〰🌿♥Ending♥🌿〰

3.2K 144 21
                                    

Kita sama-sama memiliki kisah
pahit masing-masing.
Bukankah lebih baik jika kita
Sama-sama saling mengobati.
Agar kita sama-sama saling
Layak untuk memiliki.


"Kak!."

Sapaan itu membuat Alvaro menolehkan kepalanya, cowok tampan itu menghela nafasnya kasar. Mengapa gadis itu menanyainya pertanyaan seperti itu?.

"Emangnya lo mau gue pergi?." Tanya Alvaro.

Fio tersenyum tipis. "Kalau dari hati aku, aku gak mau kalau Kak Varo pergi. Tapi, kalau dari logika aku, aku mau Kak Varo pergi."

"Gue gak bisa pergi Fio!. Gue mau jaga lo di sini, apalagi soal mama lo itu." Tutur Alvaro.

Fio menggenggam tangan Alvaro, menatap manik mata cowok itu dalam. "Soal mama aku, itu hanya perlu waktu Kak. Itu wajar, gak ada orang yang bisa bahagia merawat anak dari selingkuhan suaminya sendiri. Tenang, aku bisa secara perlahan ambil hati mama aku. Kalau Kak Varo gak bisa jaga diri Kak Varo sendiri, gimana mau jagain aku Kak?."

Alvaro mengusap wajahnya frustasi. "Tapi gue masih ragu Fio. Gue gak bisa."

"Kak Varo gak pantas buat aku. Dan aku, gak pantas buat Kak Varo." Ujar Fio.

Alvaro menyatukan alisnya bingung, apa yang dimaksudkan gadis itu. "Maksud lo apa?."

"Kak, kita sama-sama memiliki kesakitan masing-masing. Aku dengan kenyataan bahwa aku bukan anak kandung dari mama aku. Aku juga manusia biasa Kak, bahkan hingga detik ini aku masih belum bisa menerima kenyataan ini, aku butuh waktu. Dan Kak Varo, Kak Varo harus menyembuhkan trauma Kak Varo itu. Dengar, kita harus sama-sama saling memperbaiki diri agar pantas untuk saling memiliki." Perjelas Fio.

Alvaro menghembuskan nafasnya pasrah, pada akhirnya ia memang harus pergi. Meninggalkan Fio disini masih menjadi hal mengerikan bagi Alvaro. Ia hanya tak mau jika Fio sedih, ia tak bisa menghibur gadis itu.

"Kak, pergi. Kita jauh bukan untuk berpisah kan?. Justru, kita makin saling mempererat. Aku disini bakalan jaga hati, dan Kak Varo disana bakalan jaga hati kan?. Jadi, apa yang Kak Varo raguin?. Kak Varo pergi untuk menyembuhkan diri. Agar kita sama-sama kuat buat menghadapi masa depan nanti." Fio mencoba meyakinkan kembali.

"Baik, gue bakalan pergi. Demi kita!."

🌿🌿🌿

Genggaman tangan itu masih saling bertautan, sorak sorai rindu sebentar lagi akan menghantui Fio. Ini pilihan mereka, ingin memeperbaiki diri agar saling pantas memiliki.

Fio memalingkan wajahnya pada jendela mobil, ia tak mau terus-terusan menatap wajah Alvaro. Ia tak mau menangis, ia takut jika ia melakukan hal itu. Alvaro bisa berubah fikiran.

"Fio, kamu gak papa?. Kamu masuk angin?." Tanya Tante Arini yang tengah duduk disamping pengemudi mobil.

Gadis itu menolehkan kepalanya pada Tante Arini. "Gpp ma."

Alvaro yang menyaksikan kejadian itu hanya tersenyum tipis. Ia tau jika gadis itu tengah menahan tangisannya. Alvaro hanya membawa Fio untuk menyandar pada bahunya. Sekedar untuk menenenangkan gadis itu.

Tatapan Fio menyapu pada pemandangan dalam bandara yang berada dihaapannya. Hari ini, ia tengah mengantarkan Alvaro ke tempat itu. Ia benci saat-saat ini, menangis tak bisa Fio elakan.

Suara pengumuman bahwasan pesawat yang akan Alvaro naiki membuat Fio mengalihkan pandangannya. Matanya memanas menatap Alvaro tengah berjalan kearahnya. Sebuah kata perpisahan akan mengalun pada pendengarannya.

"Gue pergi ya. Jaga diri, jaga hati!. Gue gak mau ada drama perselingkuhan diantara kita. Atau pulang dari sini, lo gak bakalan selamat." Ujar Alvaro.

Fio mengangkat tangannya, bergaya seperti hormat pada bendera pada cowok itu. "Siap kapten. Laksanakan tugas!."

Sebuah pelukan hangat disambut Fio tak kalah eratnya, tanpa sadar matanya menghangat dengan bulir bening yang meluncur bebas membasahi pipinya. Ia akan merindukan cowok itu, sangat.

"I will always love you. I love you so much Fiorenza Quenzi."

"I love you too Alvaro bristian."

Lambaian tangan mengiringi kepergian Alvaro, hingga lambat laun tubuh kekar cowok itu sudah tak terlihat lagi. Fio menjongkokkan tubuhnya, menangis dengan menutupi wajahnya.

Ini bukan tangisan perpisahan, tapi tangisan akan kerinduan. Kami bukan berpisah, namun kami baru saja memulai. Kami tidak bisa saling mengobati, karena kami terlalu sibuk akan kesakitan masing-masing.

Cinta tidak selalu bisa menyembuhkan hati yang tersakiti. Waktu berperan besar akan itu, Alvaro dan Fio hanya ingin membuktikan. Bahwa perjuangan tak selalu berakhir menyakitkan. Cinta itu sakral, tidak bisa langsung datang karena hanya perlakuan manis semata.

Lakukan semua hal dari hati, diiringi dengan keikhlasan. Dari sana kamu tidak akan mendapatkan kekecewaan. Namun, kamu akan mendapat sebuah pengalaman.

***
Terima kasih telah membaca cerita Alvaro
Terima kasih mau meluangkan waktu membaca cerita ini.
Terima kasih atas dukungannya. Semoga cerita ini dapat menjadi bacaan yang selalu kalian kenang.

Mohon vote dan comentnya.
Follow my akun wattpad ya
Mohon kerja samanya.

Love you gays.♥
Salam. Hangat dari Alvaro^_^

ALVAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang