Alvaro 35

2.7K 119 14
                                    

Hidup itu ibarat bermain
Rollercoster.
Kadang kamu berada dipuncak
Kebahagian.
Kadang kamu berada dititik
Terendah kesedihan.


Tatapan tajam seorang alvaro menyapu ke seluruh bioskop. Lalu, tatapannya berhenti pada gadis disampingnya itu. Alvaro menghela nafasnya kasar.

Dapat cowok itu dengar teriakan histeris dari para penonton bioskop. Ya, mereka ketakutan karena menyaksikan sebuah film horror yang tengah berlangsung.

Alvaro tak habis fikir atas apa yang terjadi sekarang. Disekitarnya, para gadis lain bereaksi heboh atas adegan seram dalam film itu. Bahkan mereka tak segan-segan memeluk orang yang berada disamping mereka.

Namun, fio hanya diam, menyaksikan film itu tanpa beraksi heboh ataupun menunjukkan raut wajah ketakutan. Alvaro kira, gadis disampingnya ini akan ketakutan.  Ternyata ia salah besar.

"Harusnya pas hantunya keliatan,langsung pukul aja ya kak. Kan disana ada sapu." fio berkomentar.

"Hmm."

Fio menolehkan kepalanya kesamping, gadis itu tersenyum menatap alvaro yang tengah menatap lurus kearah layar. Jujur saja, fio tak takut untuk menonton film horror.

Gadis itu kembali menampilkan senyumannya dikala ia menyadari sesuatu. Ya, menonton film dibioskop seperti saat ini merupakan salah satu hal yang ingin ia lakukan bersama alvaro.

Entahlah, sikap cowok disampingnya ini memang membingungkan. Terkadang, alvaro menunjukkan sikap seolah-olah ia memiliki perasaan padanya. Dan terkadang, cowok tampan itu bersikap seolah tak peduli.

Seketika ingatan fio beralih pada filia, mantan alvaro. Gadis itu tak sengaja melihat filia memakai jepitan rambut yang ia pilih bersama alvaro. Entahlah, mungkin alvaro ingin mencoba memperbaiki hubungannya bersama mantannya itu.

"Ayo"

Fio mengerjapkan matanya, gadis itu mendongakkan kepalanya menatap alvaro yang sudah bangkit dari posisinya. Tatapan fio beralih pada sekeliling bioskop,sepertinya semua orang telah pergi karena filmnya telah selesai.

"Lo masih mau disini?." tanya alvaro sarkastik.

Fio menggelenggkan kepalanya, perlahan ia bangkit berlarian kecil untuk menyusul alvaro yang mulai menghilang dari pandangannya.

Alvaro menghentikan langkahnya dikala fio menarik hodie yang digunakannya. Cowok itu menatap fio datar menunggu hal yang akan dikatakan gadis itu.

"Makan yuk." ajak fio.

Fio mengerjapkan matanya tak percaya saat alvaro berjalan dahulu meninggalkannya begitu saja. Gadis itu berdecak dikala menyadari alvaro benar-benar meninggalkannya.

"Ist. Jahat."

Tatapan fio masih lurus menghadap kearah jalanan raya. Posisinya yang saat itu tengah berada didepan mall membuatnya menjadi pusat perhatian.

Gadis itu bisa saja pergi dahulu meninggalkan alvaro. Namun, ia sama sekali tak memiliki uang untuk menaiki angkutan umum. Berjalan pulang?. Lupakan, ia sudah trauma perihal kejadian dengan preman beberapa waktu yang lalu.

Fio menolehkan kepalanya dikala sebuah kantong plastik menghalangi pandangannya. Gadis itu menatap datar alvaro yang menyodorkan kantong plastik itu padanya.

"Nih."

"Apa ini kak?."

"Makanan."

Gadis itu masih berdiri mematung dengan sekantong plastik makanannya yang berada ditangannya. Lagi-lagi ia tak dapat menahan senyumannya saat mengingat perkataan dari alvaro beberapa menit yang lalu.

"Udah malam. Gue males harus nungguin lo makan dulu. Anak gadis gak boleh pulang malem."

Fio tertawa kecil, lalu berlarian menyusul alvaro yang perlahan menjauh. Lagi-lagi ia kembali diterbangkan oleh alvaro.

                            🌿🌿🌿
Tangan panjang fio terulur untuk mendorong pintu utama rumahnya. Kali ini bukan raut wajah takut yang ditampilkannya. Namun, sebuah senyuman bahagia yang terukir pada wajah manisnya.

Bagaimana bisa fio tidak bahagia?. Hari ini, semua hal baik perlahan terjadi. Mamanya yang tiba-tiba bersikap baik dan alvaro yang bersikap manis.

Kening fio mengerutkan dahinya bingung dikala menatap kesekeliling dalam rumahnya, gelap mendominasi tempat itu. Perlahan gadis yang tengah membawa sekantong plastik makanan dari alvaro itu melangkahkan kakinya, mencari tombol lampu.

Klik.

Setelah berhasil menyalakan lampu, gadis itu kembali menatap intens dalam rumahnya. Lagi-lagi otaknya berfikir keras, mengapa rumahnya begitu sepi?.

"Ma.."

"Pa.."

"Kak.."

Entah sudah berapa kali gadis itu meneriaki mama, papa dan kakaknya itu. Bahkan fio sudah berkeliling kesegala sudut rumahnya untuk menemukan mereka. Namun, hasilnya nihil, tak ada tanda-tanda mereka ada dirumah itu.

Gadis itu memutuskan untuk memasuki kamarnya. Siapa tau saja mereka hanya tengah pergi keluar sebentar untuk sekedar membeli sesuatu.

Dahi fio berkerut melihat selembar kertas pada nakas kamarnya.  Dengan perasaan yang sudah tak menentu, fio segera membaca kertas tersebut.

Sayang, maafin papa ya. Kami  harus ninggalin kamu, kami harus pergi ke Surabaya untuk mengurusi pernikahan kakakmu.

Sebenarnya saat papa larang kamu pergi tadi bukannya papa tak mengizinkan. Tapi, papa mau kamu tetap dirumah agar papa bisa ajak kamu juga.

Maafin papa sayang, papa nggak bisa menjadi papa yang baik untuk kamu.

Fio tertawa miris, tangan gadis itu tergerak untuk menghapus air matanya. Hah, mengapa ia dapat berfikir semua hal akan perlahan membaik.

Pantas saja mamanya tadi bersikap baik, ternyata mamanya tak ingin agar fio tetap dirumah. Seharusnya ia dapat berfikir, ia memang tak ditakdirkan bahagia. Lantas mengapa ia lancang untuk berharap bahagia?.

***
Mohon
Vote
Dan
Komment:)

Follow ya my akun wattpad
Mohon kerja samanya:)


Hai semuanya
Maaf banget partnya keacak gitu
Aku juga ga tau kenapa bisa gitu.
Maaf ya 😭
Aku harap kalian bisa cermat
Membacanya
Nih, aku update satu part
Buat nebus kesalahan aku 😭

Semoga suka sama ceritanya:')

ALVAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang