O3. Kenangan Saraswati

154 27 4
                                    

Yang sedang menunggu kepastian
Semoga lekas ditunjukkan jalan
Tidak hanya angan-angan
Atau, lebih parahnya...





Pukul delapan malam, perempuan cantik itu menyandarkan kepalanya di bahu laki-laki yang sudah tiga bulanan ini dekat dengan nya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukul delapan malam, perempuan cantik itu menyandarkan kepalanya di bahu laki-laki yang sudah tiga bulanan ini dekat dengan nya. Serta mengeratkan pelukan di perut laki-laki tersebut. Ditemani suara kendaraan lain di jalanan, sorot lampu kota tak luput dari pandangan. Laki-laki di depan nya hanya diam, nampak enggan memulai suatu percakapan, atau mungkin bingung mau membahas apa?

"Ren."

Saat indra pendengaran laki-laki itu menangkap suara yang masuk ke gendang telinga, ia memelankan laju kendaraan nya untuk mendengar.

"Nanti berhenti di kinimart sebelum belokan komplek ya?"

Ruang mengangguk, ternyata ingin pergi ke kinimart. Ruang kira Kenangan ingin mempertanyakan perihal status hubungan mereka. Jujur saja, Ruang masih bimbang, masih bingung juga mau memutuskan apa. Ibarat orang yang lagi kehujanan nih, mau pakai jas hujan enggak punya tapi nggak mau kehujanan juga. Alias, minta di sapa sama yang Maha Kuasa.

Mereka sampai di depan kinimart, Ruang memarkirkan wening dan melepas helmnya. Di ikuti Kenangan yang sudah turun dan melenggangkan kakinya masuk ke kinimart.

"Ken, mau di temenin nggak?" tawar Ruang.

Kenangan menggeleng, "Enggak usah, cuma bentar kok." 

Ruang tersenyum kecil membalas senyuman dari Kenangan. Lalu hanya tersisa punggung Kenangan yang semakin lama semakin hilang di makan pintu yang tertutup.

Ruang mengadahkan pandangan pada langit, nampak bulan sabit di langit Surabaya itu, ditemani beberapa bintang di sebelahnya. Pikiran Ruang melanglang buana, entah ia memikirkan perihal hubungannya maupun perihal urusan keluarga yang tak kunjung rampung.

"Ren, kok bengong??"

"Hahㅡeh sudah?"

Kenangan hanya menggeleng pelan kemudian mengangguk seraya tersenyum, "Nih, sudah." Kenangan mengangkat tas belanjanya.

"Jadi, setelah ini mau kemana tuan putri?" Kenangan meninju lengan Ruang. Gaya bicara Ruang terlihat aneh sekaligus memalukan bagi Kenangan. Bukan memalukan dirinya, tetapi memalukan karena membuat pipinya merah.

"Kok di tinju sih? Sakit nih lengan pangeran."

"Ren, plis deh perut gue sakit denger lo ngomong gitu."

"Baiklah adinda, kakanda tidak akanㅡAduh! Sakit Ken,"

"Makanya udah jangan pake bahasa drama gitu."

"Kalo gitu pake aku-kamu aja deh, biar romantis."

Sekali lagi, pipi Kenangan dibuat merah oleh Ruang. Kenangan segera mengambil helmnya dan naik ke belakang Ruang. Menghindari tatapan Ruang yang seolah mengerti pipinya sedang merah sekarang.

"Pangeran, let's go!" seru Kenangan. Ruang yang mendengar itu tertawa terbahak-bahak, membuat Kenangan tertular.

"Besok hari terakhir event kan ya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Besok hari terakhir event kan ya?"

Kenangan membuka kaca helmnya dan sedikit memajukan kepalanya. Untuk mendengar pertanyaan dari Ruang yang masuk di telinganya dengan samar.

"Kenapa Ren? Nggak denger gue."

Ruang tertawa sekilas, lalu menggenggam telapak tangan Kenangan yang melingkar di perut nya.

"Besok hari terakhir event kan?" ulang Ruang.

Kenangan tertawa singkat, mengangguk dan menjawab, "Iyaa, nggak nyangka banget sudah hari terakhir," jawab Kenangan.

Ruang memberhentikan wening di depan rumah Kenangan. Rumah dengan pagar berwarna silver yang di penuhi dengan tumbuhan indah nan cantik itu nampak sepi. Bahkan lampu teras tidak memancarkan sinar. Yang tandanya, belum ada orang yang menyambangi rumah tersebut.

"Kamu sendiri di rumah?" tanya Ruang, membuka helmnya. Lalu melepas jaketnya. Ruang juga turun dari motornya.

"Ya seperti yang kamu lihat, mungkin Adek akuㅡ Eh, kok di kasih ke aku sih? Kamu nanti dingin loh."

Ruang tersenyum singkat setelah menggantung kan jaketnya di bahu Kenangan.

"Kamu lebih butuh jaket itu untuk saat ini." Ruang duduk di atas motornya.

"Tapi kamu juga butuh Ren, kamu masih harus pulang dan perjalanan nya masih jauh. Lagi pula kamu cuma pake kaos tipis gitu, nanti masuk angin gimana?"

Ruang kembali di buat tersenyum, ekspresi Kenangan yang khawatir kepadanya membuat dirinya gemas bukan main. Jika Kenangan adalah mochi, sudah habis Ruang makan.

Ruang berdiri, lalu mengacak rambut kecoklatan perempuan itu. "Bawel banget, takut gue sakit ya?"

Ruang memang seperti itu, sangat suka sekali melihat perempuan di depan nya ini tersenyum seraya meninju lengan atas nya pelan.

"Fyi, ngapain jadi aku-kamu sih!??"

Ruang kembali tertawa karena ekspresi tidak terima Kenangan.

hai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

hai

Ruang ¦ Huang Renjun ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang