Hiruk-pikuk isi kepala
Semoga lekas tertata
Selamat berjuang mencipta asa
Agar tercapai segala citaGemercik hujan menyapa, dikala secangkir kopi panas menyambangi meja pemuda berumur 17 tahun itu. Masih dengan seragam khas anak sma yaitu putih-abu, ia duduk diantara kursi kosong di sebuah cafe di kota Surabaya.
Menyesap kopi dengan lembut, mencoba meresapi setiap tetesan yang mengalir di dalam kerongkongan nya. Mencoba kembali menyerna perasaan nya yang memberontak meminta keputusan.
“Gue butuh kepastian dari lo Ren!”
Kalimat seruan itu seolah melayang tanpa henti di ingatan. Mencoba menguasai seluruh pemikiran Ruang. Ya, pemuda itu sedang dimabuk asmara oleh seorang gadis cantik di sekolah nya.
Sayangnya, pemuda yang biasa di panggil Rendra itu sama sekali belum memutuskan, mau dibawa kemana hubungan mereka. Haha, serumit itu memang, bahkan menurut Ruang dapat membuatnya migran jika terus memikirkan.
Pemuda itu menghela napas nya lirih, melihat sebuah nama yang ada di layar ponsel nya yang sekarang bergetar membuat nya semakin membuat pusing kepala. Pemuda itu mengambil ponselnya dilirik nya sekilas dan ia matikan daya ponsel tersebut dengan kesal.
“Pasti masalah bisnis, hubungin anak cuma kalau ada perlunya aja.”
Sekali lagi, pemuda itu menyesap kopi setengah dingin nya setelah bergumam dengan sedikit kesal. Setelah menghabiskan kurang lebih tiga per empat kopi nya, pemuda itu beranjak dari kursi yang sudah kurang lebih 10 menit bersama nya. Tidak lupa, ia meninggalkan uang sejumlah dua puluh ribu di bawah cangkir kopinya.
Pukul sepuluh, pemuda itu mencari kunci sepeda motor bebek nya di dalam tas ransel berwarna hitam, angin malam berhembus dengan kencang hingga meruntuhkan daun-daun pohon cherry di dekat parkiran sepeda motor tersebut. Pemuda itu menaiki sepeda motor bebek yang biasa ia panggilㅡwening, dan memakai helm ink hitam nya. Baru saja hendak menarik gas wening, pemuda itu teringat akan sesuatu.
“Tas kamera gue, kenapa pake ketinggalan segala sih. Jadi harus balik kan!”
Pemuda itu kembali melepas helm ink hitam dan meninggalkan wening untuk masuk kembali ke dalam cafe. Ia mencari keberadaan tas kamera miliknya.
“Yap, masih ditempat.” Girang pemuda itu. Berjalan mendekat dengan senyuman kecil yang jarang sekali orang lain temukan.
Dengan cepat, kedua tangan nya mengambil tas kamera yang sedari tadi sendirian di bangku cafe bernomor 12 itu.
“Bilang dong kalo lo ketinggaㅡ”
“Aw! So-sorry.”
Pemuda itu segera berjongkok untuk melihat kondisi kamera nya. Baru saja, tas nya di senggol oleh sebuah lengan kecil yang kemungkinan tidak sengaja melakukan hal tersebut. Pemuda itu bangkit dari berjongkok lalu memandang tajam perempuan dengan wajah penyesalan yang ada di depan nya.
“Lo nggak liat apa ada orang? Lagian jalan tuh liat-liat, dikasih mata bukan nya di pakeㅡ”
“Heh! Kalo ngomong biasa aja bisa? Lo laki-laki, nggak seharusnya bentak-bentak perempuan di tempat umum kayak gini.” suara perempuan lain mengambil alih, perempuan ini merangkul perempuan di sebelahnya.
Pemuda itu mengalihkan atensi nya memandang ke sekitar, benar saja, ini tempat umum. Bahkan seluruh atensi cafe mengarah kepada mereka.
“Besok-besok pake rok aja, kalau masih nggak tau etika bersikap ke perempuan.”
Belum sempat pemuda itu menjawab, dua orang perempuan yang sebelumnya berada di depan matanya itu sudah berlalu pergi.
Pemuda itu mengerang kesal sekilas lalu kembali melenggangkan kaki nya keluar cafe menuju ke parkiran untuk menemui wening.
🎉🎉🎉
Cahaya matahari mendesak masuk ke dalam jendela di ruangan kecil yang tertutup dengan tirai tebal berwarna biru tua. Ruang Alvarendra masih tertidur dengan nyenyak di bawah pelukan selimut serta timangan kasur.
Tanpa disadari sama sekali, sekarang sudah pukul tujuh lebih tiga puluh menit.
Hari ini sekolah tidak libur, dan hari ini sekolah mereka mengadakan event tahunan untuk ekstra fotografi. Pemuda yang tengah terlelap ini adalah salah satu panitia nya. Tapi apa? Ia justru masih tertidur pulas sekarang. Padahal pembukaan acara pukul tujuh.
Sampai sebuah alarm membangunkan pemuda itu dari tidur panjang nya. Tangan kanan pemuda itu menelisik kehadiran alarm dk atas meja yang bertepat di sebelah tempat tidurnya. Lalu mematikan alarm tersebut dan kembali menutup mata. Satu detik setelahnya ia berlari dengan terburu-buru menuju kamar mandi, sampai-sampai menimbulkan suara antara dahi dan pintu kamar mandi nya yang saling bertemu.
“Sejak kapan ada pintu disini!” keluhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang ¦ Huang Renjun ✔️
Teen FictionAU (Alternative Universe) Ft. Huang Renjun Kesalahan demi kesalahan di masa lalu mulai terkuak. Akibatnya kehidupan saat ini menjadi ajang balas dendam yang merenggut banyak jiwa. Mulai dari penculikan yang berujung kematian serta hilang nya ingata...