Alvaro 36

2.6K 106 6
                                    

Semua orang istimewa
Hal itu tergantung dari
Cara kamu menghargai
Dirimu sendiri


Entah sudah berapa kali fio mengelilingi taman yang berada dilingkungan rumahnya itu. Tatapan gadis itu mendongak keatas,menatap sebuah bulan tanpa dikelilingi bintang.

Dapat terlihat jelas kedua mata gadis itu yang sembab. Ya, sedari tadi fio terus menangisi keadaannya. Sebuah situasi yang tak dapat diterima oleh akal.

Bayangkan saja, bagaimana bisa mamanya tak mengizinkan ia untuk tidak ikut dalam pesta pernikahan kakaknya. Bahkan, ia sudah memikirkan berbagai macam pemikiran logis. Tetap saja,tak dapat diterima oleh akal.

Fio menghempaskan tubuhnya pada kursi taman. Lagi-lagi fio mendongakkan kepalanya, mencegah air mata itu untuk kembali turun. Sialnya, ia kembali menangis, sampai kapan ia akan terus diperlakukan seperti ini.

Tangan gadis itu tergerak untuk mengambil ponsel yang berada pada saku celananya. Gadis itu keluar rumah hanya menggunakan piyama.

Jari jempolnya bergerak ragu untuk menekan sebuah nomor. Fio menghela nafasnya kasar, lalu menghempaskan ponselnya itu tepat disampingnya.

"Apa yang aku harapkan sih."

Gadis itu menenggelamkan kepada kedua tangannya yang ia letakkan pada kedua kakinya yang tengah menekuk. Ya, ia kembali menangis.

Alvaro menjatuhkan tubuhnya kasar pada kasur empuknya. Ya, ia sedikit lelah setelah mengantarkan fio sehabis menonton film dibioskop tadi.
Suara nyaring yang berasal pada ponselnya, membuat cowok itu bangkit dari posisinya. Cowok tampan itu mengerutkan dahinya bingung dikala mengetahui siapa yang menelfonnya itu.

"Halo."

"Halo?."

Tanpa memikirkan banyak hal, alvaro segera menyambar kunci motor yang terletak pada nakas kamarnya itu. Disebabkan oleh si penelfon yang tak menjawab suaranya.

Setelah mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi, alvaro telah telah sampai kerumah fio. Ya, gadis yang menelfonnya namun tak menjawab teriakan dari alvaro itu.

"Fio."

"Woyyy."

"Ck. Kemana sih."

Setelah tak mendapat respon dari teriakannya didepan rumah gadis itu, alvaro segera berlari mengelilingi area perumahan fio untuk menemui gadis itu.

Alvaro menghela nafasnya panjang setelah berhasil menemukan gadis itu. Cowok itu segera mengambil alih untuk duduk disamping gadis itu.

"Lo, baik-baik aja?."

Fio memasang wajah kagetnya dikala melihal alvaro duduk disampingnya. Tangan panjangnya gelagapan untuk menghapus air matanya yang berada pada pipinya itu.

"Udah keliatan." tutur alvaro.

Fio menundukkan kepalanya. "Kak varo, kenapa ada di sini?."

"Lo baik-baik aja?." tanya ulang alvaro, mengabaikan pertanyaan dari gadis itu.

Fio menganggukkan kepalanya, lalu tersenyum tipis. "Gpp, kak."

"Kak, varo kenapa ada di sini?." gadis itu terus bertanya.

"Lo nelfon gue." jawab alvaro  seadanya.

Fio segera menyambar ponselnya yang berada disampingnya itu. Gadis itu meringis dikala menyadari ponselnya menghubungi alvaro.  Ya, gadis itu sempat ingin menghubungi cowok itu.

"Hidup itu penuh misteri. Bahkan kita gak akan pernah tau apa yang akan terjadi semenit kemudian dikehidupan kita." alvaro mengeluarkan suara, membuat fio menolehkan kepalanya pada cowok itu.

"Sedih dan kecewa adalah perasaan yang mau tak mau harus kita rasain. Tugas kita cuma harus nemuin cara buat atasin itu, supaya kita bisa naik kelevel selanjutnya."

Fio menganggukkan kepalanya mantap, lalu memberikan senyuman manisnya pada alvaro. Cowok itu hanya menatap fio datar, tak membalas senyuman itu.

"Yuk, gue anter pulang."

Fio segera bangkit dari posisinya,lalu berlari kecil untuk menyamai langkah alvaro yang besar.

"Fio."

Gadis itu berbalik saat dipanggil alvaro dikala ia ingin memasuki rumahnya. Ia mengerutkan dahinya bingung dikala alvaro menghampirinya.

Fio membelalakkan matanya kaget dikala alvaro mengusap puncak kepalanya. " I'm here."

                            🌿🌿🌿

Seorang bocah lelaki masih terus berusaha untuk membuka seutas tali yang mengikat kaki dan tangannya. Entah sudah berapa hari, jam, menit dan detik ia masih terus berusaha. Bahkan, jejak ikatan itu telah mengeluarkan sedikit darah.

Bocah lelaki itu menundukkan kepalanya, ia menghela nafasnya kasar dikala melihat seorang gadis yang kira-kira memiliki usia satu tahun lebih muda darinya.

"Apa kalian sudah makan anak-anakku?."

Bocah kecil itu bergerak gelisah, seluruh tubuhnya dibanjiri keringat dingin, ia terisak dalam tangisnya, lagi. Sungguh, ia sangat ketakutan sekarang.

Wanita paruh baya itu mendekat, ia menawarkan sepotong roti yang memiliki bekas gigitan. Ia menggeleng kuat, menghindari makanan itu.

Dapat bocah lelaki itu liat wanita itu beranjak dari posisinya dengan wajah merah padam menahan amarah. Seutas tali tambang dikibaskan wanita itu.

Bocah lelaki itu semakin bertindak takut setengah mati disaat bocah perempuan yang tidur pada pahanya itu membuka matanya, bertepatan dengan ayunan tali yang mengarah pada mereka.

Alvaro bangun dari tidurnya dengan keringat dingin yang membanjiri wajahnya. Lagi-lagi mimpi buruk itu menghantuinya, ia sudah muak.

Tangan kekarnya tergerak untuk mengambil sebuah obat pada laci nakas kamarnya. Ia menelan obat itu begitu saja. Alvaro memukul-mukul kepalanya, rasanya kepalanya ingin pecah saat itu juga.

***
Mohon
Vote
Dan
Commentnya:)

Follow my akun wattpad ya:)
Mohon kerja samanya.

                            

ALVAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang