21. Perihal Nyawa

70 13 3
                                    

Mendengar sirene polisi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mendengar sirene polisi. Han yang kembali tercekik sedikit bisa bernapas lega, karena cekikan di lehernya berangsur hilang.

Pelaku yang mencekiknya memilih kabur bersama dengan seluruh anak buahnya. Han terduduk lemas di pinggir ruangan menyender pada dinding kayu. Dengan napas terengah dan tangan memegang leher. Han berulang kali memejamkan lalu membuka matanya untuk menjaga kesadaran. Karena jujur, rasanya sesak.

“JANGAN BERGERAK!”

Samar-samar Han dapat mendengar suara seseorang dengan beberapa langkah kaki yang mengiringi masuk mendekat ke arahnya.

“Kal, itu Askar temen gue!” seru Ruang dan berlari mendekat pada Han dengan diikuti Haekal dibelakang.

Ruang mengangkat kepala Han lalu menidurkan pada pahanya, mencoba mengembalikan kesadaran Han dengan menepuk pelan kedua pipi Han. “As bangun As!”

Beberapa kali Han nampak membuka mata namun hanya hitungan detik. Jari telunjuknya menunjuk ke arah jam tiga. “Ada... Ada or...orang di dalam peti itu....selametin dia dulu...” Haekal bertatap mata dengan Ruang sekilas. Lalu Haekal melihat apa yang di maksud Han.

Sedangkan polisi menyisir sekitar bangunan tua ini. Berharap semoga ada petunjuk yang mengantarkan mereka kepada si pelaku.

“REN!”

Ruang yang masih terduduk di tempat dengan Han yang sudah tidak sadarkan diri menatap ke arah Haekal.

“Kenapa?”

“Wawa…”

✨ ✨ ✨

Han di larikan ke salah satu rumah sakit terdekat dari tempat kejadian. Beberapa polisi ikut mengantarkan Ruang dan Haekal ke rumah sakit ini. Selain untuk mengembangkan kasus, juga untuk menjaga keamanan.

Begitu sampai di rumah sakit, Han langsung ditangani oleh dokter dan mendapat perawatan intensif.

Sedangkan orang di dalam peti yang dimaksud Han dinyatakan koma oleh dokter.

Ruang dibuat merenung beberapa jam. Setelah dinyatakan hilang, kini ia dinyatakan koma. Apa Tuhan juga marah pada orang baik seperti Wawa? Dengan memberinya cobaan seperti ini?
Atau mungkin, bukan pada Wawa, melainkan kepada orang disekitarnya, salah satunya Ruang.

Berbagai opini milik Ruang terluncur begitu saja menguasai ingatan. Ruang menangis. Bukan karena cengeng, tapi Ruang menangis karena merasa kembali gagal bahkan dalam konteks termudah yaitu pertemanan. Dirinya bahkan gagal menjaga salah satu teman nya—ah seperti kala itu.

Ruang yang duduk di kursi tunggu depan kamar rawat Waktu mengacak rambutnya frustrasi, dua bohlam penglihatannya hampir buram karena sembab oleh air mata. Rasanya semuanya hancur, segalanya terjadi karena dirinya.

Ruang ¦ Huang Renjun ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang