31. Jam Tangan

35 9 8
                                    

“Udah siap belum sih?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Udah siap belum sih?”

Ruang berkacak pinggang dengan duduk diatas kasur nya. Dengan ponsel yang berada di antara telinga kanan dan bahu nya.

“Iya bentar, aku lupa naruh jam tangan dimana.”

“Yang sebulan lalu gue beliin?”

“Iyaaa, yang kamu beliin, gak usah diperjelas juga. Aku emang ga punya apa-apa, kamu yang biayain semuanya. Gitu aja sekalian Ren, biar makin jelas miskin nya aku.”

Ruang tertawa kecil. Lalu berdiri dan menatap pantulan dirinya dari cermin, sesekali membenarkan rambutnya, ponsel nya ia oper ke tangan kirinya.

“Gak gitu maksud gue Waㅡ”

“Tau ah, kamu nggak ngebantu sama sekali. Aku tutup, mau nyari lagi sampe ketemu, kalo udah nanti aku ketuk pintu kamu.”

Pip.

Ruang melihat layar ponsel nya. Nampak wallpaper buatan tangan nya disana. Bukan, bukan Ruang yang memasang wallpaper tersebut. Melainkan seseorang yang tersenyum dengan deretan gigi yang terlihat di sebuah taman dengan laki-laki disebelahnya yang sedang kesal. Iya, perempuan itu. Perempuan yang membuat Ruang bimbang dengan perasaan nya sendiri.

Ruang memilih untuk kembali duduk di atas kasurnya. Mengecek saldo yang ada di rekening nya. Walau Ruang tidak akur dengan Ayah nya. Tetapi Ayah Ruang selalu menjalankan kewajiban nya pada Ruang dengan sesuai. Perbulan nya Ruang pasti akan mendapat transfer dari Ayah nya itu.

Membicarakan Ayah Ruang. Sudah belasan bulan Ruang sama sekali tidak mengetahui kabar nya. Terakhir, Haekal memberitahu nya bahwa Ayah nya tengah di luar negeri bersama perempuan yang sama saat terakhir ia bertemu Ayah nya. Ya, mama tiri Ruang yang sama sekali tidak terlihat seperti seorang mama. Ruang juga tidak menganggap begitu. Karna di lubuk hati Ruang, hanya ada Ibu, orang yang melahirkan nya. Bukan mama atau siapapun itu.

Tok. Tok. Tok.

“Rendra~”

Ruang tersadar dari lamunan. Membereskan isi dompetnya lalu mengantonginya pada saku celana belakang. Tak lupa Ruang mengambil jaket serta kunci motor nya.

Kepala seseorang yang tengah tertunduk menjadi pemandangan pertama saat Ruang buka pintu. Bahkan dada nya nyaris menabrak kepala seseorang tersebut karena tepat di depan pintu kost nya.

“Huh! Ngangetin lo!”

Seseorang yang tak lain adalah Waktu pun mengangkat kepala nya. Bibir bawah nya maju, menandakan ia sedang sedih atau bisa jadi kesal.

“Kenapa lagi???”

“Jam tangan.”

Ruang mengadahkan kepala ke atas lalu menghela napas tak lupa menepuk jidat nya.

Ruang ¦ Huang Renjun ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang