25. Jatuh

41 11 7
                                    

Memasuki musim penghujan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Memasuki musim penghujan. Langit Surabaya mengabu dengan rintik-rintik air langit yang pelan-pelan jatuh.

Ruang menghela napas di dekat parkiran sekolahnya. Niatnya hendak kembali ke kost lalu mengunjungi Waktu. Tapi sayangnya, langit menahannya di bangunan sekolah yang mulai sepi. Sebagian dari mereka sudah mulai pulang walau harus menerobos gemercik air langit.

Lain halnya dengan Ruang yang memilih bersandar pada dinding putih polos diantara lorong. Percikan air langit yang jatuh pada atap sekolah dan turun ke tempat yang lebih rendah seperti selokan juga turut menemani Ruang saat ini.

Wajahnya tanpa sadar membentuk simetris lembut yang menghasilkan senyuman manis di wajahnya. Mengingat kejadian lampau, kala ia dan Waktu menunggu hujan reda di sekolah sebelah.

Ternyata memang benar, Waktu itu berharga. Waktu juga tidak bisa diulang.

“Kalo hujan gini gue jadi inget satu pesan dari lo Wa.” Ruang maju selangkah mengadahkan salah satu telapak tangan nya ke arah jatuhnya air dari atap. Lalu mengulum senyum.

“Kalo lo punya seribu alasan buat nangis, lo juga harus punya satu alasan buat senyum.”

Ingatnya dalam hati. Sekilas mengulum senyum.

“Gatau kenapa, rasanya hal itu emang bener Wa. Dikala gue capek sama kehidupan keluarga gue yang semakin hari semakin nggak sehat, semakin hari semakin buat segala yang terlibat di dalamnya jauh dari kata bahagia. Gue akhirnya inget gimana perjuangan Ibu gue dulu... Hhhh gue kenapa sih?”

Ruang kembali memundurkan kaki. Tersenyum kecut seraya memandang lurus kedepan. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celana, tas nya ia gendong di bahu kiri. Lalu rambut nya sedikit basah karena terkena percikan saat ia maju selangkah tadi.

“Lo juga harus punya satu alasan buat kembali sadar Wa, kalaupun lo nggak punya siapa-siapa lagi. Lo harus tau sekarang lo punya Askara, atau mungkin... Gue?” batin nya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ternyata cuma sekilas doang,
Chap ini chap khusus Ruang mengenang Waktu. Buat chap berikutnya, ada sesuatu😭
































 Buat chap berikutnya, ada sesuatu😭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Selayaknya bunga yang mekar di pekarangan, setiap manusia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Selayaknya bunga yang mekar di pekarangan, setiap manusia. Dilahirkan untuk memiliki warna, bentuk, dan jenis yang berbeda. Bukan kah justru terlihat indah jika kita saling mengeratkan pelukan satu sama lain, memberi energi positif merangkul masa depan yang cemerlang?”

“Setiap manusia juga diberi hidup. Oleh karena itu, mereka berhak untuk kehidupan mereka sendiri. Ini hidup lo, lo yang ngatur. Bukan orang lain.”

Ruang ¦ Huang Renjun ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang