23-Bangun

4.8K 233 4
                                    

Happy Reading!

Awas Typo!

***

"Besok ujian, kamu harus ikut. Kalau enggak, kamu gak akan bisa lulus." Suara berat dengan penuh helaan nafas yang berat juga, memenuhi ruangan bernuansa putih ini.

Tidak ada orang lain disini, hanya dirinya dan seseorang yang berbaring di ranjang rumah sakit itu.

Tangannya terangkat, mengusap rambut panjang gadis yang tidak pernah membuka matanya sejak sebulan lalu.

"Maaf.." kata itu lolos dari bibirnya begitu saja. Entah sudah berapa juta maaf yang di ucapkanya. Sejak kecelakaan yang membuat seseorang yang disayanginya--ya dia mengaku telah menyayangi Arletha--hampir direnggut nyawa, dia selalu mengatakan kata maaf.

Satu bulan lebih, Arletha tak membuka matanya hingga saat ini. Keluarganya bahkan hampir putus asa, kecuali sang mama yang yakin bahwa Arletha tak akan meninggalkannya begitu saja.

Rani dan Gerald pun yakin bahwa sahabat kecil mereka tak akan meninggalkannya. Mereka setiap hari mengunjungi ruangan ini setiap pulang sekolah sampai malam tiba bahkan menginap.

Kenzo, laki-laki dingin itu bahkan rela ijin sekolah--setelah penurunan jabatannya menjadi seorang ketua osis--karena hanya ingin menemani Arletha yang entah kapan matanya itu akan terbuka.

Pintu ruangan terbuka, Laura berdiri disana dengan menenteng keresek putih. Berjalan menghampiri ranjang rumah sakit.

"Ken, nih makan dulu. Mama beliin bubur tadi di depan." Sejak Saat itu juga panggilannya pada Laura berganti menjadi mama.

Kenzo mengangguk. Beranjak dari tempat duduknya lalu mengambil keresek putih yang di bawa Laura. Mengucapkan terima kasih lalu menghampiri sofa yang ada disana.

Sekarang Laura menggantikan Kenzo. Duduk di kursi sebelah kasur. Menggenggam tangan Arletha pelan, sangat hati-hati, takut jika perbuatannya membuat Anaknya kesakitan.

Laura tak melontarkan kata apapun, dia diam dengan sorot mata penuh luka. Tanpa ia sadari air matanya mengalir di pipinya.

Kenzo yang sedang makan terdiam sejenak menatap Laura. Dia tidak melanjutkan makannya, dia pergi menghampiri Laura. Memeluk wanita paruh baya yang tengah menangis itu.

Laura terisak di dekapan Kenzo dengan teriakkan tertahan, membuat siapa saja yang mendengarkannya begitu menyayat hati.

Pintu terbuka setelah diketuk oleh seseorang, Kenzo dan Laura segera melepas dekapannya lalu mengucapkan terimakasih.

Dokter Hanafi--Dokter yang selama sebulan ini merawat Arletha--menghampiri Laura dan Kenzo yang sedang menatapnya.

"Permisi, boleh saya periksa?" Laura segera mengangguk.

Dokter Hanafi menghampiri Arletha yang tengah terbaring di ranjang rumah sakit. Memeriksanya dengan cekatan.

"Bagaimana Dok?" Tanya Laura. Dokter Hanafi tersenyum.

"Keadaannya hampir stabil. Kemungkinan beberapa hari atau beberapa jam kemudian dia akan melewati masa komanya. Tapi, maaf jika besok dia masih tidak bangun. Kami, pihak rumah sakit akan mencabut semua alat yang membantu ia hidup." Jelas Dokter Hanafi sedikit tidak enak.

Bad Girlfriend (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang