28. Kabar Baik yang Buruk

50 11 20
                                    

Tepat tujuh hari setelah langit abu-abu, hari dimana hujan berlomba-lomba turun membasahi bumi seraya ikut serta dalam kesedihan orang-orang yang Han tinggalkan, diantaranya Ruang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tepat tujuh hari setelah langit abu-abu, hari dimana hujan berlomba-lomba turun membasahi bumi seraya ikut serta dalam kesedihan orang-orang yang Han tinggalkan, diantaranya Ruang. Haekal memberi kabar via telepon. Kabar baik yang mengantarkan Ruang pada Rumah sakit.

“Wawa sadar.”

Ruang melangkahkan kaki-kakinya cepat, melesat menuju ruang perawatan. Dengan semburat senyum yang menyatukan teduhnya kelopak mata indah miliknya.

Terimakasih sudah kembali.

Suara hatinya. Masih dalam napas tersenggal. Dirinya perlahan membuka tirai berwarna hijau disana. Menampakkan seorang wanita yang ia rindukan, Waktu Amerta Bahari. Perempuan yang biasa disebut Wawa itu duduk di atas kasur dengan mata terbuka sempurna.

“Akhirnya...”

Perlahan, Ruang mendekat, masih dengan senyuman di wajahnya. Jari-jarinya mengelus rambut Waktu halus. Sang pemilik rambut menatap Ruang bingung. Kepalanya ia mundurkan. Seolah, tidak nyaman?

Menyadari itu, Ruang menarik tangannya. Menggaruk tenguknya, mengucap maaf kepada Waktu.

“Maaf, lancang.”

Waktu mengangguk pelan. Setelahnya hening merayap. Keduanya sama-sama bungkam, membiarkan atmosfer semakin canggung karena masalah sebelumnya.

“Ka—kamu Ruang Alvarendra?”

Kalimat tanpa aba itu masuk ke indra pendengaran milik Ruang. Atensi Ruang teralih sepenuhnya.

“I-iya, lo inget gue kan?”

Waktu kembali mengangguk pelan. Pandangan nya lurus ke depan.

“Aku ingat wajah kamu, tapi maaf. Kamu siapa aku?”

Sesak. Dada Ruang terasa penuh sampai rasanya tidak ada tempat untuk ia menarik napas. Dengan senyum yang perlahan luntur, Ruang menguatkan diri. Mengepal tangan di samping, mencoba menjawab apa yang ditanyakan Waktu.

“Kita temen satu sekolah, kita juga satu ekskul di sekolah—fotografi, lo ingat?”

Waktu memejamkan mata. Ruang menerka jika Waktu sedang mengingat kembali semuanya. Apa Waktu lupa akan segalanya? Semuanya?

“Akh—”

Ruang terkejut kala Waktu mengerang kesakitan seraya memegang kepalanya. Matanya masih terpejam, dirasa nya ujung pakaian nya di genggam sangat erat.

“Wa, sesakit itu?”

Ruang memanggil dokter. Secon berikutnya dokter datang dengan perawat. Dengan paksa genggaman pada ujung pakaian nya terlepas begitu saja. Dirasa kan nya kesakitan yang dirasa sang perempuan dari kusut nya ujung pakaian nya.

Dari jauh, mata teduh nya mengamati Waktu walau tertutup dengan aktivitas Dokter. Lutut nya terasa lemas. Embun di pelupuk mata nya berlomba memenuhi agar bisa jatuh bersama. Ruang menutup wajah nya dengan kedua telapak tangan.

Ruang ¦ Huang Renjun ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang