percuma, aku bukan milikmu
kamu bukan milikku.
“Ken, please dengerin gue dulu, okay?” Ruang menahan lengan Kenangan yang hendak pergi meninggalkan kini. Sehabis memarahi Waktu habis-habisan, Kenangan hendak meninggalkan langkah, awalnya Ruang ingin membiarkan tapi Waktu memintanya untuk menahan dan menjelaskan semuanya. Waktu ingin kesalahpahaman ini selesai sampai disini.“Lepasin Ren!”
“Enggak, sebelum lo mau dengerin penjelasan dari gue.”
Kenangan menarik lengan dari genggaman Ruang lalu melipatnya di atas perut. “Jelasin apa lagi Ren? Waktu itu gue udah kasih lo kesempatan kan, tapi apa? Lo gak ada bicara sedikitpun. Sekarang lo minta gue dengerin lagi penjelasan, lo mau gue dengerin suara hati lo? Menurut lo gue tau apa suara hati lo? Lo terus-terusan ngebisu waktu itu, lo sama sekali gak bisa jawab pertanyaan gue, dan setelah nya? Lo bertindak seolah gak terjadi apa-apa Ren.”
Emosi Kenangan meledak menit itu juga. Terdengar helaan napas menahan tangis disana. Kedua telapak tangannya ia gunakan menutup wajah lalu ia mengadahkan pandangan ke atas. Kenangan tidak mau nampak lemah.
Sedangkan Waktu? Hendak mendekat, tapi ia sadar, ia lah penyebab semua ini. Waktu memilih langkah mundur dan masuk ke dalam kamar mandi. Han yang mengetahui itu hanya bisa menunggu Waktu di depan kamar mandi. Dan Changbin? Ia memakai headset lalu duduk menata barang.
Menyadari situasi terasa panas, Ruang menarik lengan Kenangan untuk keluar dari kinimart. Tapi lagi-lagi Kenangan enggan.
“Ren please, ngertiin gue sebentar aja, susah banget ya? Enam bulan bukan waktu yang lama gue tau, tapi juga bukan waktu singkat buat gue nunggu lo ngasih keputusan. Ren, gue nanya deh. Mau lo apa sekarang?”
Ruang menatap manik mata Kenangan yang mulai di penuhi butir-butir air mata.
“Ken, gue bisa jelasin tapi gak dis—”
“Dimana lagi Ren!? Mau berapa lama lagi gue nunggu!!?”
Pecah. Tangisan Kenangan pecah juga. Ruang mendekat lalu mendekap Kenangan. Kepala Kenangan ia sandarkan pada bahu kanan nya lalu tangan kirinya mengusap surai coklat milik perempuan itu.
“Pukul gue Ken kalo emang itu bisa buat lo lega, pukul gue sekeras yang lo bisa.”
Pukulan yang sebelum nya lemah berubah menjadi kuat di bahu kiri Ruang. Bahkan sampai tubuh Ruang mundur beberapa langkah.
Bug. Bug. Bug.
“Ren hiks... Gue sakit liat lo sakit... Gue sedih liat lo sedih... Gue bahagia liat lo bahagia... Hikss, awal nya gitu Ren.” isakan masih terus terdengar dari bibir perempuan itu.
“Tapi setelah apa yang gue liat belakangan ini. Rasa kecewa sama iri lebih mendominasi Ren. Hikss, Ren, gue minta maaf.”
Pukulan di bahu kiri Ruang mulai berhenti. Rung masih mendekap Kenangan, tangan nya juga masih senantiasa mengelus surai prempuan itu.
“Gue harus pergi... Gue gak bisa Ren. Gue gak bisa nyakitin lebih banyak orang lagi...”
Tangan Ruang berhenti mengelus surai Kenangan. Kepala Kenangan diangkat oleh sang empu. Lalu mata mereka terkunci sepersekian detik.
“Gue ke Australi besok. Baik-baik ya Ren... Jaga Wawa buat gue,” ujar Kenangan dengan senyum yang di paksa.
“Ken, jangan sembarangan. Maksud lo apa?” tanya Ruang menangkup bahu Kenangan meminta penjelasan.
Padahal sedari tadi dirinya tak memberikan penjelasan apapun. Huh!
Kenangan menjauhkan diri dari Ruang, lalu tersenyum masih dengan air mata di pelupuk.
“Kita cukup sampai disini Ren, ah ralat. Maksud gue, tentang komitmen yang pernah kita buat, kita sudahi ya, tentang hubungan yang sebelumnya udah gue rancang—”
Kenangan kembali mengadahkan pandangan ke atas, menyeka perlahan pelupuk mata nya sebelum melanjutkan kalimatnya.
“Bakal jadi kita, kita udahin ya Ren. Anggap aja ga pernah terjadi, karena gue disini cuma sebagai Kenangan. Dan menurut gue Kenangan harus di lupakan bukan?”
Kenangan menarik napas lalu tersenyum lebih lebar. Ruang mematung dengan ekspresi tidak terima tetapi tidak bisa berbuat apa-apa.
“Dan gue gamau dilupakan Ren, jadi gue yang bakal ngelupain lo. Dengan cara pergi jauh dari lo. Jangan hubungin gue lagi Ren, gue takut lo ngerusak rencana yang udah gue rancang buat ngelupain lo setelah pertemuan kita di kafe saat itu.”
"Are you serious? Are you going to end this commitment with me?"
Kenangan mengangguk. “Gue gak bisa, dan gue rasa lo juga gak bisa.”
“What? Gue yang punya rasa Ken, gue yang tau apa gue bisa atau engga. Kenapa lo bisa ngambil keputusan sepihak begini?”
“Walaupun sepihak, tapi gue tau lo akan lebih baik-baik aja setelah ini.”
Ruang menatap Kenangan dengan tatapan kesal sekaligus ingin menangis. Kenangan mengambil sesuatu di dalam tas nya.
“Ini hp buat gantiin hp nya Wawa. Tolong sampaikan ke dia, gue minta maaf udah iri sama dia sampai ngelakuin hal kekanakan dengan kepo sama hp nya.”
Ruang melotot, lalu tangan nya di ambil oleh Kenangan untuk menggenggam ponsel untuk Waktu.
“Semua data udah gue pindah di sini, tolong sampaikan permintaan maaf gue karena udah kepo sekaligus nyemplungin hp nya ke air. Gue minta maaf banget.”
Ruang terpaku, sama sekali tidak bisa bicara. Hanya bisa menatap Kenangan yang tersenyum paksa di depan nya.
“Gue pergi ya, Ayah udah nunggu di depan. Jangan lupa apa pesan gue. Jangan datang lagi ya Ren. Semoga bahagia selalu.”
Kenangan memeluk Ruang sejenak, dengan sigap tangan nya menghapus air mata di pipi. Lalu melepas pelukan. “Gue harap ini pelukan terakhir,” kata nya. Lalu melenggangkan langkah pergi keluar dari kinimart.
Setelah mematung beberapa detik. Suara mobil bergerak membuat Ruang tersadar dan berlari keluar kinimart.
Terlambat. Semua nya telah hilang, mobil, suara, Kenangan, pelukan. Semua nya telah terlewati. Hanya, Ruang yang enggan menyadari.
“BODOH! SEKALI LAGI GUE EMANG BODOH DALAM HAL HUBUNGAN.”
Masih ingat pesan Waktu kala itu pada Ruang?
“Mau cewek atau pun cowok, mereka berhak buat menunjukkan keadaan mereka, lo boleh kok kapanpun nangis, tanpa perlu lo tahan-tahan. Lagian, nangis itu perlu, kalau lo nggak nangis. Lo nggak akan pernah ngerasain nikmat nya senyum,”
Dan yah, sore itu, Ruang kembali ingin merasakan bagaimana nikmatnya senyum.
Hay? Ada yang nungguin?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang ¦ Huang Renjun ✔️
Novela JuvenilAU (Alternative Universe) Ft. Huang Renjun Kesalahan demi kesalahan di masa lalu mulai terkuak. Akibatnya kehidupan saat ini menjadi ajang balas dendam yang merenggut banyak jiwa. Mulai dari penculikan yang berujung kematian serta hilang nya ingata...