arini menyambut kedatanganya. Mama dari Alvaro itu memeluknya begitu erat seolah tengah menanti kepulangan anak gadisnya.

Tante Arini melepas pelukan itu, ia menatap Fio dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Fio yang menyadari hal itu mengernyitkan dahinya bingung. Niatnya yang ingin mengajukan pertanyaan terhenti dikala melihat Alvin tertawa kencang.
"Woy. stres lo?" tanya Alvaro sarkastik.

Alvin menyudahi tawanya. "Anjirt, enak aja lo bilang gw stres. Liat noh penampakan Fio, pake bando kelinci, peluk-peluk boneka lagi. Kek anak kecil aja."

Sebuah sepatu melayang mengenai Alvin, untung saja adik dari Alvaro itu menghindar dengan cepat. "Biarin kayak anak kecil tapi sikap kayak orang dewasa. Dari pada sebaliknya."

Tante Arini tertawa melihat Alvin mati kutu atas pernyataan dari Fio. Tak mau memperpanjang masalah. Tante Arini menggiring Fio memasuki kamar tamu.

"Fio!!."

Merasa dipanggil, gadis itu menoleh. Ia melangkahkan kakinya menuju Tante Arini yang tengah menonton film ditelevisi. Gadis itu mengambil posisi di samping Tante Arini setelah diberi instruk si oleh ibu dari dua orang anak itu.

Tante Arini menolehkan kepalanya kepada Fio. "Temenin mama nonton ya."

"iya ma. " jawab Fio.

Tante Arini kembali menolehkan kepalanya kepada Fio. "Kamu tau gak siapa yang minta kamu untuk tinggal di sini?."

"Kata kak Varo, mama yang minta aku tinggal di sini." seingat Fio, itulah yang dikatakan Alvaro tadi.

Tante Arini terkekeh pelan, tentu saja aksi itu membuat Fio menyatukan alisnya bingung. "Aduhh. Anak itu gengsinya ketinggian."

"Kamu tau, Alvaro yang nyuruh Mama buat bolehin kamu tinggal di sini. Katanya kamu dirumah sendirian aja." lanjut Tante Arini.

Fio masih mematung ditempatnya, bahkan setelah kepergian Tante Arini.Ia masih tak percaya atas apa yang ia dengar. Apa bisa disimpulkan bahwa Alvaro tengah mempedulikannya?.

Lalu, apakah bisa di simpulkan juga bahwa Alvaro memiliki perasaan padanya. Tidak!,  mengapa ia dapat berfikir serakah seperti ini. Mungkin cowok itu hanya merasa kasihan padanya. Tak ada alasan lain selain alasan itu.

🌿🌿🌿

Fio meregangkan tubuhnya setelah selesai merapikan rumah. Tentu Fio tak mau hanya duduk bermalas-malasan di sini. Ia juga memiliki rasa malu. Ia juga harus memiliki rasa tanggung jawab.

Pergerakan Fio terhenti dikala ia melihat Alvaro tengah duduk diayunan ditaman rumah itu. Tanpa fikir panjang,  gadis itu melangkahkan kakinya menuju cowok itu. Fio juga memiliki banyak pertanyaan untuk Alvaro.

"Hai kak."

Alvaro menolehkan kepalanya,  ia menggeser tubuhnya untuk memberi tempat pada gadis itu. Fio tampak bingung ingin memulai dari mana, hal itu mendapat perhatian dari Alvaro.

"Kenapa lo?."

Fio menampilkan cengiran lebarnya. "Kata mama, kak varo ya yang minta aku tinggal disini."

Alvaro memalingkan wajahnya dari Fio. Gadis itu gelisah sendiri akan reaksi itu. Apa Alvaro marah akan pertanyaannya itu?. Oh ayolah, mengapa ia dapat begitu lancang menanyakan perihal hal itu.

"Gue s-"

"Kak varo jangan marah. Aku tau kok kakak cuma kasihan sama aku." potong Fio cepat.

Cowok yang tengah memakai baju tanpa lengan itu kembali menolehkan kepalanya kepada Fio. Alvaro hanya mampu menghela nafasnya panjang. Ada banyak hal yang tidak dapat diutarakan.

Hening menyelimuti keadaan kedua manusia itu. Keduanya sibuk dengan pemikirannya masing-masing. Gadis itu sesekali mencuri pandang pada Alvaro. Bagi Fio, cowok itu kapan dan dimanapun tetap tampan. Ia tak habis fikir mengapa Filia dapat mengkhianati cowok tampan itu.

"Kak varo ganteng, jago berantem, berkecukupan, baik hati. Tapi kenapa Kak Filia selingkuhin Kak Varo ya?." tanya Fio memecah keheningan yang ada.

"Kalau aku mah gak bakalan berani kayak gitu. Karna kalau udah sayang sama orang,  aku bakalan setia." lanjut Fio.

Alvaro terkekeh pelan. "Gak semua apa yang orang bilang gak mungkin,  bisa jadi mungkin bagi orang lain. Setiap orang memiliki standar kecukupan tersendiri."

Tatapan dalam dari Alvaro membuat Fio salah tingkah sendiri. Tak mau semakin membuat pipinya semakin memerah, ia berpamitan pada Alvaro untuk tidur dahulu.

Tarikan tangan dari Alvaro membuat Fio terduduk dipangkuan Alvaro. Jarak keduanya yang begitu dekat membuat pipi Fio semakin memerah.

"Jangan pake celana pendek di sini. Gue gak tau kapan gue bisa khilaf. " tutur Alvaro.

Fio segera turun dari pangkuan cowok itu. Ia berlarian kecil untuk menjauhi Alvaro karena pipinya yang telah memerah. Alvaro yang menyadari itu menampilkan kekehannya.

***
Mohon
Vote
Dan
Commentnya:)

Follow my akun wattpad ya:)
Mohon kerja samanya.

ALVAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang